LLANO ESTACADO Dr. Karl May JILID II Bagaimana Vupa Umugi, Schiba Bigk dan Nale Masiuv, ketiganya Ketua suku Comanche memasang siasatnya untuk menangkap Bloody Fox dan membinasakan kavaleri. Bagaimana Winnetou, Old Shatterhand dan Old Surehand membalas siasat itu dengan siasat yang lebih ulung. Penerbit: PRADNYA PARAMITA Cetakan ke - 2, 1976 KATA PENGANTAR Nama Dr. Karl May sebagai pengarang buku-buku lektur sangat populer pada pembaca tua dan muda di Eropa Barat pada zaman sebelum perang dunia kedua. Ceritera-ceriteranya bukanlah rentetan peristiwa yang seram di mana darah mengalir dan kekejaman ditulis secara realistis, akan tetapi mengandung romantik yang sehat, tindakan yang jantan dan secara kesatria, diseling dengan humor dan gambaran cinta kepada alam terbuka. Sangatlah dipuji caranya melukiskan tokoh-tokoh beserta wataknya dan unsur-unsur pendidikan bagi pembaca-pembacanya. Oleh sebab itu tidak mengherankan, bahwa semua hasil karyanya tetap mengasyikkan yang membacanya. Banyak pembaca bertanya-tanya, adakah penulis ulung itu pernah mengunjungi negeri-negeri yang diceriterakannya dan adakah petualangannya itu sungguh-sungguh dialaminya? Dr. Karl May meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 1912. Dari surat-menyuratnya, catatan-catatannya dan surat-surat jalannya dapat ditarik kesimpulan, bahwa ia telah menjelajah seluruh Eropa dan bahwa ia telah dua kali bepergian ke Amerika yakni dalam tahun 1863 dan 1869. Selanjutnya ia mengadakan perjalanan ke Aljazair, Tunisia dan jazirah Arab. Pada tahun 1899 ia mengunjungi Mesir, Syria dan Palestina sampai di gurun-gurun. Pada tahun 1908 ia pergi lagi ke Amerika dan Canada dan hidup selama beberapa waktu bersama-sama orang-orang Indian. Menurut temannya, seorang ahli bahasa, Dr. Karl May memang mengenal beberapa bahasa asing dan bahasa suku, di antaranya: bahasa Turki, Persia, Arab, Indian, Inggris, Portugis, Spanyol dan Latin. Banyak tanda mata dan kenang-kenangan disimpan di rumahnya di Radebeul dekat Dresden (Jerman) di antaranya bedil-peraknya dan bedil-pembunuh- beruangnya. Ia telah pergi, tetapi karyanya tetap hidup. Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net UTUSAN WINNETOU Kami sudah berhasil membebaskan Old Surehand dari tangan orang Comanche Naiini yang berkemah di tepi Air Biru. Bahkan kami telah memperoleh kembali kuda, senjata dan segala milik Old Surehand yang dirampas oleh orang-orang kulit merah itu, dengan menukarkan benda-benda itu dengan Vupa Umugi ketua suku Comanche yang telah kami tangkap juga. Kini ketua suku Comanche beserta orang-orang kulit merah yang mengantarkan milik Old Surehand sudah pulang ke perkemahan mereka. Kami harus lekas-lekas meninggalkan tempat kami, karena di situ kami tidak aman. "Mengapa kita tergesa-gesa benar, Sir?" tanya Parker. "Orang-orang kulit merah itu telah kita beri pelajaran; mereka tidak akan berani menyerang lagi." "Sebaliknya! Saya yakin bahwa mereka akan membalas dendam, Old Surehand telah kita rebut kembali. Ketua sukunya telah mendapat malu karena sudah saya tangkap. Karena itu mereka akan marah sekali dan akan mencoba menyerang kita. Jikalau kita tinggal di tempat terbuka ini, maka kita tidak akan dapat memberi perlawanan sebaik-baiknya, sebab jumlah mereka terlalu besar. Kita harus pergi." "Sia-sia saja, sebab jikalau mereka benar-benar hendak berusaha menangkap kita, maka kita akan diikutinya." "Tidak apa, sebab kita akan mencari tempat yang lebih baik dari padang prairi ini untuk menyambut mereka. Betul mereka akan mengejar kita, akan tetapi mereka tak akan mau pergi terlalu jauh, oleh karena mereka hendak pergi ke Llano Estacado." Kamipun berangkatlah. Bekal perjalanan kami sudah bertambah banyak sekali, berkat oleh-oleh Old Wabble berupa daging yang dirampasnya dari perkemahan orang Comanche. Saya berjalan di depan dengan Old Surehand. Kami berjalan ke arah tempat yang biasa dipergunakan orang untuk menyeberangi sungai Rio Pecos. Sampai di sana saya segera menyeberang, diikuti oleh teman-teman saya. Sampai di seberang, saya turun. Kuda saya saya ikatkan kepada pohon, lalu saya duduk. Old Surehand dan Old Wabble berbuat begitu juga. Akan tetapi Parker dan teman-teman yang lain tetap duduk di atas pelana dan Parker bertanya: "Mengapa Anda turun, Sir? Anda hendak tinggal di sini?" Saya tak usah memberi jawaban, sebab segera Old Wabble berkata: "Tentu saja kita tinggal di sini, Mr. Parker Herankah Anda? Barangkali Anda tidak mengerti apa sebabnya kita berjalan ke arah Barat, padahal tujuan kita ada di sebelah Timur?" "Tentu saja saya mengerti! Saya tidak sebodoh itu. Orang-orang kulit merah tidak boleh mengetahui bahwa tujuan kita ada di sebelah Timur Karena itu mereka harus kita tipu dengan berbuat seakan-akan kita pergi ke Barat. Akan tetapi untuk apa kita berhenti di sini, bahkan duduk dengan enaknya, itu masih merupakan teka-teki bagi saya." "Anda sudah menghadapi banyak teka-teki dan Anda masih akan menghadapi beberapa teka-teki lagi! Mula-mula Anda tidak mau meninggalkan Air Biru padahal di sana kita terancam bahaya. Kini kita telah tiba di tempat yang aman, akan tetapi Anda masih tetap duduk di atas pelana." "Jadi Anda hendak menunggu kedatangan orang Indian di sini?" "Ya." "Tetapi itu tidak perlu! Jikalau mereka datang, maka kita harus memberi perlawanan. Sekiranya kita berjalan terus, maka kita dapat menghindari pertempuran. Bukankah itu lebih baik?" "Supaya mereka dapat mengikuti jejak kita dan dapat menyerang kita pada malam hari, apabila kita tidak dapat melihat mereka? Aneh benar jalan pikiran Anda! Sudah, turunlah." Parker turun dari atas kudanya, akan tetapi masih menggerutu. Old Wabble menjadi marah, lalu berseru: "Mengapa Anda menggerutu, Sir? Kalau Anda tidak mau tinggal di sini silahkan berjalan terus. Anda belum mengenal daerah ini dan Anda tidak dapat membayangkan betapa besar bahaya yang mengancam di daerah yang akan Anda lalui. Atau adakah di antara Anda yang sudah pernah mengunjungi Llano Estacado?" Pertanyaan itu ditujukannya kepada sekalian pemburu prairi yang menemani kami. Tidak seorangpun daripada mereka sudah pernah menginjak Llano Estacado. Kemudian Old Wabble menceritakan bahwa Llano Estacado itu ialah padang pasir yang luas sekali. Di sana tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada rumput, tidak ada tempat untuk bersembunyi dan tidak ada air. Belum lagi sampai ke tengah-tengah padang pasir, orang sudah tidak dapat melihat batas-batasnya dan yang kelihatan sekelilingnya hanyalah pasir belaka. Banyak sekali jumlah orang yang sudah sesat di sana dan mati karena haus. Diceriterakannya pula bahwa padang pasir itu ialah daerah operasi penjahat-penjahat orang kulit putih yang menghadang para musafir dengan maksud menyesatkan mereka dan akhirnya merampok dan merampas segala milik musafir-musafir yang celaka itu. Tampak pada muka teman-teman saya, bahwa mereka menjadi takut sekali. Saya biarkan saja Old Wabble mempertakuti mereka, oleh karena akibatnya nanti akan ternyata sesuai dengan maksud saya. Kemudian kami mencari tempat persembunyian di belakang semak-semak yang berbatasan dengan tepi sungai. Saya mencari tempat duduk yang sedemikian sehingga saya dapat melihat seluruh daerah di seberang sungai dan dapat mengamat-amati tempat penyeberangan itu. Old Surehand duduk di sebelah saya dan dari tempat itu ia mempunyai pandangan yang luas juga. Old Wabble sedang menceriterakan suatu peristiwa perampokan yang terjadi di Llano Estacado dan oleh karena ia ada menyebut nama seseorang yang saya kenal maka saya lebih memperhatikan cowboy tua itu daripada sungai. Old Surehand menyentuh tangan saya sambil menunjuk ke arah sungai dengan tangannya yang lain. Ia berkata: "Lihatlah ke sana, Sir. Itu mereka datang!" Old Wabble sekonyong-konyong menghentikan ceriteranya dan kami semuanya mengintai. Di seberang sungai kami melihat serombongan orang Comanche berkuda, kira-kira tigapuluh orang banyaknya. Muka mereka dicat dengan warna peperangan. Salah seorang dari mereka, rupa-rupanya pemimpinnya, turun, lalu mengamat-amati tanah untuk mengetahui adakah kami telah menyeberangi sungai atau pergi ke arah lain. Demi ia melihat bahwa jejak kami menuju ke sungai, maka ia naik ke atas kudanya lalu turun ke dalam air. Anak buahnya mengikuti dia secara Indian, yakni yang satu di belakang yang lain. "Sembrono benar orang-orang itu!" kata Old Wabble. "Mereka bersama-sama turun ke air, tidak mengirimkan lebih dahulu seorang mata-mata untuk mengetahui adakah kita berjalan terus. Kini semuanya menghadapi bedil kita. Peluru saya sudah tersedia." Ia sudah mengangkat bedilnya, tetapi saya berkata: "Jangan menembak, Sir. Saya menghadang mereka di sini dengan maksud agar mereka tidak jadi mengejar kita. Demi orang Indian yang di muka sekali itu sudah dekat sekali pada kita, maka kita akan menampakkan diri. Anda semuanya menyediakan bedil Anda dan saya akan berbicara dengan mereka. Anda baru boleh menembak apabila Anda mendengar tembakan bedil saya." "Ya, kalau itu Anda kehendaki," jawab Old Wabble dengan menggerutu, "akan tetapi pada hemat saya lebih baik anjing-anjing kulit merah itu kita tumpas semuanya." Ia bukan sahabat orang Indian: karena itu tidak dapat menyetujui sikap saya yang dipandangnya terlalu lunak. Saya menunggu sampai pemimpin orang Indian itu sudah kira-kira duapuluh langkah jauhnya dari kami. Saya memberi isyarat supaya teman-teman saya berdiri serta ke luar dari tempat persembunyian. Bedil kami semua terbidikkan kepada prajurit-prajurit orang kulit merah itu. Mereka segera melihat kami. "Uf! Uf! Uf! Uf!" seru mereka. "Berhenti!" saya berseru kepada mereka. "Barangsiapa maju selangkah lagi atau bergerak untuk mencabut senjatanya, akan kami tembak mati!" Mereka berhenti. Mereka berdiri di dalam air dan oleh karena air itu sangat dangkal maka kuda mereka tak usah berenang. "Uf!" seru pemimpinnya. "Old Shatterhand masih ada di sini! Mengapa ia bersembunyi? Mengapa ia tidak berjalan terus seperti yang kami duga?" "Ha, Anda mengira bahwa saya sudah tidak mempunyai otak lagi dan tidak dapat menduga bahwa Anda akan mengikuti jejak kami." "Kami tidak mengikuti Old Shatterhand." "Betul? Hendak ke mana Anda?" "Hendak berburu!" "Saya kira Anda datang ke mari untuk mengambil ikan!" "Sebagian besar mencari ikan, akan tetapi selebihnya berburu; kami memerlukan daging untuk kami bawa pulang." "Mengapa Anda hendak berburu di seberang sini, bukan di seberang sana?" "Karena kami tahu bahwa di seberang sini banyak binatang perburuan." "Ya, binatang perburuan itu ialah kami, orang kulit putih." "Bukan, melainkan bison dan kambing prairi." "Sejak bilamanakah prajurit-prajurit kulit merah men-cat mukanya apabila mereka pergi berburu?" "Sejak... sejak... sejak...." Ia tidak dapat memberi jawaban yang serasi. Akhirnya ia berseru dengan marah: "Sejak bilamanakah sudah menjadi adat prajurit-prajurit kulit merah untuk memberi pertanggungan jawab kepada orang kulit putih tentang apa yang akan diperbuatnya?" "Sejak Old Shatterhand menghendakinya. Saya telah berkata kepada Vupa Umugi, ketua suku Anda, bahwa saya sahabat orang kulit merah, akan tetapi saya tidak mengenal ampun apabila saya diserang." "Kami tidak hendak menyerang Anda!" "Kalau begitu berbaliklah dengan segera!" "Tidak mau, sebab kami hendak melalui Anda untuk pergi berburu." "Cobalah kalau Anda dapat! Tidak seorangpun akan dapat mencapai tepi sungai ini, melainkan darah Anda akan membuat air itu berwarna merah." "Uf! Siapa yang memerintah di sini, Old Shatterhand atau prajurit-prajurit orang Comanche?" "Old Shatterhand! Anda melihat bahwa bedil-bedil kami terbidikkan kepada Anda. Sepatah kata saja dari mulut saya sudah cukup untuk membuat teman-teman saya melepaskan tembakan. Saya memberi Anda waktu yang oleh orang kulit putih disebut lima menit. Jikalau Anda masih belum berbalik, maka Anda tidak akan dapat pulang lagi. Howgh!" Saya siapkan bedil saya dan pelurunya saya arahkan kepada pemimpin orang Comanche itu. Ia menoleh, lalu berbicara dengan orang yang ada di belakangnya. Kemudian ia berpaling lagi kepada kami serta bertanya: "Berapa lama Old Shatterhand akan tinggal di tepi sungai ini?" "Sampai saya yakin bahwa orang-orang Comanche tidak merupakan bahaya lagi bagi kami." "Itu sudah dapat diketahuinya!" "Tidak! Kami akan memencar dan seluruh tepi sungai ini akan kami jaga. Dengan demikian kami akan melihat setiap orang Comanche yang akan menyeberang. Sebuah tembakan saja sudah cukup untuk memberi kesempatan kepada kami berkumpul kembali dan mengusir Anda. Jikalau sampai besok malam prajurit-prajurit Anda tidak mencoba menyeberangi sungai ini, maka barulah kami akan yakin bahwa Anda menghendaki perdamaian. Pada saat itu kami akan meninggalkan daerah ini. Kami datang ke mari semata-mata dengan maksud untuk membebaskan Old Surehand." "Uf! Anda benar-benar hendak pergi?" "Betul, itu sudah saya katakan dan saya tidak pernah mengingkari janji." "Dan Anda datang ke Saskuan Kui ini hanya untuk membebaskan Old Surehand saja? Tidak ada maksud Anda yang lain?" "Tidak. Howgh!" Dengan pernyataan itu saya tidak berdusta. Mula-mula saya bermaksud hendak langsung pergi ke Llano Estacado dan jalan itu tidak melalui Air Biru. Pemimpin orang Comanche itu bercakap-cakap lagi dengan teman-temannya yang ada di belakangnya, lalu mencoba lagi: "Old Shatterhand mengancam kami, oleh karena ia tidak mempercayai kami akan tetapi jikalau kami bergerak maju ia tidak akan menembak!" "Saya akan menembak dan peluru saya yang pertama akan mengenai lutut Anda. Lain daripada itu, kami tidak mau menunggu lebih lama, sebab lima menit yang saya janjikan itu kini sudah berakhir." "Uf! Kalau begitu kami berbalik, akan tetapi awas, apabila Old Shatterhand dan orang-orang kulit putih itu sampai besok malam berani mencoba datang ke Air Biru lagi! Kami pun akan memasang penjagaan pada tepi sungai dan setiap orang kulit putih yang berani menampakkan diri kepada kami akan kami tembak. Howgh!" Mereka benar-benar pergi. Saya berpaling kepada Old Wabble. "Nah, Mr. Cutter, tidak baikkah hasil kita ini? Mereka sudah pergi." "Tetapi mereka akan datang kembali pada tempat yang lain." "Saya yakin bahwa mereka tidak akan berani menyeberangi sungai, karena mereka percaya akan ancaman saya. Kesimpulan itu dapat saya ambil dari ancaman mereka bahwa mereka akan memasang penjagaan pada tepi sungai di seberang. Lagi pula mereka yakin bahwa kita datang ke mari semata-mata untuk membebaskan Old Surehand dan tidak mempunyai maksud jahat terhadap mereka." "Akan tetapi jikalau mereka memasang penjagaan di seberang, maka mereka akan melihat bahwa tempat kita sudah kosong. Tentu mereka akan datang ke mari, it's clear!" "Ya, akan tetapi tidak lekas mereka akan mengetahuinya. Mereka harus hati-hati sekali. Mereka tidak berani berenang ke tepi ini untuk menyatakan, benar-benarkah kita masih ada di sini. Itu terlampau berbahaya. Akan tetapi masih ada kemungkinan yang lain. Dapatkah Anda menerkanya?" "Saya? Hm, tidak. Tetapi saya ingin mengetahui adakah Mr. Surehand dapat menerkanya." Maksud Old Wabble ialah tak lain daripada hendak menguji ketajaman pikiran Old Surehand. Saya mengira bahwa Old Surehand akan menolak, akan tetapi ia menepuk-nepuk bahu Old Wabble serta menjawab dengan tersenyum: "Anda hendak menguji saya? Itu menyenangkan hati saya." "Ha, Anda tidak marah. Senang hati saya. Jikalau kita mendengar Old Shatterhand berbicara sedemikian itu, maka kita harus mengira bahwa ia serba tahu. Herankah Anda bahwa saya ingin mengetahui juga adakah Old Surehand dapat menangkap pikiran Old Shatterhand?" "Kalau Anda ingin benar mengetahuinya, Mr. Cutter, maka dapatlah saya menjawab bahwa saya mengetahuinya." "Bagaimanakah?" "Kemungkinan yang dimaksud oleh Mr. Shatterhand itu ialah seperti berikut: orang-orang kulit merah memang ingin benar menyelidiki adakah kita masih ada di tepi sungai ini. Mereka tidak dapat melihat, akan tetapi apabila mereka menyeberang sungai ini di tempat yang jauh sekali letaknya dari tempat kita, maka mereka dapat datang ke mari." "Dan kalau mereka mendapati bahwa tempat ini kosong, Sir? Maka akan terjadi juga apa yang sudah saya sangka. Mereka akan mengejar kita dan menyerang kita pada malam hari!" "Karena itu kita harus berjaga-jaga," jawab Old Surehand. Old Surehand telah membuktikan bahwa otaknya sangat tajam serta dapat memahami jalan pikiran saya. Akan tetapi jawabannya yang paling kemudian itu tidak sesuai dengan maksud saya. Karena itu saya berkata: "Saya kira kita tidak usah berjaga-jaga. Mustahil orang-orang kulit merah itu dapat menyusul kita sebelum malam. Menilik kedudukan matahari, hari baru pukul sembilan. Mereka memerlukan waktu satu jam untuk kembali ke Air Biru. Di sana mereka memberi laporan, harus mendengarkan kecaman dan harus ikut berunding. Semuanya itu memakan banyak waktu." "Ya, Sir. Saya mengerti. Untuk semuanya itu mereka memerlukan sekurang-kurangnya dua jam." "Dalam pada itu hari sudah pukul duabelas. Mereka datang ke mari. itu memakan waktu satu jam. Mereka memasang penjagaan sepanjang tepi sungai. itu memerlukan waktu satu jam juga. Kemudian mereka mengirimkan mata-mata ke hilir sungai. Di sana mereka akan berenang ke seberang. Berapa waktu yang diperlukannya?" "Sekurang-kurangnya satu jam. Kemudian mereka menyelidiki tepi sungai sebelah sini. Itu harus dikerjakan dengan hati-hati sekali." "Berapa lama waktu yang diperlukannya untuk dapat menyelidiki seluruh tepi sungai ini?" "Sekurang-kurangnya tiga jam." "Katakan saja dua jam, maka hari sudah pukul lima. Kemudian mereka berunding lagi. Mereka akan memilih beberapa orang yang harus mengikuti jejak kita. Itupun harus dikerjakannya dengan hati-hati, sebab mereka tidak boleh melupakan kemungkinan bahwa kita masih ada di daerah ini dan berjalan mengeliling untuk menyergap mereka. Maka mereka memerlukan sekurang-kurangnya satu jam lagi untuk memperoleh keyakinan bahwa kita benar-benar sudah pergi. Jadi apabila mereka memulai pengejaran mereka, maka hari sudah pukul enam. Jadi kita sudah mempunyai keuntungan enam jam. Masih mungkinkah mereka menyusul kita?" "Pshaw! Mustahil." "Paling banyak mereka akan dapat melihat jejak yang kita buat dalam dua jam yang pertama. Besok mereka tidak akan melihat apa-apa lagi dan mereka tidak akan mengetahui ke mana kita pergi. Jadi jikalau kita sudah dua jam berjalan ke arah Barat, maka mereka akan mengira bahwa kita sudah ke tempat dari mana kita datang. Bagaimana pendapat Anda, Mr. Surehand?" "Perhitungan Anda memang benar," katanya sambil berpikir-pikir "akan tetapi mungkin juga bahwa akhirnya mereka mengetahui bahwa mereka telah kita tipu." " Tentu saja, akan tetapi mereka akan mengambil kesimpulan yang salah. Mereka akan mengira bahwa kita ingin mendahului mereka jauh-jauh, akan tetapi mereka tidak akan menduga bahwa kita akan berbalik." "Ya, jikalau kita segera berangkat, maka dua jam lagi kita dapat membelok. Mereka tidak akan mengetahuinya." "Sayang kita tidak dapat memberi kuda kita minum, sebab saya yakin bahwa mereka berjaga-jaga di seberang sungai. Kalau mereka melihat bahwa kita memberi kuda kita minum, maka mereka akan mengambil kesimpulan, bahwa kita hendak pergi. Akan tetapi kuda kita akan segera mendapat air, sebab kita akan cepat-cepat pergi ke batang air yang dilalui oleh kedua orang prajurit Comanche bekas tawanan kita. Jadi janganlah kita menunggu lebih lama lagi, sudah banyak waktu yang kita buang." Kami segera naik, lalu berjalan menyusur sungai. Dalam pada itu kami tetap terlindung oleh hutan semak belukar, sehingga tidak akan terlihat oleh orang Indian, Setelah kami berjalan kira-kira satu jam lamanya sampailah kami pada muara batang air yang saya maksud tadi. Di situ kami memberi kesempatan kepada kuda kami untuk minum. Sesudah itu kami mengikuti batang air itu ke arah hulu. Jadi kami berjalan ke arah Barat, walaupun tujuan kami ada di sebelah Timur. Selama itu saya tidak mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Old Surehand, karena teman-teman saya selalu meminta perhatian saya. Ceritera Old Wabble mengenai bahaya di Llano Estacado sangat membekas pada mereka. Baru saja kami berjalan beberapa menit, maka Old Wabble sudah diminta untuk meneruskan ceriteranya. Di sana-sini saya memberi keterangan atau menambah ceritera cowboy tua itu. Akhirnya saya diminta ikut juga menceriterakan pengalaman saya di padang pasir itu. Dengan segala senang hati permintaan mereka itu saya penuhi. Dengan segera saya melihat bahwa ceritera-ceritera itu telah menimbulkan akibat yang saya maksud. Rupa-rupanya takut mereka makin menjadi-jadi. Itu tidak dikatakannya dengan terang- terangan, akan tetapi dapat saya lihat pada muka mereka. Jikalau saya menghendaki agar mereka itu memisahkan diri, maka itu harus terjadi dengan segera. Saat yang sebaik-baiknya untuk berpisah ialah apabila kami harus membelok sesudah berjalan dua jam lamanya. Maka saya teruskan ceritera saya sampai waktu dua jam itu hampir lewat. Kemudian saya memencil untuk memberi mereka kesempatan berunding tanpa saya saksikan. Maksud saya tercapai. Mereka berbisik-bisik. Saya melihat bahwa yang seorang mencoba menghasut yang lain; apa yang mereka maksud sudah dapat saya terka. Sebentar lagi kami akan sampai pada sebuah batang air yang bermuara di sungai yang kami lalui itu. Itulah tempat yang baik bagi kami untuk membelok, sebab di batang air itu kami dapat menyembunyikan jejak kami. Karena itu saya berhenti lalu berkata: "Tuan-tuan, waktu dua jam sudah lewat. Kini tidak perlu lagi kita terus berjalan ke arah Barat. Adakah Anda sependapat dengan saya?" Old Surehand, Old Wabble, Parker dan Hawley menyatakan persetujuannya. Yang lain-lain menjadi malu, mereka mengerlingkan matanya yang satu kepada yang lain. Akhirnya seorang dari mereka datang kepada saya lalu berkata: "Anda sudah pernah pergi ke El Paso del Norte, Sir?" "Sudah beberapa kali," jawab saya. "Berapa lama kita perlukan untuk mencapai tempat itu?" "Jikalau kita menunggangi kuda yang masih segar, dalam lima atau enam hari saja sudah dapat sampai ke sana. Mengapa itu Anda tanyakan, Mr. Wren?" Demikianlah nama orang itu. Ia menjawab. "Itu akan saya katakan, sekiranya saya tahu bahwa Anda tidak akan menaruh curiga kepada saya." "Menaruh curiga? Sebab apa?" "Jangan Anda salah sangka. Soalnya ialah. eh. ialah. eh.. " Ia menggaruk-garuk kepalanya di belakang telinganya. Rupa-rupanya ragu-ragu benar ia menyampaikan maksudnya. Karena itu ia mencoba memutar- mutar perkataannya: "Anda tahu bahwa sebenarnya kami hendak pergi ke Texas, akan tetapi kami sudah berganti haluan." "Betul?" "Ya. Ketika Anda kemarin pergi ke perkampungan orang Comanche dengan Mr. Cutter, kami bercakap-cakap dan kami berpendapat bahwa di El Paso kami akan memperoleh kemungkinan yang lebih baik untuk mencapai apa yang hendak kami cari di Texas. Bagaimana pendapat Anda?" "Pendapat saya tidak penting, yang penting ialah bagaimana pendapat Anda sendiri." "Ya. Itu benar sekali. Kami berpendapat lebih baik kami pergi ke El Paso atau setidak-tidaknya kami mengambil jalan melalui Rio del Norte." "Mengapa itu Anda katakan seakan-akan Anda harus minta maaf." "Ya. Bukankah semestinya kami harus ikut ke Llano Estacado?" "Harus? Saya kira itu kehendak Anda sendiri." "Ya, memang, akan tetapi pendapat kami sudah berubah. Mudah-mudahan Anda tidak mengira bahwa kami takut melalui Llano Estacado." "Tidak sama sekali. Mengapa kami harus mengira bahwa Anda takut? Karena Anda telah mengubah rencana Anda? Bukankah Anda orang bebas dan dapat berbuat sekehendak Anda sendiri?" "Senang hati saya bahwa demikian pendapat Anda. Saya akan merasa menyesal sekiranya Anda mengira bahwa kami takut. Jadi Anda tidak berkeberatan sekiranya kami meninggalkan Anda?" "Sama sekali tidak. Bilamana Anda hendak meninggalkan kami?" "Sekarang juga." "Mengapa sekonyong-konyong benar?" "Kalau tidak begitu, maka kami akan membuang-buang waktu dan berjalan sangat mengeliling. Bukankah Anda akan berbalik kembali?" "Ya, itu benar. Jikalau Anda hendak pergi ke Rio Grande del Norte, maka Anda harus berjalan terus." "Dan oleh karena Anda hendak berbalik, maka di sini kita harus berpisah. Itu sangat kami sesalkan, akan tetapi apa boleh buat. Saya senang sekali bahwa Anda tidak berkecil hati." "Berkecil hati? Pikiran itu sama sekali tidak timbul pada saya! Anda memikirkan kepentingan Anda sendiri dan itu adalah hak setiap orang." Old Wabble mendengarkan percakapan kami dengan acuh tak acuh, akan tetapi Parker dan Hawley rupa-rupanya agak marah. Mereka tercengang- cengang dan saya melihat bahwa Hawley hendak memarahi mereka. Akan tetapi ia saya beri isyarat dan ia hanya berkata: "Setiap orang dapat berbuat sekehendaknya sendiri. Jikalau Tuan-tuan ini hendak meninggalkan kita, maka kita tak mempunyai hak untuk menghindarinya. Bahkan kita wajib seberapa boleh menolong mereka dengan memberi mereka sebagian dari bekal perjalanan kita." Parker hendak membuka mulutnya, akan tetapi rupa-rupanya Old Wabble mengerti apa maksud saya. Karena itu ia segera menyela. "Siapa yang berkuasa tentang perbekalan kita? B ukankah orang yang mengambilnya? Dan siapakah itu? Itu saya! Dan saya bermaksud hendak memberi mereka daging sebanyak mereka perlukan. Adakah mereka hendak meninggalkan kita karena takut atau karena alasan yang lain, itu bukan urusan saya! Mereka akan saya beri daging karena mereka harus makan di tengah jalan, it's clear. Jadi barangsiapa hendak pergi cukuplah memberitahukan maksudnya kepada kita. Rupa-rupanya semuanya ingin pergi, kecuali Parker dan Hawley." Parker dan H awley mengeluh, karena mereka merasa malu telah berjalan bersama-sama dengan orang yang ternyata pengecut itu. Akan tetapi keluh kesah mereka tidak kami hiraukan. Orang-orang itu kami beri daging dan setelah mereka minta diri maka berpisahlah kami. Parker masih juga mengutuki mereka. Saya bertanya kepadanya: "Saya kira Anda melihat saya memberi isyarat. Adakah Anda memahami isyarat saya?" "Ya. Saya terpaksa membiarkan mereka pergi." "Mengapa Anda menyumpah-nyumpah?" "Karena kesal hati saya." "Jangan Anda kesal hati. Sesungguhnya kita harus bergirang hati bahwa mereka telah meninggalkan kita. Kita akan menghadapi kemungkinan yang memerlukan orang-orang yang jantan, bukan pengecut. Dan walaupun mereka itu sesungguhnya bukan pengecut, akan tetapi mereka tidak dapat kita andalkan." Kini ia merasa lega lalu bertanya: "Dan saya tidak Anda usir?" "Tidak." "Jadi Anda berpendapat bahwa saya dapat Anda andalkan?" "Mudah-mudahan Anda akan membuktikan bahwa Anda dapat saya andalkan." "Nah, Mr. Parker," kata Old Wabble. "Jagalah jangan hendaknya peluru Anda menyasar apabila Anda nanti harus menembak kijang lagi!" "Teguran itu tidak pada tempatnya, Mr. Cutter. Sampai sekarang saya selalu dapat menembak setiap kijang." "Kecuali kijang Anda yang pertama!" jawab cowboy tua itu dengan tersenyum. "Anda telah menyaksikannya sendiri." "Ya! Ketika itu Anda menembak seekor kuda beban!" "Apa? Kuda beban?" "Ya, kuda beban, atau lebih tepat lagi binatang yang Anda sangka kuda beban, akan tetapi ternyata anak kijang." "Apa yang Anda maksud?" "Bahwa Anda ketika itu menipu saya. Sebenarnya Anda tak hendak menembak kijang itu, melainkan Anda hendak lari!" "Mr. Cutter, saya tidak mengerti. Anda telah melihat dengan mata sendiri kijang yang saya tembak itu!" "Ya, betul, saya telah melihat dengan mata saya sendiri kijang besar yang ditembak oleh ketua suku Panashts untuk Anda. Kijang itu dihadiahkan kepada Anda, karena Anda telah memberi peringatan kepadanya bahwa ia akan saya hadang dan Anda mengaku bahwa kijang itu Anda sendiri yang menembak. Bukankah begitu, Mr. Parker?" "Akan tetapi. eh. akan tetapi." kata Parker dengan kemalu-maluan. "Katakan sajalah bagaimana letak perkaranya." "Dari siapa Anda mendengar obrolan itu." "Obrolan? Ya, sesungguhnya saya tidak pernah percaya bahwa Anda telah menembak kijang sebesar itu. Seorang Greenhorn sehijau Anda akan dapat menembak binatang raksasa! Akan tetapi saya tertipu juga, karena kemudian Anda selalu dibawa langkah baik apabila harus menembak. Tetapi sekarang saya tidak percaya lagi." "Saya yang menembak kijang itu! Siapakah bedebah yang mencemarkan nama saya itu?" "Bedebah? Bedebah yang menceriterakannya? Itu Anda sendiri, Mr. Parker! Atau Anda hendak menyangkal bahwa Anda sendiri telah menceriterakannya?" "Saya sendiri? Kepada siapa dan bilamana?" Kepada teman-teman Anda. "Ah, adakah mereka menceriterakannya? Sayang bahwa mereka sudah pergi! Siapa yang menceriterakannya kepada Anda?" "Wren, yang tadi mengangkat bicara atas nama teman-temannya." "Bilamana?" "Tadi malam, ketika kami bersama-sama menjaga dan mempergunakan waktu itu untuk berceritera." "Dongengan yang tidak benar, itulah barangkali yang Anda maksud!" "Oho! Barangkali Anda mengira dapat mengingkarinya oleh karena mereka sudah pergi. Akan tetapi di sini masih ada orang lain yang Anda mendengarkan ceritera Anda juga, yakni Mr. Shatterhand dan Hawley. Bukankah begitu, Jos?" Sayang bahwa pertanyaan itu tidak ditujukan kepada saya, sebab pertanyaan itu niscaya akan saya jawab dengan olok-olok. Akan tetapi Hawley selalu bersikap jujur dan tidak biasa berolok-olok; karena itu ia menjawab dengan sungguh-sungguh. "Ya, benar, ia menceriterakannya, jadi tak dapat tidak begitulah halnya." Kini Parker berseru dengan marah: "Tutup mulutmu, tolol! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa ceritera itu benar! Bukankah seringkali orang menceriterakan sesuatu yang tidak benar-benar terjadi?" "Untuk apa orang menceriterakan sesuatu yang tidak benar?" "Karena orang hendak berolok-olok, seperti halnya dengan ceritera saya." "Sudahlah," demikian Old Wabble menyela. "Tidak seorangpun akan mengatakan bahwa ia tidak menembak binatang apabila ia ada menembaknya. Dan Anda mengatakan juga bahwa yang menembak itu orang kulit merah. Akan tetapi masih ada hal-hal lain yang lebih penting. Di sini kita harus berbalik, bukan Mr. Shatterhand?" "Tidak di sini, melainkan sebentar lagi. Di sana ada sebuah batang air yang bermuara di sungai kecil ini. Jikalau kita berjalan di dalam batang air itu maka sekiranya orang-orang kulit merah itu hari ini juga datang, mereka tidak akan melihat jejak kita." "Tepat sekali! Mereka akan mengikuti jejak ke delapan teman kita dan mereka akan mengira bahwa kita masih bersama-sama dengan mereka, padahal kita telah membelok. Itu akal yang baik sekali, it's clear." Sepuluh menit kemudian sampailah kami pada batang air yang saya maksud tadi. Kuda kami kami suruh turun ke dalam air dan kami berjalan di dalam sungai itu ke arah hulu, Old Wabble berkata kepada saya: "Sir, jikalau saya mengatakan bahwa saya dapat menerka salah satu dari kecerdikan Anda, maukah Anda percaya?" "Kecerdikan yang mana?" "Bahwa ke delapan orang itu tidak Anda bawa sampai batang air ini. Anda berhenti sebelum kita sampai ke batang air ini." "Apa maksudnya?" "Untuk menipu mereka yang mengejar kita. Apabila mereka datang, maka mereka akan turun pada tempat di mana kita berhenti dan mereka niscaya akan menyelidiki apa sebabnya maka kita berhenti. Sekiranya kita berhenti pada batang air ini, maka mereka tentu akan menyelidiki tempat ini lebih saksama dan mereka akan mengetahui bahwa lima orang dari rombongan kita turun ke dalam air. Dengan demikian mereka akan melihat jejak kita. Untuk menghindari kemungkinan itu maka Anda usahakan agar perpisahan itu sudah terjadi terlebih dahulu. Betulkah pendapat saya itu, Sir?" "Ya, Anda dapat menerka siasatnya, Mr. Cutter. Sekiranya kita selanjutnya dapat saling memahami maksud kita, maka besar sekali manfaatnya." Berjalan di dalam air itu tidaklah mudah bagi kuda kami, karena dasar sungai itu tidak sama dalam. Akan tetapi walaupun begitu kuda kami masih kami suruh berjalan di dalam air selama kira-kira satu jam. Kemudian kami naik ke darat. Itu kami lakukan pada suatu tempat yang berbatu-batu, sehingga kaki kuda kami tidak akan meninggalkan jejak. Dengan demikian kami sudah menjalankan segala daya upaya agar orang-orang kulit merah itu tidak akan dapat menemukan jejak kami. Batang air itu menuju ke arah Selatan; kini kami berjalan ke arah Timur, ke arah Rio Pecos yang sebenarnya. Tempat itu letaknya kira-kira dua jam dari tempat di mana kami bertemu paling akhir dengan orang Comanche. Dan hanya secara kebetulan saja kami akan dapat bersua lagi dengan mereka. Kira-kira pukul setengah dua sampailah kami ke Rio Pecos. Kami segera mendapatkan tempat di mana kami dapat berenang ke seberang dengan mudah. Sesudah itu kami meneruskan perjalanan kami dengan cepat. "Rupa-rupanya Anda sedang beriang hati," kata Old Surehand. "Ya," jawab saya. "Dan hati saya akan lebih senang lagi apabila Winnetou sudah ada di tengah-tengah kita." "Bilamana kita akan bertemu dengan dia?" "Itu belum dapat saya katakan dengan pasti. Seperti yang telah saya katakan kepada Anda, ia telah berjalan lebih dahulu ke Llano Estacado. Barangkali hari ini juga kita akan bertemu dengan utusannya." "Di mana? Adakah Anda telah menetapkan tempat pertemuan itu?" "Tidak, akan tetapi saya tahu kira-kira di mana. Saya hanya mengucapkan dugaan belaka. Nanti kita akan mendapat kepastian, apabila kita berhenti untuk bermalam. Winnetou mengetahui bahwa saya langsung pergi dari Mistake Canyon ke Llano Estacado. Jadi jikalau ia meninggalkan seorang utusan, maka utusan itu akan menunggu saya pada suatu titik yang terletak pada garis perjalanan saya." "Dan sekarang kita berjalan melalui garis itu?" "Belum. Untuk membebaskan Anda saya terpaksa menyimpang dari jalan itu. Kini kita sudah mendekati garis lurus itu; sejam lagi kita akan sampai ke sana. Sayang kita tak dapat berjalan lebih cepat lagi, karena Parker dan Hawley selalu ketinggalan di belakang. Nanti malam kita akan mencapai tempat yang oleh orang Apache disebut Altschese Tschi. Itulah tempat yang paling serasi bagi seorang utusan untuk menunggu kedatangan saya." "Ada pohon di sana?" "Mengapa Anda tanyakan?" "Karena kata-kata itu dalam bahasa Apache artinya hutan kecil." "O, Anda mengerti bahasa itu?" "Sedikit." "Itu sangat menguntungkan. Saya kira Anda belum pernah mengunjungi daerah orang Apache?" "Memang begitu. Daerah perburuan saya letaknya agak di sebelah Utara. Akan tetapi saya sudah lama bergaul dengan orang-orang yang mengerti beberapa logat bahasa Indian dan dari mereka saya mempelajari apa yang saya perlukan. Senang benar hati saya mengetahui bahwa saya nanti dapat berbicara dengan Winnetou dalam bahasa daerahnya. Tahukah ia nama saya?" "Pasti. Mau juga saya mengatakan kepada Anda bahwa Anda sangat dihormatinya. Sebenarnya sangat mengherankan bahwa kami belum pernah bertemu dengan Anda." "O, itu dapat dipahami dan Anda niscaya tidak akan heran lagi apabila Anda kelak mengetahui bagaimana dan dari apa saya hidup." "Adakah itu rahasia?" "Ya dan tidak, itu bergantung kepada pendapat orang. Saya tidak biasa dan tidak suka mempercakapkannya." Seketika itu ia berpaling sedikit dan mukanya seakan-akan diliputi oleh bayangan yang suram. Adakah saya sudah menyinggung suatu rahasia? Rupa- rupanya saya telah menyentuh sesuatu yang merupakan luka baginya. Kami berdua berdiam diri. B arangkali orang ini mempunyai riwayat yang khusus. Sebenarnya tidak ada seorang penjelajah hutan pun yang riwayatnya biasa saja. Kini hari sudah pukul tiga siang; orang-orang Comanche mustahil dapat mendapatkan jejak kami. Paling banyak mereka baru sampai ke Rio Pecos untuk mencari tempat penjagaan kami, yang tidak akan didapatinya di sana karena tempat penjagaan itu memang tidak pernah ada. Akibat percakapan kami tadi, Old Surehand rupa-rupanya kini sedang termenung, sebab ia sudah memacu kudanya serta berjalan di depan sekali. Sekonyong-konyong ia berhenti, turun dari kudanya lalu menyelidiki tanah. Ia telah mendapati jejak. Sayapun turun juga. Old Wabble mengikuti contoh saya, menyelidiki rumput yang bekas diinjak orang, lalu berkata: "Ini jejak kuda, Sir, jejak enam ekor kuda. Mereka berjalan berturut-turut, namun begitu saya dapat melihat bahwa jumlah kuda itu ada enam ekor. Mereka berjalan ke arah Timur dan jejak ini usianya kira-kira dua jam." Old Surehand dan saya bertukar pandangan untuk menyatakan kekaguman kami terhadap kecakapan bekas cowboy itu. Di padang terbuka ini bekas raja cowboy itu menunjukkan keahliannya. Oleh karena kami tidak menjawab, maka ia bertanya: "Anda tidak setuju?" "Setuju sekali," jawab saya. "Anda pandai sekali membaca jejak." "Sayang, lebih daripada itu tidak saya ketahui, Sir. Selebihnya harus saya serahkan kepada Anda, karena saya tidak mengenal daerah ini dan orang- orang kulit merah yang biasa berkeliaran di sini." "Jejak itu hanya mungkin berasal dari orang Apache atau orang Comanche." "Orang apakah mereka itu pada pendapat Anda?" "Itu tidak dapat saya katakan dengan pasti, saya hanya dapat menduga. Orang-orang Comanche telah meninggalkan kampung mereka dan dewasa ini mereka ada di daerah ini. Orang-orang Apache mengetahui bahwa orang Comanche telah menggali kapak peperangan; karena itu maka mereka akan bersikap hati-hati, jadi mungkin sekali telah mengirimkan mata-mata lebih dahulu. Jejak itu arahnya ke Timur, jadi ke Llano Estacado. Orang Indian manakah yang hendak pergi ke Llano?" "Orang Comanche!" "Tepat Saya yakin bahwa hanya ada seorang Apache saja yang mengetahui rencana itu, yakni Winnetou, orang-orang Apache-Mescalero mendapat berita dari dia atau dari seorang utusan. Jadi saya kira mereka belum ada di sini, jadi belum dapat juga mengirimkan mata-mata ke Llano. Lagi pula perkampungan mereka letaknya lebih ke selatan lagi. Sekiranya mereka mengirimkan utusan atau mata-mata kemari, maka orang-orang Apache itu tentu s udah bergerak ke arah Utara." "Jikalau begitu kita tak usah ragu-ragu lagi; jadi saya kira...." "H o!" demikian saya menyela. "Apa yang saya katakan tadi hanyalah dugaan belaka, belum lagi merupakan keyakinan. Kita harus memperoleh kepastian. Soal ini adalah sedemikian pentingnya sehingga kita tak boleh membuang-buang waktu. Dapatkah Anda mengikuti jejak itu sambil berjalan cepat?" "Mengapa masih Anda tanyakan? Bukankah Anda tidak mengira bahwa mata saya buta?" "Naiklah dan berjalanlah kembali mengikuti jejak itu barang lima menit! Saya ingin mengetahui arah jejak itu. Adakah jejak itu berjalan lurus atau membelok?" "Baik, itu akan saya kerjakan." Ia memalingkan kudanya lalu berjalan mengikuti jejak dari mana keenam orang berkuda itu datang. Tubuhnya makin lama makin kecil; akhirnya ia tidak kami lihat lagi. Sebentar kemudian ia timbul lagi sebagai sebuah titik yang bergerak, yang makin lama makin menjadi besar, sampai ia berdiri di muka kami. "Bagaimana?" tanya saya. "Jejak itu lurus sekali jalannya." "Apabila jejak itu diikuti lurus-lurus tahukah Anda sampai ke mana akhirnya jejak itu?" "Ke Air Biru, saya rasa." "Ya. Vupa Umugi, ketua suku orang Comanche, mengirimkan keenam orang ini sebagai mata-mata. Mereka harus kita kejar selekas-lekasnya." "Mengapa secepat itu? Kita hendak menyusul mereka?" "Ya." "Saya kira itu salah, Sir!" "Apa sebabnya?" "Bukankah Anda tak hendak membunuh orang Indian?" "Tentu saja tidak." "Dan Anda hendak menyusul mereka? Itu tidak cocok. Anda tidak mengerti? Anda tidak mau membunuh orang, akan tetapi Anda akan terpaksa membunuh enam orang Indian ini sekiranya mereka kita susul. Bukankah mereka tidak boleh mengetahui bahwa kita ada di sini? Sekiranya seorang dari mereka dapat meloloskan diri, maka mereka akan pergi memberitahukan kepada ketuanya bahwa kita ada di sini. Keuntungan kita pada dewasa ini ialah bahwa Vupa Umugi mempunyai keyakinan bahwa kita berjalan ke arah Barat." "Pendapat Anda itu sebagian benar. Mr. Cutter, akan tetapi sebagian tidak. Adakah kita akan menampakkan diri kepada mata-mata itu, itu bergantung kepada keadaan. Jalan mereka melalui Hutan Kecil, di mana seperti telah saya katakan tadi, utusan Winnetou menunggu kita. Jikalau mereka melihat utusan Winnetou itu atau melihat jejaknya, maka mereka tentu akan menyerang dia. Enam melawan satu bukanlah perbandingan yang menguntungkan; dalam hal yang demikian orang Apache itu akan ditawan atau dibunuh. Jikalau ia tertawan, maka kita harus membebaskan dia. Jadi, Tuan-tuan, mari kita berangkat!" Mata-mata orang Comanche itu sekurang-kurangnya dua jam perjalanan di depan kami, akan tetapi mereka berjalan perlahan-lahan. Sayang, kemudian ternyata bahwa Parker dan Hawley tidak dapat berjalan secepat kami. Karena itu saya tetapkanlah bahwa Parker dan Hawley harus mengikuti jejak kami dari belakang. Saya akan berjalan lebih dahulu dengan Old Surehand dan Old Wabble. Menilik jejak mereka orang-orang Comanche itu kemudian berjalan lebih cepat, sehingga lenyaplah harapan saya untuk dapat menyusul mereka sebelum Hutan Kecil. Sesudah dua jam berjalan kami harus memberi kesempatan kepada kuda kami untuk melepaskan lelah sedikit; karena itu kami berjalan lebih lambat sedikit. Setengah jam kemudian kami melihat di kaki langit sebuah titik hitam. Saya menunjuk ke titik itu sambil berkata: "Itulah Hutan Kecil. Jikalau kita berjalan lurus-lurus, maka dalam seperempat jam saja kita sudah sampai ke sana." "Tidak boleh kita berbuat begitu," seru Old Wabble. "Betul, sebab orang Comanche niscaya ada di hutan itu." "Kita harus berjalan mengeliling. Bagaimana itu akan kita kerjakan?" "Untung tempat ini saya kenal baik. Kita membelok ke Selatan! Kita harus berjalan mengeliling." Sambil kami berjalan, Old Wabble bertanya: "Dapatkah kita mendekati hutan itu tanpa dapat dilihat oleh orang-orang Comanche?" "Ya, dapat. D ari arah Timur ada mengalir sebuah batang air yang membentuk sebuah kolam. Kolam ini garis tengahnya barangkali hanya lima puluh langkah panjangnya, akan tetapi mengandung cukup air untuk memungkinkan adanya sebuah hutan yang garis tengahnya sepuluh kali lebih besar. Hutan itu ialah Altschese Tschi, Hutan Kecil. Hutan itu di tepi Selatan sangat lebat; di sana kita masuk. Orang-orang Comanche itu niscaya tidak duduk di sebelah situ, jadi saya kira paling baik kita menyusup dari sana. Jikalau kita tidak mau sampai malam, maka saya tidak tahu cara yang lebih baik untuk masuk ke dalam hutan itu." "Ya, itu harus kita coba, it's clear. Akan tetapi itu tidak hati-hati." "Apakah yang Anda maksud dengan tidak hati-hati?" kata Old Surehand. "Apabila tidak ada pilihan yang lain, maka kita harus memilih jalan yang paling baik." Cepat-cepat kami memacu kuda kami ke arah hutan itu. Daerah itu tanahnya sangat lembek dan ditumbuhi rumput sehingga bunyi depak kuda kami hampir tiada kedengaran. Old Surehand berbisik ke arah saya: "Peganglah kuda saya. Sebentar lagi saya kembali." "Hendak apa Anda?" "Menyelidik. Jangan khawatir. Saya tahu bagaimana saya harus mengerjakannya." Jikalau saya hendak ikut, niscaya ia akan merasa tersinggung; karena itu saya biarkan dia pergi seorang diri. Lama sekali ia pergi; ketika ia kembali ia memberitakan: "Kita mujur sekali tidak dilihat oleh mereka. Orang-orang Comanche itu ada di dalam hutan." "Anda melihat mereka?" tanya saya dengan perlahan-lahan. "Tidak, tetapi saya melihat jejak mereka dan jejak itu menuju ke hutan. Selanjutnya saya telah menyatakan sendiri bahwa jejak mereka tidak ke luar lagi. Jadi mereka masih ada di dalam. Itu saja yang hendak saya ketahui. Mereka harus kita dekati secara menyuruk dan merangkak." "Ya," kata Old Wabble sambil mengangguk. "Itu harus dikerjakan oleh dua orang; yang ketiga harus menjaga kuda. Siapakah yang akan menjaga kuda, Mr. Shatterhand?" "Anda sendiri," jawab Old Surehand, walaupun pertanyaan cowboy tua itu diarahkan kepada saya. "Saya tidak mau duduk menganggur di sini! Saya ikut merangkak ke hutan, sebab saya hendak membuktikan bahwa saya tidak takut." "Kami sudah tahu bahwa Anda tidak takut; jadi Anda tak usah membuktikannya. Saya tidak perlu mengatakan bahwa kini saya telah mengenal Anda benar-benar dan sangat menghormati dan mengagumi Anda dan karena itu saya percaya bahwa Anda tidak akan marah sekiranya saya mengingatkan kepada Anda bahwa merangkak di dalam semak belukar bukanlah bakat Anda yang paling kuat. Anda adalah orang prairi. Karena itu saya rasa lebih baik Anda tinggal di sini menjaga kuda!" "Ya, kalau itu Anda kehendaki," jawab orang tua itu; akan tetapi saya melihat bahwa jawab saya tidak disambutnya dengan senang hati, "Ini bukan waktu dan tempat untuk bertengkar. Baiklah saya bersikap bijaksana. Pergilah menyelidiki, akan tetapi jikalau Anda nanti kembali sebagai mayat, jangan Anda menyalahkan saya." Ia memegang kuda kami pada tali kekangnya. Bedil kami kami tinggalkan, sebab hanya mengganggu saja apabila kami harus merangkak, Old Surehand memandang saya dengan pandangan yang mengandung pertanyaan; saya berkata: "Saya rasa berbahaya sekali apabila kita berpisah di sini; hari masih terang sekali dan kita dapat dilihat orang dengan mudah. Dalam hal yang demikian kita harus menolong pihak yang terancam bahaya." "Itu tepat, Sir! Ke mana kita pergi? Saya kira saya mengetahui tempat yang dapat kita tembus! dengan mudah." Kami menyuruk berturut-turut ke dalam semak belukar Dalam waktu setengah jam kami telah menempuh sepertiga jalan. Semak belukar kini tidak seberapa lebat lagi. Kami harus menuju ke tengah-tengah hutan di mana ada kolam kecil; kami yakin bahwa orang-orang Comanche ada di sana. Seperempat jam kemudian kami mendengar kuda mendengus di depan kami. Old Surehand menyentuh lengan saya. Adakah kuda itu mendengus dengan kebetulan saja atau ia memberi isyarat secara pelajaran orang Indian bahwa ada bahaya mengancam? Dalam hal yang kemudian kami harus lebih hati-hati lagi. Tingkah laku Old Surehand saya kagumi benar Ia merangkak di belakang saya, akan tetapi kini ia sudah ada di sisi saya merangkak sedemikian hati- hatinya dan sedemikian cekatannya sebagai tak pernah saya lihat pada orang kulit putih. Dengan demikian perlahan-lahan sekali kami maju, akan tetapi pasti kami akan mencapai tujuan kami dengan selamat. Akhirnya kami mendengar suara orang. Apa yang dibicarakannya belum dapat kami pahami, karena suara itu masih terlampau jauh. Makin lama kami mendekat, makin jelas suara mereka; akhirnya kami melihat orang yang bercakap-cakap itu. Rupa- rupanya bukan percakapan biasa, melainkan lebih menyerupai peradilan prairi. Kami bersembunyi di belakang semak-semak yang tidak seberapa lebat, sehingga kami dapat melihat dengan jelas di depan kami ada kolam kecil; di sebelah kanan kolam itu ada enam ekor kuda terikat, sedangkan di sebelah kiri ada seekor kuda berdiri sendiri. Di tanah terbaring tiga orang Comanche yang sudah mati; tiga orang lain berdiri di dekatnya. Mereka berhadapan dengan seorang Apache yang terikat pada pohon. Oleh karena tawanan itu berdiri dengan punggungnya ke arah kami, maka kami tidak dapat melihat mukanya. Rupa-rupanya ia luka, sebab pada kakinya kami melihat darah, walaupun luka itu tidak melemahkan badannya. Setelah kami menghampiri dia sampai dekat sekali, maka kami dapat mendengar dengan terang apa yang dikatakan oleh tawanan itu. "Anjing-anjing orang Comanche akan membunuh saya, akan tetapi mereka tidak akan mencapai maksud mereka. Pesch Endatsch mentertawakan mereka. Mereka berenam, tetapi saya telah membunuh tiga orang daripada mereka sebelum mereka dapat menangkap saya. Saya akan mati, akan tetapi jiwa ketiga orang anjing Comanche itu akan melayani saya di padang perburuan abadi." Pesch Endatsch, itu Pisau Panjang! Ia saya kenal baik. Ia adalah seorang prajurit Apache yang paling berani dan paling cerdik. Ia sangat dihormati oleh seluruh suku Apache Mescalero dan sering sekali ia dipilih sebagai pemimpin muda. Apabila ada sesuatu tugas yang sangat berbahaya, maka ia selalu dipilih untuk menjalankan tugas itu. Jadi dialah yang menunggu saya di hutan kecil ini. Saya tidak salah sangka ketika saya menduga bahwa Winnetou sudah bertemu dengan sesama sukunya dan meninggalkan seorang utusan, lalu berjalan terus ke Llano Estacado. Seorang dari orang-orang Comanche itu membuat gerak yang menyatakan ejekan, lalu menjawab: "Pisau Panjang busuk baunya. Jiwanya akan dilemparkan dan di padang perburuan abadi ia tidak akan memperoleh pelayan, sebab scalpnya akan kami ambil sebelum ia kami siksa sampai mati. Ia telah dapat membunuh tiga orang dari kami, karena ia bersikap pengecut dan menyembunyikan diri. Sekiranya ia menampakkan diri dengan terang-terangan, maka darahnyalah yang akan mengalir bukan darah kami." "Ya, anjing-anjing Comanche itu berani berjuang dengan saya karena mereka mempunyai duabelas tangan yang berhadapan dengan saya seorang diri. Sekiranya mereka tidak sebanyak itu jumlahnya, maka mereka pasti akan lari seperti coyote, yang hanya pandai meraung-raung akan tetapi tidak berani menggigit. Apabila Anda mengirimkan saya ke padang perburuan abadi, maka di sana saya hanya menjumpai jiwa orang Apache belaka. Di sana tidak ada orang Comanche, oleh karena hanya jiwa orang yang gagah berani saja dapat memasuki padang perburuan abadi, bukan jiwa pengecut." Dalam pada itu ia meludah tiga kali ke arah musuhnya. Orang Comanche itu berkata lagi. "Pengecut itu ialah Anda, bukan kami. Anda besar mulut untuk menutupi ketakutan Anda. Anda tahu bahwa kulit dan daging Anda akan kami potong- potong. Akan tetapi kami bersedia memberi Anda ampun dan membunuh Anda secepat-cepatnya tanpa menyakiti Anda, apabila Anda mau berkata benar dan menjawab segala pertanyaan kami." Pisau Panjang mengangkat kepalanya dengan congkak, akan tetapi berbuat pura-pura mau menerima usul orang Comanche itu: "Orang Comanche boleh berbicara." "Adakah prajurit-prajurit Anda hendak memerangi orang Comanche?" "Tidak." "Saya tidak percaya." "Anda harus percaya. Adakah Anda mengira bahwa beruang mau berkelahi dengan tikus yang lemah?" "Uf! Jikalau Anda terus-menerus menghina kami, maka Anda tak usah mengharapkan ampun daripada kami. Di mana orang-orang Apache Mescalero?" "Di kampungnya." "Di mana Winnetou, ketua suku Anda?" "Jauh di sebelah Utara, di tengah-tengah orang Indian yang menyebut dirinya Shoshone." Itu dikatakannya untuk membuat orang-orang Comanche itu mengira bahwa mereka tak usah takut akan berhadapan dengan Winnetou. "Itu bohong. Kami ada melihat Old Shatterhand dan di mana ada Old Shatterhand, di sana ada pula Winnetou." "Orang Comanche berbohong; ia hendak menipu saya. Old Shatterhand tidak ada di lembah ini dan tidak ada pula di pegunungan-pegunungan kita. Ia telah pulang kembali ke negeri asalnya dan baru akan balik ke mari dua atau tiga tahun lagi." "Saya tidak berbohong!" seru orang Comanche itu dengan marah. "Kami telah melihat dia." "Di mana?" "Di perkemahan kami. Ia telah kami tangkap dan ia akan menemui ajalnya pada tiang siksaan." "Old Shatterhand?" kata orang Apache itu dengan tertawa mengejek. "Semua prajurit orang Comanche bersama tidak akan dapat mengikat pemburu orang kulit putih ini pada tiang siksaan. Sekalipun mereka dapat menangkap dia, ia akan dapat melepaskan diri, akan tetapi dia tidak tertawan sebab ia ada di negeri di mana ia dilahirkan." R upa-rupanya ia bermaksud menggosok-gosok Comanche itu supaya marah dan dengan demikian mau memberi keterangan yang lebih banyak. Maksudnya itu tercapai sebab orang Comanche itu berseru dengan marah: "Ia sudah ada di tangan kami. Saya berkata benar, tetapi Anda berbohong. Bagaimana Anda dapat mengatakan bahwa prajurit-prajurit Anda masih ada di rumahnya. Mereka sudah ada di jalan, kalau tidak begitu masakan akan mengirimkan mata-mata." "Mengirimkan mata-mata. Bilamana?" "Sekarang. Anda adalah mata-mata!" "Saya? Siapa yang membohongi Anda bahwa Pisau Panjang adalah mata-mata. Adakah saya men-cat muka saya dengan warna peperangan?" "Anda tidak berbuat begitu, karena Anda hendak menipu kami!" "Di mana tempat tinggal orang Comanche? Bukankah di daerah Utara? Di mana tempat tinggal orang Apache Mescalero? Di daerah Selatan. Dan d mana saya ini? Jauh di sebelah Timur. Adakah saya akan berjalan sejauh ini ke sebelah Timur, sekiranya saya mata-mata?" "Tentu Anda telah mendengar ke mana kami hendak pergi." "Uf! Uf! Tidakkah Anda melihat bahwa Anda telah membuka rahasia Anda? Jadi anjing-anjing orang Comanche itu telah meninggalkan liangnya, tidak untuk memerangi orang Apache melainkan untuk pergi ke Timur. Sekarang saya tahu apa yang hendak Anda perbuat!" Orang Comanche itu mengerti bahwa ia telah tertipu. Karena itu ia berseru dengan marah: "Diam, anjing! Saya tahu bahwa saya dapat mengatakan apa yang telah saya katakan, sebab saya tahu bahwa Anda tidak akan dapat menyampaikannya kepada teman-teman Anda. Anda akan kami bawa dan Anda akan mati bersama-sama dengan Old Shatterhand pada tiang siksaan." "Kalau begitu maka umur saya masih panjang sekali, sebab bahwa orang kulit putih yang masyhur itu sudah Anda tangkap, adalah dusta." "Itu bukan dusta, melainkan kebenaran. Ia sudah ada di tangan kami. Bahkan bukan dia saja, melainkan masih beberapa orang kulit putih lagi yang harus mati juga." "Sebutkanlah namanya!" "Old Wabble. Pembunuh Indian yang sangat kami benci itu." "Uf!" "Old Surehand, orang kulit putih yang berbadan raksasa." "Uf! Siapa lagi?" "Siapa lagi? Belum cukupkah itu?" "Ya, itu sudah cukup. Jikalau Anda benar-benar telah menangkap ketiga orang pemburu yang masyhur itu dan Anda membawa saya ke perkemahan Anda, maka saya tidak akan mati, sebab kami akan meloloskan diri. Old Shatterhand dapat mencekik seorang Comanche dengan sekali memegang saja." "Jangan Anda menyebut-nyebut lagi nama anjing itu!" demikian orang Comanche lain menyela. "Ia belum pernah mengalahkan seorang Comanche." "Karena belum ada seorang Comanchepun berani bermusuhan dengan dia. Dan Old Wabble, yang dapat menjelajah savanna sebagai angin taufan itu, akan.. " "Akan mati!" seru orang Comanche itu. "Barangkali ia tidak akan mati juga, sebab orang kulit putih yang tua itu adalah seorang pengecut yang tidak patut kami bunuh, melainkan akan kami usir dengan cambuk kami. Coyote itu.. " Ia tidak mengakhiri kalimatnya, sebab pada saat itu ia disela orang. Bukan oleh seorang Apache, melainkan gangguan itu datangnya dari pihak lain. Kami mendengar orang berkata: "Apa? Saya seorang pengecut, seorang coyote, hai, anjing merah! Saya akan memperlihatkan kepadamu adakah saya pengecut atau bukan. Barangsiapa menggerakkan tangannya, akan saya tembak kepalanya. Hands up!" Yang berbicara itu ialah Old Wabble. Ia tidak masuk ke dalam hutan melalui semak-semak yang lebat tadi, melainkan ia mempergunakan jalan yang ditempuh oleh orang Comanche itu. Ia membidikkan bedilnya, lalu tampil dengan perlahan-lahan. "Hands up!" demikian ia mengulang perkataannya, karena orang-orang kulit merah itu tidak segera mematuhi perintahnya. Perintah itu ialah suatu kebiasaan di daerah Barat. Barangsiapa mengangkat tangannya, tidak dapat mencabut senjatanya untuk mempertahankan diri. Barangsiapa tidak mematuhi perintah itu, maka nyawanya sudah tidak ada harganya lagi. Orang-orang Indian mengetahuinya juga. Karena itu maka orang-orang Comanche itu mengangkat tangannya. "Nah, sekarang Anda sekalian telah ada dalam kekuasaan saya!" katanya dengan tertawa. "Barangsiapa menurunkan tangannya, akan mendapat peluru. Saya tidak suka berolok-olok. Jadi saya seorang pengecut, he? Dan Anda telah menawan saya! Telah menawan juga Old Shatterhand dan Old Surehand! Betulkah itu, bedebah?" Orang kulit merah itu tidak menjawab. "Aha, kini suaranya sudah hilang. Akan tetapi tunggu dulu! Anda akan melihat beberapa orang yang sangat masyhur. Anda akan bergirang sekali apabila Anda melihat mereka. Di manakah mereka itu?" Yang dimaksud itu tentu saja kami, Old Surehand dan saya. Tentu saja orang-orang kulit merah itu tetap mengangkat tangannya, sebab ia bersenjatakan empat buah bedil. Ia memegang bedilnya di tangannya sambil menyandang bedil Old Surehand dan kedua bedil saya. Saya merasa tidak senang bahwa ia tampil di sini dengan sekonyong-konyong. Tugasnya ialah menjaga kuda. Saya telah memutuskan akan memarahi dia nanti, walaupun saya harus mengakui bahwa tindakannya itu tidak membawa hasil yang buruk. Saya memberi isyarat kepada Old Surehand dan kamipun masuk ke tempat orang-orang Comanche itu. Demi Old Wabble melihat kami, maka ia berkata kepada orang Comanche itu: "Itulah mereka yang hendak saya perlihatkan kepada Anda. Kenalkah Anda akan mereka?" "Old Shatterhand!" seru orang Comanche itu. "Ya," kata saya kepada orang Comanche. "Kamilah yang datang. Anda tadi mengatakan bahwa kami telah Anda tawan, tetapi nyatanya sebaliknya. Mr. Cutter, rampaslah senjata mereka!" Saya mencabut pistol saya lalu saya bidikkan kepada orang-orang Comanche. "Lepaskan orang Apache itu, Mr. Cutter!" Ia menuruti perintah saya. Baru saja Pisau Panjang bebas, maka ia membungkuk, memungut tomahawk lalu menikam. Dengan dua tikaman yang cepat ia memecahkan kepala dua orang Comanche. Saya pegang tangannya seraya berseru: "Mengapa saudara saya orang kulit merah berbuat begitu! Saya hendak berbicara dengan orang-orang Comanche ini!" Ia tidak mau mendengarkan saya, melainkan meloloskan diri dan sebelum saya dapat menghalang-halanginya, ia sudah menikam orang Comanche yang ketiga itu. Kemudian ia berpaling kepada saya: "Saudara saya orang kulit putih yang masyhur hendaknya memaafkan perbuatan saya. Saya tahu bahwa ia tidak suka menumpahkan darah; karena itu sayalah yang menumpahkannya." Ia menunjuk kepada dadanya yang luka serta bertanya: "Tiadakah darah saya mengalir juga? Jikalau kapak peperangan telah digali, maka berlaku semboyan: jiwa ditebus dengan jiwa, darah ditebus dengan darah." "Bunuhlah mereka yang Anda kalahkan sendiri, akan tetapi orang-orang Comanche ini bukan milik Anda, melainkan milik kami. Sejak bilamana prajurit- prajurit Apache yang gagah berani telah kehilangan harga diri, sehingga mereka membunuh musuh yang dikalahkan oleh orang lain? Adakah Anda hendak menghiasi diri Anda dengan perbuatan-perbuatan jantan yang tidak Anda lakukan?" "Ya, perbuatan saya salah," katanya dengan terus terang. "Maukah Old Shatterhand mengampuni perbuatan saya?" "Itu sudah terlanjur dan tidak dapat kita ubah lagi. Anda saya ampuni, sungguhpun Anda telah merugikan kami." "Rugi? Apa sebabnya ketua suku kami orang kulit putih itu menyebut kata rugi?" "Saya hendak berbicara dengan orang-orang ini. Tentu saya akan dapat mendengar dari mereka apa yang hendak saya ketahui." "Mereka tidak akan mau mengatakan apa-apa." "Mereka pasti akan mau berkata. Adakah saudara saya orang kulit merah mengira bahwa saya orang bodoh, yang akan mengatakan kepada mereka apa yang hendak saya ketahui? Tidakkah ia mengetahui bahwa perkataan dan pertanyaan orang yang cerdik adalah seperti jerat yang dapat mengikat orang yang secerdik-cerdiknya?" "Saya tahu, akan tetapi Old Shatterhand tidak perlu menanyai anjing-anjing ini lagi. Saya sudah serba mengetahuinya, sebab saya telah mendengarnya dari mereka." "Anda telah berbicara dengan mereka?" "Saya telah mendengar apa yang dipercakapkannya." "Baiklah, marilah kita periksa betul-betulkah Anda telah memperoleh keterangan yang memuaskan. Perlihatkan dahulu luka Anda. Dalamkah luka itu?" "Saya tidak tahu, akan tetapi saya kira luka itu tidak membahayakan." Benar dugaannya. Bahkan luka itu tidak seberapa berarti. Pisau telah menusuk daging dadanya, akan tetapi hanya menyentuh tulang rusuk. Untuk seorang Indian luka serupa itu bukan luka yang berat, walaupun ia tentu akan mendapat demam luka. Luka itu saya bebat. Dalam pada itu datanglah Parker dan Hawley dan tidak sedikit mereka tercengang-cengang melihat keadaan di tempat itu. Old Wabble bercakap-cakap dengan mereka dengan lagak seakan-akan dia yang membunuh keenam orang Indian itu. Ia segera saya tegur. Mendengar teguran itu Parker sangat bergirang hati. PERCAKAPAN DI HUTAN KECIL Urusan saya yang pertama ialah membawa kuda kami ke tempat yang aman serta membagi tugas penjagaan. Hawley saya suruh mengelilingi hutan untuk mengetahui adakah barangkali sesuatu yang dapat menimbulkan curiga. Mayat orang-orang Comanche itu kami sisihkan. Kemudian kami merundingkan keadaan kami. Hari sudah mulai gelap, akan tetapi kami tidak berani memasang api, bukan saja karena api itu dapat dilihat orang, akan tetapi lebih-lebih karena saya tidak menghendaki bahwa musuh kami kelak akan dapat mengetahui di mana kami berhenti. Kini Pesch Endatsch, Pisau Panjang, kami beri kesempatan untuk menceriterakan kisahnya. Demi saya bertanya adakah ia bertemu dengan Winnetou, maka ia menjawab: "Ya, prajurit-prajurit orang Apache telah mendengar bahwa orang Comanche telah menggali kapak peperangan dan kamipun telah mengirimkan mata-mata untuk menyelidiki siapa yang akan mereka serang. Saya adalah seorang dari mata-mata itu. Saya ada membawa teman. Kami berjalan menyusur sungai Rio Pecos di mana kami duga akan mendapati orang-orang Comanche itu. Mereka kami dapati di Saskuan Kui, Air Biru yang oleh orang Apache disebut Doklis To. Kami tidak dapat menyelidik, apalagi mendengarkan percakapan mereka, karena mereka sedang berburu untuk mencari daging." "Akan tetapi pada malam hari biasanya orang tidak berburu?" "Itu benar, kamipun tahu. Kuda kami kami tinggalkan lalu kami pergi menyuruk-nyuruk ke arah Air Biru. Kami sampai ke sana ketika hari sudah gelap." "Adakah Anda mendengar sesuatu?" "Tidak. Kami sudah berusaha sekuat-kuatnya, akan tetapi kami sedang sial. Saya berharap mudah-mudahan saudara saya orang kulit putih mau mempercayainya dan tidak akan mengecam saya. Nasib sial itu dapat dialami oleh seorang utusan yang paling berani dan paling hati-hati." "Ya, saya tahu. Saya kenal Anda dan sedikitpun tidak ada terlintas dalam pikiran saya untuk memandang Anda dengan pandang yang rendah. Di mana Anda bertemu dengan Winnetou?" "Keesokan harinya malam hari kami pergi ke Air Biru lagi. Di sana kami berjumpa dengan Winnetou yang datang lebih dahulu daripada kami. Ia memerintahkan kami mengikuti dia." "Kalau begitu tentu ia telah ada mendengar barang sesuatu yang penting!" "Ya. Ia telah mendengar sesuatu yang akan membuat saudara saya Old Shatterhand tercengang-cengang. Di padang pasir yang oleh orang kulit putih disebut Llano Estacado ada sebuah Clepaya Siyardestar (pulau hijau) di mana ada didapati air bening, pohon-pohonan, semak-semak dan tanaman lain. Di sana ada juga sebuah rumah yang didiami oleh tiga orang: seorang Deklil Inda (orang negro laki-laki), seorang Deklil Isonna (seorang negro wanita) dan seorang pemburu kulit putih yang menguasai seluruh daerah itu. Namanya ialah Dil Mejek (Bloody Fox). Winnetou telah berjumpa dengan dia dan telah mengisap calumet persahabatan dengan dia." "Ia saya kenal juga." "Uf!" kata orang kulit merah itu dengan keheran-heranan. "Old Shatterhand sudah pernah bertemu juga dengan dia? Jadi Old Shatterhand tahu juga air dan rumah di dalam waha itu?" "Ya." "Kalau begitu saudara saya orang kulit putih tentu tahu jalan ke sana?" "Tentu saja. Sudah beberapa kali saya ke sana. Winnetou tidak ada mengatakannya?" "Tidak. Winnetou, ketua suku Apache, tidak Biasa banyak bercakap. Tetapi kini saya mengerti, mengapa saya harus menunggu Anda dan harus menyampaikan pesan ketua suku saya!" Tak habis-habis herannya. Dari kisahnya saya mengerti bahwa Winnetou tidak pernah membuka rahasia Bloody Fox dan tidak pernah menyebut-nyebut adanya waha itu. Orang Apache itu melanjutkan kisahnya: "Orang-orang Comanche hendak pergi ke Bloody Fox. Mereka akan dipimpin oleh seorang ketua suku yang muda, yang bernama Schiba Bigk (Jantung Besi)." "Adakah Anda mendengar apa sebabnya orang-orang Comanche itu hendak pergi ke sana?" "Winnetou telah mendengarnya. Ada dua orang Comanche berburu di sierra Madre, Winnetou bertemu dengan mereka dan ia menyebut dirinya seorang Kiowa. Kedua orang Comanche itu percaya." "Kalau begitu mereka itu buta." "Winnetou telah meninggalkan Sierra Madre untuk memberi peringatan kepada Bloody Fox bahwa ia ada dalam bahaya. Di tengah jalan ia bertemu dengan tiga orang Comanche, lalu mereka itu diikutinya sampai ke Air Biru. Di sana ia menjumpai kami. Winnetou memberi kami perintah. Prajurit yang menemani saya disuruhnya lekas-lekas pulang untuk membawa tigaratus orang Apache yang bersenjata lengkap dan membawa bekal yang cukup ke Nargoletch Tsil. Di sana mereka harus menunggu kedatangan Old Shatterhand. Saya dibawanya serta ke Hutan Kecil ini dan di sini saya disuruhnya menantikan kedatangan Old Shatterhand untuk memberitahukan bahwa ia harus pergi ke Nargoletch Tsil. Di sana ia harus memimpin prajurit-prajurit kami dan membawanya ke Llano Estacado." "Jadi ke Nargoletch Tsil, ke Gunung Hujan! Kalau kita berjalan agak cepat, maka dalam setengah hari kita sudah sampai ke sana. Tempat itu merupakan pilihan yang baik sekali, sebab di sana kita dapat menyembunyikan tigaratus orang. Siapakah pemimpin orang-orang Comanche itu?" "Schiba Bigk!" "Saya kira bukan dia, sebab ia masih terlalu muda. Pasukan di Air Biru dipimpin oleh Vupa Umugi. Ia tidak akan mematuhi prajurit yang lebih muda. Lagi pula masih ada Nale Masiuv yang tentu tidak mau mematuhi Jantung Besi." "Uf! Nale Masiuv, yang hanya mempunyai empat jari pada setiap tangan itu? Ia akan datang juga?" "Ya, dengan seratus orang prajurit." "Bagaimana Old Shatterhand dapat mengetahuinya?" "Saya mendengarnya di Air Biru." "Uf! Uf! Old Shatterhand telah mengunjungi Air Biru juga dan ia telah dapat mendekati anjing-anjing orang Comanche? Apa yang tidak dapat dikerjakan oleh prajurit lain, dapat dilakukan oleh Winnetou dan Old Shatterhand. Bolehkah saya sekarang menceriterakan tentang keenam orang Comanche yang sudah mati ini?" "Silahkan. Siapa yang melihat lebih dahulu, Anda atau mereka?" "Saya lebih dahulu melihat mereka daripada mereka melihat saya. Sedang saya menunggu kedatangan Old Shatterhand di sini saya memperhatikan kemungkinan bahwa tempat ini akan didatangi orang Comanche. Jadi saya bersikap hati-hati, dan menyembunyikan kuda saya di dalam tempat yang gelap. Dalam pada itu saya menjaga agar jangan membuat jejak. Akan tetapi saya harus datang ke mari. Saya harus memikirkan kuda saya dan dengan demikian mereka dapat melihat saya. Saya membawa kuda saya ke air untuk memberi binatang itu minum dan sedang kuda saya minum saya menjenguk ke luar hutan kecil ini untuk melihat adakah tempat saya ini aman. Pada ketika itu saya melihat keenam orang anjing Comanche itu datang. Karena saya tergesa- gesa menyembunyikan kuda saya maka saya tidak sempat lagi menghapus jejak saya. Jejak itu didapati oleh orang-orang Comanche, lalu diikutinya ke semak-semak ini. Saya tidak dapat lari lagi, karena mereka telah dekat benar Orang Comanche yang di muka sekali saya tembak dan saya masih berhasil menembak dua orang yang lain akan tetapi ketiga orang Comanche yang masih tinggal segera menangkap saya. Saya kena luka dan diikat pada pohon. Apa yang terjadi selanjutnya, telah diketahui oleh Old Shatterhand. Kini mereka telah mati dan mereka tidak dapat ditanyai lagi, akan tetapi saya ada mendengar sesuatu yang harus saya sampaikan kepada Old Shatterhand." "Apakah itu?" "Mereka hendak pergi ke Waha di padang pasir untuk menangkap Bloody Fox dan perempuan negro tua itu. Mereka akan diangkut ke perkampungan orang Comanche." "Ke kampung yang mana?" "Saya ada mendengar namanya." "Itu penting sekali. Di mana letaknya?" "Letaknya saya tidak tahu, tetapi mereka menyebut nama Kaam Kulano." "Saudara saya salah sangka. Tempat itu dikenalnya. Orang Apache menyebutnya Lembah Kelinci, dalam bahasa Apache Katscho Nastla." "Ya, lembah itu saya tahu letaknya. Hanya satu hari perjalanan dari sini. Orang negro yang laki-laki sudah ada di sana." "Orang negro yang mana?" "Anak perempuan negro tua itu yang disebut Bob." "Bagaimana Bob jatuh ke tangan mereka? Adakah itu dibicarakannya juga?" "Bob pergi berburu dengan Bloody Fox. Fox membunuh beberapa orang Comanche, akan tetapi orang negro itu jatuh ke tangan mereka, lalu dibawa ke Lembah Kelinci. Di sana ia ditawan, menunggu Bloody Fox dan perempuan negro itu dapat ditangkap pula oleh orang Comanche, sebab maksud orang- orang itu ialah hendak membunuh ketiga-tiganya bersama-sama pada tiang siksaan." B erita itu sangat mengejutkan saya. Saya harus pergi ke orang Apache, akan tetapi sebelumnya saya hendak membebaskan Bob. Old Wabble menyanggah, sebab ia berpendapat bahwa kami tidak selayaknya mengambil risiko untuk jiwa seorang negro, akan tetapi akhirnya ia menuruti kehendak saya. Sayang kuda Parker dan Hawley tidak seberapa kuat, jadi kami tidak semuanya dapat pergi ke perkampungan Indian itu. Dua orang harus tinggal dan sesungguhnya saya berharap mudah-mudahan Old Wabble tidak mau ikut. Di Hutan Kecil ini ia sudah membuktikan bahwa ia tidak mengenal disiplin. Hanya secara kebetulan saja usahanya berhasil. Tetapi ia telah meninggalkan kuda kami tanpa penjagaan. Setelah perbuatannya itu saya kecam maka ia menjawab: "Oleh karena saya tidak tinggal pada kuda itu maka Anda mengatakan bahwa Anda tidak dapat mengandalkan saya. Sir, saya berjanji bahwa perbuatan seperti itu tidak akan berulang lagi. Marilah kita berjabat tangan dan bawalah saya serta!" Ya, dapatkah saya menolak pemburu prairi yang sudah sembilanpuluh tahun usianya itu sebagai seorang greenhorn? Saya tidak dapat berbuat begitu. Karena itu saya berkata kepadanya: "Baiklah, Anda boleh ikut. Akan tetapi saya berharap dengan sangat, jangan hendaknya Anda melupakan disiplin lagi." "Anda tak akan kecewa lagi. Bagaimana dengan teman-teman kita yang lain ini?" "Mereka akan mengikuti Pisau Panjang ke Gunung Hujan." "Bilamana kita akan berangkat?" tanya orang Indian itu. "Besok pagi-pagi. Pada saat itu kamipun akan berangkat juga." "Bagaimana mayat orang-orang Comanche itu? Akan kita biarkan begitu saja?" "Tidak. Mayat mereka tidak boleh didapati oleh orang Comanche. Tetapi mereka pun tidak dapat kita kubur di sini. Jangan-jangan orang Comanche akan mendapatkan kuburan mereka." "Bolehkah saya memajukan usul? Mayat mereka itu kami ikatkan pada kuda mereka dan kami bawa ke Nargoletch Tsil, di mana mereka akan kami kubur." "Ya, itu lebih baik. Bawalah mereka itu." "Siapa yang akan memperoleh kuda dan senjata mereka?" "Itu milik Anda. Kami tidak mengingini apa-apa, kecuali apabila Mr. Parker dan Mr. Hawley hendak menukarkan kudanya. Dalam hal yang sedemikian mereka boleh memilih kuda yang disukainya." "Itu baik sekali. Akan tetapi scalp mereka akan saya bawa, sebab sekiranya Anda tidak datang menolong, niscaya scalp saya akan dibawanya juga. Howgh!" Kami makan, lalu pergi tidur. Parker, Hawley dan orang Indian itu menjaga seluruh malam, karena mereka tahu bahwa keesokan harinya kami akan membuat perjalanan yang berat. BAGAIMANA KAMI MEMBEBASKAN BOB Keesokan harinya, kira-kira dua jam sebelum senja, sampailah kami ke dekat Kaam Kulano, Lembah Kelinci. Daerah itu betul tidak merupakan padang pasir, akan tetapi tidak seberapa ada tumbuh-tumbuhan yang dapat kami pergunakan sebagai tempat persembunyian. Karena kami harus memperhitungkan kemungkinan akan bersua dengan orang Indian, maka kami harus mencari tempat untuk bersembunyi. Untung sekali di tepi sebuah batang air, yang letaknya kira-kira seperempat jam dari jalan masuk ke lembah itu, ada semak-semak. Kami turun serta memberi kesempatan kepada kuda kami yang sudah lelah itu untuk minum dan makan rumput. Kami sendiri ada membawa bekal berupa dendeng daging yang cukup banyaknya untuk beberapa hari. Mendekati perkemahan orang Indian itu pada hari bolong adalah berbahaya sekali, akan tetapi kami tidak mempunyai pilihan lain. Kami harus mengetahui keadaan di lembah itu sebelum hari malam. Oleh karena baru satu kali saya mengunjungi tempat ini, maka Old Surehand dan Old Wabble saya minta dengan sangat jangan meninggalkan tempat persembunyian ini serta menunggu kedatangan saya kembali dengan sabar. Kemudian saya pergi menyelidik. Saya mencoba mengingat kembali keadaan tempat ini dari kunjungan saya dahulu. Di tempat di mana batang air meninggalkan lembah, lereng lembah itu menanjak di kiri dan kanan saya. Lereng itu ditumbuhi oleh semak belukar. Keadaan itu menguntungkan saya, karena di sana saya dapat bersembunyi apabila perlu. Saya tidak boleh meninggalkan jejak. Lagi pula seluruh lembah itu tidak ada ditumbuhi pohon-pohonan atau semak belukar, sehingga setiap benda yang agak besar tampak dengan jelas dari jauh. Dengan hati-hati sekali saya berjalan terus, sambil menoleh ke segala pihak. Mujur sekali saya tidak melihat orang. Orang kulit merah mempunyai kebiasaan yang dipegangnya sangat teguh; apabila perkemahan ditinggalkan oleh para prajurit maka sekalian penghuni yang ditinggalkan harus berkumpul sebelum hari malam atau sebelum mereka pergi tidur. Karena tempat itu kosong sama sekali, rupa-rupanya waktu berkumpul sudah lewat. Dekat jalan masuk ke lembah saya mendaki lereng sebelah kanan. Saya harus melihat adakah jalan masuk itu dijaga. Dengan hati-hati sekali saya mengintai ke bawah; di sana tidak ada orang sama sekali. Perkemahan orang Comanche itu letaknya kira-kira di tengah- tengah lembah, kira-kira setengah jam perjalanan dengan kaki dari tempat saya. Bagian sebelah belakang disediakan untuk menambatkan kuda. Saya berjalan terus. Rupa-rupanya saya sedang beruntung benar, sebab di lereng lembah itu saya tidak ada melihat orang dan tidak pula melihat jejak yang menunjukkan bahwa tempat itu baru saja dikunjungi oleh manusia. Segera saya melihat kemah yang pertama dan setelah saya berjalan kira-kira seperempat jam lagi maka saya dapat melihat di bawah saya seluruh perkemahan. Jumlah kemah yang ada di situ tidak saya hitung. Di antara kemah-kemah itu saya melihat beberapa perempuan, anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan berkeliaran. Orang laki-laki yang saya lihat hanya sedikit sekali dan semuanya sudah tua. Saya bertanya pada diri saya sendiri adakah Vupa Umugi telah membawa sekalian prajuritnya dan tidak meninggalkan orang untuk menjaga perkemahan ini. Itu rasanya tidak mungkin; perkemahan sebesar ini tidak mungkin ditinggalkannya tanpa penjagaan sama sekali. Kemudian saya melihat di belakang perkemahan itu beberapa ekor kuda sedang makan rumput. Jadi rupa-rupanya ada pula beberapa orang prajurit yang setidak-tidaknya harus menjaga tawanan mereka. Saya berjalan terus untuk mencapai tempat dari mana saya dapat melihat dengan lebih jelas. Saya mengamat-amati kemah-kemah itu satu demi satu, kalau-kalau ada melihat suatu tanda yang menunjukkan di mana Bob ditawan. Di muka kemah yang terakhir saya melihat duduk dua orang prajurit. Itulah rupa-rupanya kemah yang saya cari. Tidak jauh dari kemah itu ada sebuah kemah yang lain yang lebih besar daripada kemah biasa. Di muka itu ada dua buah tonggak di mana ada digantungkan beberapa benda yang aneh. Barangkali benda itu ialah jimat. Adakah itu kemah ketua suku? Sangat boleh jadi! Setiap orang prajurit hanya mempunyai sebuah jimat. Apabila jimat itu hilang, maka hilang pulalah kehormatannya sampai ia dapat membunuh musuh dan merebut jimat musuh itu. Jikalau ia meninggal, maka jimatnya dikuburkan bersama-sama dengan mayatnya. Akan tetapi ada pula suku yang menyimpan jimat nenek-moyangnya. Dalam hal yang demikian maka jimat itu merupakan pusaka bagi yang menyimpannya dan apabila jimat pusaka itu hilang, maka itu merupakan bencana besar bagi mereka yang memiliki jimat itu. Pada saat itu terlintaslah dalam pikiran saya bahwa benda-benda yang ajaib itu adalah pusaka Vupa Umugi, yakni jimat nenek-moyangnya. Kalau betul demikian halnya maka pusaka itu harus saya ambil. Dalam perjuangan orang Apache menghadapi orang Comanche nanti maka pusaka itu akan sangat besar gunanya. Ketika saya berjalan terus maka dengan tiba-tiba saya melihat jejak, rupa-rupanya jejak seorang wanita yang belum lama berselang mendaki lereng ini. Segera saya berhenti; saya harus balik! Saya harus menghindari pertemuan dengan wanita itu. Baru saja saya hendak berpaling, maka saya mendengar bunyi ranting bergerak di sebelah kanan saya. Ketika saya menoleh, saya melihat di muka saya seorang perempuan. Saya sudah mengangkat tangan saya untuk menyergap dia, akan tetapi tangan itu saya turunkan lagi. Tidak boleh karena ia hanya seorang perempuan saja, sebab dalam hal yang demikian setiap orang yang dapat membahayakan saya harus saya singkirkan, melainkan saya urungkan maksud saya hendak menyergap dia tadi ialah karena mata perempuan itu mempunyai cahaya yang sangat ganjil. Perempuan itu usianya kira-kira empatpuluh tahun, akan tetapi kulit mukanya sudah berkerut-kerut. Badannya sangat besar; badannya hanya ditutupi dengan sebuah kutang. Rambutnya tidak bersisir. Warna kulitnya coklat, akan tetapi sekiranya warna kulitnya itu putih maka niscaya ia akan sangka seorang wanita Eropa. Bentuk mukanya mengingatkan saya kepada wajah seseorang yang sudah saya kenal dan belum selang berapa lama saya jumpai. Pipinya cekung dan matanya... menyerupai mata orang gila. Ya, saya yakin; wanita ini gila. Mula-mula ia memandang saya dengan muka yang muram, akan tetapi kemudian cahaya matanya berubah. Ia tersenyum, lalu datang menghampiri saya. Dengan perlahan-lahan ia berkata: "Ke mari, ke marilah. Saya hendak bertanya!" Saya maju tiga langkah. Tangan saya dipegangnya, lalu ia bertanya: "Anda seorang kulit putih?" "Ya," jawab saya perlahan-lahan juga. "Siapakah Anda?" "Saya Tibo Wete Elen," jawabnya dengan berbisik. Wete artinya wanita; akan tetapi apa arti Tibo dan Elen tiadalah saya ketahui. Di dalam logat Indian yang saya ketahui, kata-kata itu tidak ada. "Anda bersuami?" tanya saya. "Ya. Suami saya ialah Tibo Taka." Sekali lagi kata Tibo. Taka artinya suami, "Di mana dia?" tanya saya. Kemudian didekatkannya mulutnya pada telinga saya, lalu berbisik: "Ia sedang mengambil Bloody Fox. Ia harus ikut pergi ke padang pasir, sebab suami saya itu ialah dukun suku kami." Ya, sekarang saya yakin bahwa perempuan itu gila, sebab sekiranya tidak begitu maka ia tidak akan menyampaikan keterangan itu kepada orang yang tidak dikenalnya, apalagi kepada orang kulit putih. Kemudian kedua tangan saya dipegangnya dan sambil memandang saya dengan pandang yang aneh iapun bertanya lagi: "Anda mengenal Wawa Derrick saya?" Wawa artinya saudara laki-laki. Dan Derrick? Adakah yang dimaksudkannya itu kata Dirk? Akan tetapi mustahil sekali seorang wanita Indian mempunyai saudara yang bernama Dirk! "Tidak," jawab saya. "Anda seorang kulit putih dan Anda tidak mengenal dia? Cobalah Anda ingat-ingat. Saya yakin Anda mengenal dia. Lihatlah ini." Wanita itu pergi mengambil ranting kecil yang dilengkungkannya menjadi bulat; kemudian ujung dan pangkal ranting itu diikatnya, lalu diletakannya di atas kepalanya seraya berbisik dengan tersenyum: "Ini Myrtle-wreath saya, ya, myrtle-wreath saya! Baguskah ini? Senangkah Anda melihatnya?" Ajaib sekali! Wanita Comanche ini mempergunakan kata Inggeris: Myrtle-wreath! Perempuan Indian yang mana mengenal kata ini? Tidak ada! Saya pegang tangannya serta bertanya: "Anda seorang kulit putih? Katakanlah!" Wanita itu tertawa secara ganjil, lalu menjawab: "Anda sangka saya seorang kulit putih, karena saya cantik dan memakai myrtle-wreath? Jangan Anda melihat saya, agar jangan Anda jatuh cinta kepada saya! Anda kenal Wawa Derrick? Anda ingin mengetahui di mana saya tinggal?" "Ya tunjukkanlah!" "Mari, kita harus lebih dekat pada pinggir lembah ini. Akan tetapi jagalah jangan Anda kelihatan orang, sebab Anda tentu akan dibunuh! Prajurit-prajurit kami akan membunuh setiap orang kulit putih. Senang hati saya telah bertemu dengan Anda. Pertemuan ini tidak akan saya katakan kepada siapapun, asal Anda mau melakukan apa yang saya minta." "Saya mau. Apa yang Anda minta?" Ranting itu diambilnya dari kepalanya, lalu diberikannya kepada saya seraya berkata: "Apabila Anda bertemu dengan Wawa Derrick, berikanlah myrtle-wreath ini. Maukah Anda?" "Ya Akan tetapi di mana Wawa Derrick Anda?" "Ia. di. di. saya tidak tahu lagi saya sudah lupa. Akan tetapi Anda dapat menemukannya, bukankah begitu?" "Ya," jawab saya untuk menggirangkan hatinya. "Apakah yang akan saya katakan kepadanya?" "Katakanlah bahwa. bahwa. bahwa. Anda tak usah mengatakan apa-apa. Apabila ia melihat myrtle-wreath ini, maka ia akan mengetahui apa yang saya maksud. Dan lihatlah itu! Anda melihat dalam baris yang kedua kemah yang mempunyai tanda dukun itu?" "Ya." "Di sana saya tinggal dengan Tibo Taka. Nama saya Tibo Wete Elen. Ingat-ingatlah nama itu. Jangan Anda lupakan!" "Itu tidak akan saya lupakan. Siapa yang tinggal di kemah besar dengan dua buah tonggak itu?" "Vupa Umugi, ketua suku kami." "Ia sedang pergi. Siapa yang tinggal di situ sekarang?" "Hanya isterinya dengan anaknya, seorang gadis." "Tidak ada orang lain lagi? Pada malam hari juga?" "Pada malam hari tidak ada lagi orang tinggal di situ." "Dan siapakah yang tinggal di kemah yang paling akhir, yang di mukanya ada duduk dua orang prajurit itu?" "Orang negro yang akan dibunuh, segera setelah Bloody Fox tertangkap." "Ia dijaga keras?" "Keras sekali! Dijaga oleh dua orang prajurit yang tidak pernah meninggalkan tempat itu!" katanya dengan sungguh-sungguh. "Banyakkah prajurit di sini?" "Hanya kedua orang itu. Kebanyakan mengikuti ketua suku ke padang pasir dan yang lain pergi berburu. Mereka akan balik kembali besok atau dua hari lagi. Simpanlah baik-baik myrtle-wreath saya, jangan sampai hilang!" "Jangan khawatir. Akan saya simpan baik-baik!" "Dan akan Anda berikan kepada Wawa Derrick?" "Ya, demi saya bertemu dengan dia." "Anda akan bertemu dengan dia." Ia berdiam diri sebentar, seakan-akan mencari-cari perkataan yang akan disampaikan kepada saya. Kemudian dipegangnya lagi tangan saya seraya berkata: "Kini saya harus pergi; Anda harus pergi juga! Tetapi jangan Anda katakan kepada siapa juga, bahwa Anda telah bersua dengan saya di sini. Saya akan berdiam diri juga." "Betul-betul saya tidak boleh mempercakapkannya dengan orang lain?" "Tidak boleh, kecuali dengan Wawa Derrick saya; ia harus mengetahuinya. Berjanjilah Anda!" "Ya, saya berjanji." Kemudian perempuan itu turun ke perkemahannya, akan tetapi belum seberapa jauh ia pergi maka ia berpaling dan sambil menekankan jarinya pada mulutnya sebagai tanda agar saya berdiam diri, iapun berkata lagi: "Tidak dengan siapapun. Dan... jangan myrtle-wreath saya itu sampai hilang!" Tak lama kemudian ia sudah menghilang di semak-semak. Sayapun pergi juga. Siapakah perempuan ini? Betul-betulkah ia seorang wanita Indian? Mungkinkah ia seorang kulit putih? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini saya harus bertemu lagi dengan dia. Orang itu gila, akan tetapi segala perkataannya sangat mengesan, walaupun merupakan teka-teki bagi saya. Wawa Derrick bukanlah cahaya belaka, melainkan orang yang betul-betul ada. Akan tetapi di manakah dia? Dan siapakah dia? Seorang Indian? Barangkali, sebab kata Wawa ialah kata Indian. Tetapi, myrtle-wreath, bukankah itu bahasa Inggeris? Adakah itu yang menyebabkan ia menjadi gila? Atau adakah ia memakai myrtle-wreath pada saat ia menjadi gila? Barangkali suatu drama yang mengerikan! Sekiranya begitu, maka ia bukan seorang Indian, melainkan seorang kulit putih. Saya mengambil keputusan untuk mencari keterangan yang lebih jelas. Apabila dalam pertempuran dengan orang Comanche nanti dukun Comanche itu jatuh ke tangan saya, maka ia harus menjawab pertanyaan saya! Ketika saya kembali ke tempat persembunyian teman-teman saya, hari sudah mulai gelap. "Aduh, lama benar Anda pergi," demikian saya disambut oleh Old Wabble; Old Surehand berdiam diri saja. "Saya sudah khawatir." "Tidak ada alasan sama sekali untuk merasa khawatir," jawab saya. "Tidak ada? Semuanya beres? Anda telah menjumpai orang negro itu?" "Tidak, akan tetapi saya mengetahui di mana ia ditawan. Ia dijaga oleh dua orang prajurit. Kecuali kedua orang itu tidak ada prajurit lagi di sana. Yang lain sedang berburu. Saya kira kita tidak akan menjumpai kesulitan besar." "Bagaimana caranya kita membebaskan orang negro itu?" "Baiklah saya pikirkan dahulu." Saya berkata begitu, bukan oleh karena saya memerlukan waktu untuk berpikir, melainkan oleh karena saya tidak mempunyai selera untuk banyak berbicara. Pikiran saya masih tertarik pada wanita Indian itu. Secara kebetulan sekali pandang mata saya terjatuh pada Old Surehand, yang wajahnya selalu menggambarkan kesedihan hati. Tidak salahkah saya? Wajah Old Surehand itu serupa benar dengan wajah wanita yang baru saya jumpai itu. Bentuk mukanya serupa benar, dahinya, mulutnya, seluruh mukanya serupa benar dengan muka wanita Indian tadi. H anya muka Old Surehand ini masih muda, akan tetapi sesaat kemudian saya paksa diri saya untuk mengakui bahwa saya salah lihat. Ah, peristiwa pertemuan saya dengan perempuan Indian itu harus saya lupakan. Jangan saya membuat dugaan yang bukan-bukan! Hari sudah menjadi gelap. Saya tidak dapat melihat muka Old Surehand lagi. Ah, alangkah baiknya sekiranya saya tidak memaksa diri saya untuk mengatakan bahwa saya salah lihat. Maka saya akan dapat menyembuhkan wanita itu dari sakit otaknya. Kami duduk berdiam diri saja sampai Old Wabble tidak sabar lagi dan bertanya: "Sir, berapa lama Anda hendak berpikir? Bolehkah saya membantu Anda?" Kini Old Surehand merasa perlu membuka mulutnya, lalu menegur Old Wabble: "Old Shatterhand tidak memerlukan pertolongan Anda, Old Wabble!" "Akan tetapi bilamana kita akan bertindak? Hari sudah malam dan kita membuang-buang waktu saja." "Sabar sedikit, Sir," jawab saya. "Kita tidak dapat berbuat apa-apa sebelum orang-orang kulit merah itu tidur. Saya tahu di mana letak kemah tempat Bob tertawan. Kita pergi dengan diam-diam ke sana, kita tinju penjaganya.. " "Sampai mati?" demikian ia menyela. "Tidak. Sampai mereka pingsan. Itu sudah cukup." "Kerjakanlah sendiri. Saya tidak dapat berbuat begitu. Kemudian?" "Bob kita bebaskan." "Baik. Selanjutnya?" "Kita pergi ke kemah ketua suku mengambil jimat pusakanya yang tergantung pada tonggak di muka kemahnya." "Jimat pusaka?" seru Old Wabble keheran-heranan. "Ya, jimat nenek-moyangnya." "Thunderstorm! Kalau itu diketahuinya, maka ia akan menjadi gila. Bukankah hilang kehormatannya dan dengan demikian kehilangan segala-galanya!" "Tidak." "Tidak? Saya kira saya mengetahui adat-istiadat orang kulit merah. Barangsiapa kehilangan jimatnya, sama saja dengan mati." "Tentu, akan tetapi ia tidak akan kehilangan jimatnya untuk selama-lamanya." "Akan Anda kembalikan? Sir, saya tidak mengerti! Kalau Anda hendak mengembalikannya, biarkanlah jimat itu tinggal pada tempatnya." "Saya mempunyai maksud yang tertentu. Saya hendak menghindarkan pertumpahan darah." "Dengan mempergunakan jimat itu? Itu tidak Anda terangkan lebih lanjut, maka saya tidak mengerti sama sekali." "Apakah yang akan terjadi apabila ketua suku itu mengetahui bahwa jimatnya sudah ada di tangan saya?" "Ia akan terkejut, it's clear." "Dan akan berusaha sekuat-kuatnya untuk memperolehnya kembali. Bukankah begitu?" "Tentu saja. Untuk memperolehnya kembali ia bersedia mengorbankan segala-galanya." "Korban yang saya kehendaki dari padanya ialah bahwa ia harus berdamai dengan orang Apache tanpa berkelahi dan tidak akan mengganggu Bloody Fox." "Mr. Shatterhand, itu pikiran yang indah sekali. Ketua suku itu niscaya mau menerima usul Anda. Sayang, sayang, ia pasti akan menerimanya." "Mengapa Anda sayangkan?" "Oleh karena dengan demikian saya tidak akan mendapat kesempatan untuk bergirang hati. Saya mengira bahwa saya akan dapat memberi pelajaran kepada orang-orang kulit merah itu. Saya tahu bahwa pendapat Anda lain, akan tetapi pada hemat saya makin banyak orang Indian binasa makin baik. Kutu-kutu busuk itu hendaknya lenyap dari muka bumi ini." "Nah, Anda berbicara sebagai seorang cowboy dan dengan cara yang dapat membuat saya marah." "Marah Anda saya hadiahkan kepada Anda. Sekiranya Anda pernah menjadi cowboy sebagai saya, maka Anda akan mengetahui bahwa setiap orang kulit merah adalah pencuri kuda. Bukan main bedebah-bedebah itu telah mengganggu saya!" "Tetapi rupa-rupanya Anda sama sekali tidak merugi. Anda masih tetap sehat, bahkan sudah dapat menjadi tua sekali." "Ya, itu benar Tetapi sekalipun begitu, saya benci akan mereka dan hati saya selalu merasa senang apabila saya dapat membunuh orang kulit merah sebanyak-banyaknya. Walaupun begitu saya harus mengakui bahwa pikiran Anda tadi adalah indah sekali. Sekiranya akal Anda itu berhasil, maka hilang juga kesenangan saya. Hanya tinggal satu harapan saja bagi saya: ketua suku yang lain tidak akan menyetujuinya." "Boleh jadi mereka akan menolak, lebih-lebih Nale Masiuv." "Ya, lebih-lebih lagi Schiba Bigk, ketua suku yang masih muda itu." "Mengapa?" "Justru karena ia masih muda. Lagi pula mereka itu saling menaruh iri hati. Mendiang ayah Schiba Bigk ketua suku pertama dari sekalian orang Comanche. Tentu saja Schiba Bigk ingin memperoleh kembali kedudukan ayahnya. Dengan demikian maka ia akan berusaha untuk menyingkirkan Vupa Umugi dan untuk dapat berbuat begitu tidak adalah alasan yang lebih baik daripada menunjuk kepada kenyataan bahwa Vupa Umugi telah kehilangan jimatnya." "Saya kira dugaan Anda akan ternyata tidak benar. Sudah pernah saya katakan bahwa Schiba Bigk sudah berutang budi kepada saya. Apabila saya berbicara dengan dia secara sungguh-sungguh, maka ia tentu akan memenuhi permintaan saya. Saya akan mempergunakan senjata-senjata moril." "Senjata-senjata moril? Mr. Shatterhand, saya kira Anda tidak bersungguh-sungguh apabila Anda menyangka bahwa orang kulit putih mengetahui arti kata moril. Saya takut Anda akan membuat kesalahan yang besar." "Saya sudah menyelamatkan jiwanya dan saya sudah pernah mengisap pipa perdamaian dengan dia, bahkan sudah mengisap calumet persahabatan. Adakah itu barang yang sama sekali tidak berarti, Mr. Cutter?" "Calumet persahabatan? Ya, itu penting sekali. Upacara mengisap pipa perdamaian tidak seberapa artinya dibandingkan dengan upacara mengisap calumet persahabatan. Kalau begitu halnya, maka tidak boleh ia menyongsong Anda dengan memegang senjata, it's clear." "Nah, kalau Schiba Bigk tidak mau menerima usul saya, maka akan saya umumkan bahwa ia sudah menyalahi janjinya. Soal itu akan dibicarakan orang dalam tiap-tiap kemah Indian dan pada tiap-tiap api unggun. Apa akibatnya tentu dapat Anda pahami!" "Hm, ya. Dengan demikian maka tidak seorang kulit putih dan tidak seorang kulit merah lagi akan mau mengisap calumet dengan dia." "Itu sudah pasti. Karena itu, biarpun bukan disebabkan oleh persahabatan atau kesetiaan, melainkan karena kecerdikan akalnya belaka, ia akan mengundurkan diri dari perkelahian. Itu saya yakin. Anda tidak, Mr. Cutter?" "Ya, terpaksa saya akui. Ya, kalau begitu tidak ada harapan bagi saya lagi. Tetapi, masih ada satu alasan lagi, yaitu apabila kita tidak berhasil memperoleh jimat pusaka itu." "Sayang, Anda akan kecewa lagi, saya akan memperolehnya tempatnya sudah saya ketahui. Hanya ada satu kemungkinan saja yang memaksa saya mengurungkan maksud saya mengambil jimat itu, Mr. Cutter yang terhormat!" "Apa sebabnya Anda memberi tekanan benar kepada nama saya." "Karena Anda dapat memegang peranan yang penting. Apabila Anda bertindak secara tidak disipliner seperti kemarin, maka usaha saya akan gagal." "Anda tak usah merasa khawatir. Saya akan mematuhi perintah Anda. Saya tidak mengingini Anda kecam lagi di muka teman-teman saya." "Kalau begitu saya merasa puas dan pasti maksud saya akan sampai." "Ya, akan tetapi satu hal saya belum mengerti. Anda adalah seorang penjelajah hutan yang berpengalaman dan bersikap sangat hati-hati, akan tetapi Anda melupakan suatu hal yang penting sekali. Yang saya maksud ialah kuda yang nanti akan ditunggangi oleh orang negro itu. Masakan Anda akan membiarkan dia berjalan kaki, padahal kami menunggang kuda." "Anda mengira bahwa soal itu saya lupakan? Jikalau dugaan Anda benar, maka niscaya tidak patut saya disebut seorang penjelajah hutan." "Kalau begitu maka sebenarnya kita harus membawa seekor kuda lagi." " Tidak perlu. Tidak ada kuda lagi yang tahan lari kencang-kencang kemari dan berjalan secepat itu juga kembali. Jadi kita harus mengambil kuda dari sana. Kuda itu sudah saya pilih. Ia tertambatkan pada pohon di dekat kemah ketua suku, barangkali milik Vupa Umugi, seekor kuda yang indah sekali, yang tidak dibawa oleh pemiliknya agar jangan mendapat luka atau terbunuh dalam peperangan nanti. Kuda itu akan kita bawa." "Dapatkah orang negro itu menungganginya?" "Saya yang akan menungganginya. Ia boleh menunggangi kuda saya." "Masih ada satu kesulitan lagi. Andaikan penjaga itu Anda tinju sampai pingsan, Bob kita bebaskan, jimat pusaka itu kita ambil tanpa dilihat orang. Akan tetapi kuda itu akan membuat gempar. Saya tahu benar: kuda itu belum pernah ditunggangi oleh orang kulit putih dan tidak akan membiarkan Anda naik ke atas punggungnya. Dan sekiranya Anda berhasil duduk di atas punggungnya, maka binatang itu tidak akan mematuhi Anda." "Ia harus patuh." "Oho! Anda rupa-rupanya yakin benar!" "Memang." "All devils! Kalau begitu Anda adalah seorang penunggang kuda yang hanya dapat ditandingi oleh satu orang saja!" "Siapa?" "Itu. itu. hm, jangan Anda marah, itu ialah Old Wabble!" "Aha, Anda sendiri!" kata saya sambil tertawa. "Ya, saya sendiri. Tahukah Anda dengan sebutan apa orang biasa memanggil saya?" "Raja cowboy." "Tahukah apa artinya? Yaitu, bahwa tidak ada kuda yang tidak mengikuti kehendak saya! Dapatkah Anda mengatakannya terhadap diri Anda?" "Apa gunanya kita menyombong?" "Ya, itu benar! Itu harus dibuktikan. Saya pernah mendengar dan telah pula melihat bahwa Anda pandai sekali menunggang kuda, akan tetapi.. " "Telah melihat? Anda belum pernah melihat bagaimana saya dapat menunggangi kuda," demikian saya menyela. "Belum pernah? Saya kira dalam beberapa hari yang akhir-akhir ini saya telah mendapat cukup kesempatan untuk melihat bagaimana Anda menunggang kuda." "Artinya menunggangi kuda saya sendiri. Tetapi nanti lain sekali halnya." "Kalau begitu saya berharap mudah-mudahan kuda yang Anda tunggangi itu nanti tidak akan menerjang kami!" "Jangan takut! Kalau saya nanti naik ke atas pelana, maka Anda tidak akan dapat menyaksikannya." "Mengapa tidak?" "Di perkemahan ini hanya ada dua orang prajurit yang dewasa dan mereka itu akan saya buat menjadi pingsan. Akan tetapi dalam pada itu mereka dapat siuman kembali dan mereka akan membangunkan seluruh penghuni perkemahan ini. Orang laki-laki akan segera naik kuda untuk mengejar kita. Walaupun kita tidak usah takut dikejar oleh anak-anak muda, akan tetapi peluru yang paling bodohpun dapat mengenai orang yang paling cerdik. Karena itu sebaiknya jangan kita terlalu lama ada di sini, melainkan sesudah menyelesaikan tugas kita maka lekas-lekas kita meninggalkan tempat ini. Itu kita kerjakan demikian: segera setelah kita membebaskan Bob dan mengambil jimat ketua suku itu, maka Anda membawa Bob keluar lembah. Mr. Surehand membawa jimat. Sampai di sini Anda segera naik ke atas kuda, lalu memacunya secepat-cepatnya." "Bob akan menunggangi kuda Anda?" "Ya." "Maukah kuda Anda ditunggangi Bob? Saya tahu bahwa kuda Anda tidak akan mau memikul orang yang tidak dikenalnya jikalau itu tidak Anda kehendaki." "Bob dan kuda saya adalah kenalan lama." "Baik! Tetapi bagaimana Anda?" "Saya akan menunggu sampai pada dugaan saya Anda semuanya sudah jauh. Maka saya akan segera menyusul Anda." Pada saat itu Old Surehand berkata dengan suara yang tenang: "Sekiranya Anda tidak berkeberatan saya ingin memajukan usul. Berapa panjangnya lembah ini dari pangkal sampai ujungnya?" "Setengah jam perjalanan." "Dan dari sini sampai jalan masuk?" "Belum ada seperempat jam." "Kuda-kuda Indian itu barangkali ada di belakang kemah yang paling akhir." "Ya." "Jadi kalau begitu kita harus berjalan kira-kira tiga perempat jam. Tidakkah itu terlalu jauh?" "Hm, jarak itu dapat kita persingkat apabila kuda-kuda kita bawa sampai ke jalan masuk ke lembah." "Itulah yang hendak saya usulkan." "Terima kasih, Sir! Saya setuju sekali. Kini barangkali sudah lewat pukul sepuluh. Orang kulit merah biasanya lekas tidur, apalagi jikalau tidak ada orang dewasa. Bagaimana pendapat Anda, dapatkah kita berangkat sekarang?" "Saya kira kini saat yang paling baik, kita tak dapat menunggu sampai sesudah tengah malam." "Kalau begitu marilah kita berangkat!" Kami menyandang bedil kami, lalu membimbing kuda kami ke arah jalan masuk. Sampai ke sana saya berjalan lebih dahulu untuk melihat adakah tempat itu aman untuk meninggalkan kuda kami. Saya tidak ada melihat orang dan di belakang kami tidak ada api. Orang-orang kulit merah rupanya sudah tidur semuanya. Orang Indian tidak memelihara anjing, jadi kami tak usah merasa khawatir akan mendapat gangguan dari binatang itu. Kuda kami segera kami tambatkan, lalu kami masuk ke dalam lembah. Kami berjalan di sebelah kiri lembah yang pada perjalanan saya menyelidik tadi telah saya lihat dengan baik, jadi sudah saya ketahui benar letaknya. Jalan itu membelok dan tidak akan melalui kemah-kemah orang Indian. Setelah perkemahan itu ada di belakang kami maka kami berbaring, lalu berbalik merangkak ke kemah yang paling akhir, di mana Bob tertawan. Merangkak itu tidak dapat kami kerjakan dengan mudah, oleh karena kami menyandang bedil. Kami tidak berani meninggalkan bedil itu di tempat kuda kami, karena kalau ada terjadi sesuatu maka tak dapat kami memberi perlawanan yang tepat. Old Surehand merangkak di depan sekali. Ia sudah saya beritahu letak kemah Bob. Dia saya biarkan berbuat sekehendaknya, sebab saya yakin bahwa ia tidak akan membuat kesalahan. Tiba di dekat kemah itu ia menunggu kami. Setelah saya menyusul dia, maka ia berbisik, "Anda melihat kedua penjaga itu, Sir? Mereka berbaring di depan pintu dan rupa-rupanya tidur dengan nyenyak. Anda menghendaki saya membantu Anda? Tetapi saya kira tinju Anda lebih terlatih daripada tinju saya." "Serahkanlah semuanya kepada saya! Anda akan mendengar dua pukulan berturut-turut, tetapi tidak terlalu keras bunyinya. Setelah itu Anda mengikuti s aya." Perlahan-lahan saya merangkak terus. Kedua orang penjaga itu tidak bergerak; mereka benar-benar tidur dengan nyenyak. Antara dua orang itu ada sela yang agak lebar; itu saya pergunakan. Penjaga yang pertama saya pegang lehernya lalu saya tinju pelipisnya. Saya merasa badan orang itu gemetar, lalu ia tidak bergerak sedikit juga. Ia sudah pingsan. Demikian juga, saya perbuat dengan penjaga yang kedua. Maka datanglah Old Surehand, disusul oleh Cutter. "Anda berdua duduk di sini, masing-masing menjaga seorang," kata saya dengan berbisik. "Jagalah, jangan mereka dapat merugikan kita sampai saya balik kembali." "Bukankah mereka sudah pingsan," kata Old Wabble. "Betul, akan tetapi untuk berapa lama? Tengkorak mereka tidak saya ketahui kekuatannya; boleh jadi pukulan saya tidak seberapa keras. Jikalau ada yang bangun, hendaknya Anda ancam dengan pisau." Saya kuakkan tirai yang menutup pintu masuk ke kemah, lalu saya menyeruduk masuk ke dalam. Saya dengar bunyi napas orang yang sedang tidur dengan nyenyak. "Bob," demikian saya mencoba menjagakan dia. Ia tidak mendengar. Saya pegang sebuah kakinya lalu saya gerak-gerakkan. "Bob!" Ia bergerak. "Bob! Andakah itu?" "Apa. siapa. apa.?" jawabnya, masih setengah tidur. "Bangunlah dan dengarkanlah kata saya! Anda seorang diri saja, Bob?" "Ya, Bob seorang diri saja. Siapakah yang membangunkan Masser Bob ini? Siapa berbicara dengan dia?" Orang Negro itu biasa menyebut dirinya sendiri Masser dan apabila ia berbicara dengan orang yang dihormatinya, maka orang itu disebutnya Massa. "Itu akan saya katakan jikalau Anda dapat berbisik dengan perlahan-lahan. Saya datang membebaskan Anda." "Oh. oh. oh.! Membebaskan Bob! Bob akan bebas, bebas sama sekali? Siapakah yang hendak membebaskan Masser Bob ini?" "Anda akan sangat bergirang hati apabila Anda mendengar siapa saya ini. Akan tetapi Anda tidak boleh berseru atau berkata keras karena kegirangan!" "Bob akan berbisik-bisik sehingga tidak ada orang dapat mendengarnya." "Baiklah, terkalah!" "Massa Bloody Fox?" "Bukan." "Kalau begitu tak ada orang lain yang dapat membebaskan Masser Bob kecuali Massa Shatterhand!" "Ya, itu benar." "Oh... oh... oooooh!" demikian ia mengerang kegirangan. Karena ia tidak berani berteriak atau berseru, maka ia menggerak-gerakkan kakinya sedemikian sehingga saya harus menepi kalau tidak mau saya kena sepaknya. "Diamlah! Anda boleh bergirang hati, apabila kita sudah meninggalkan tempat ini. Kakimu diikat?" "Ya, tangan saya terikat pula dan diikatkan pada tiang kemah ini dan badan saya terikat pada tongkat yang dipancangkan dalam-dalam di tanah." "Anda diperlakukan dengan baik?" "Saya acapkali dipukul." "Anda cukup diberi makan?" "Bob selalu lapar." "Biarlah, nanti Anda dapat makan kenyang-kenyang. Diamlah dahulu, ikatan ini akan saya lepaskan. Tali ini nanti akan dapat kita pergunakan." "Masih banyak lagi tali tergantung pada tiang." "Baik, itu akan kita pergunakan untuk mengikat penjaga. Kuda saya saya bawa, untuk Anda tunggangi. Bukankah kuda itu sudah Anda kenal baik?" "Hati-hatilah? Bob dan kuda itu adalah sahabat yang karib." "Ayo lekas-lekas, jangan banyak berbicara lagi, nanti boleh Anda ceriterakan bagaimana Anda sampai dapat ditawan oleh orang Comanche." Sebentar kemudian ia sudah bebas; ia bangkit, menggeliatkan badannya, lalu mengerang kegirangan. "Di mana tali yang Anda maksud tadi? Berikanlah kepada saya." Segera tali itu diambilnya dan kamipun ke luar Dengan segera ia mengenali teman-teman saya sebagai orang kulit putih yang tak dapat tidak adalah teman saya. Ketika ia melihat kedua penjaga itu berbaring, maka ia berkata: "Inilah anjing-anjing Indian yang selalu memukul dan menyepaki saya. Mereka Anda pukul dengan tinju Anda, Masser Shatterhand?" "Ya. Segera kita ikat." "Oh. oh.. Itu tugas Masser Bob." Dengan segera ia mulai mengikat mereka erat-erat, bahkan sedemikian eratnya sehingga penjaga itu bangun karena sakit. Baju mereka kami koyak- koyak dan koyakan kain itu kami pergunakan sebagai sumbat, agar mereka tidak dapat berteriak. Kemudian mereka kami seret, lalu kami ikatkan erat-erat kepada tongkat dan tiang, sehingga pasti mereka tidak akan dapat lolos. Pekerjaan ini sudah selesai. Kini kami harus mengambil jimat ketua suku. Bob dan Old Wabble harus menunggu; Old Surehand dan saya merangkak ke arah kemah ketua suku. Di sana kami tidak melihat apa-apa yang dapat menimbulkan curiga. Tempat jimat itu digantungkan, dapat kami cabut tanpa membuat bunyi. Segera jimat itu kami ikat dengan tali. Setelah kami kembali ke tempat Bob dan Old Wabble maka Old Wabble berkata: "Selesai, artinya kami yang selesai, akan tetapi pekerjaan yang paling sulit masih harus Anda hadapi, Mr. Shatterhand. Sesungguhnya hati saya cemas. Jauhkah tempat kuda itu?" "Tidak. Di balik kemah ketua suku; ia sedang berbaring di atas rumput." "Kita akan pergi ke sana?" "Anda ingin melihat bagaimana tingkah kuda itu nanti?" "Ya." "Marilah! Akan tetapi jangan terlalu mendekat, sebab nanti ia akan membuat gaduh." Kami merangkak dengan perlahan-lahan. Kami masih harus berjalan kira-kira duapuluh langkah, akan tetapi kuda itu sudah mengangkat kepalanya lalu mendengus. Kami maju tiga langkah lagi; kuda itu sudah bangkit, menarik-narik lasso dan mendepak-depak dengan kakinya. "Kita balik," kata saya. "Kalau tidak begitu, barangkali ia akan meringkik Kuda ini terlatih baik sekali." "Ya, sudah terlatih benar. Masih hendak mencoba Anda mengendarai kuda ini di dalam gelap gulita? Kalau boleh saya memberi Anda nasihat.. " Old Surehand segera menyela: "Jangan banyak bicara lagi. Sir! Kita harus pergi. Pimpinlah Bob; saya akan membawa jimat itu. Ayo kita berangkat!" "Ya, ya, orang negro itu akan saya pimpin. Akan tetapi ingin benar saya mengetahui bagaimana kesudahan percobaan ini!" Mereka menghilang dalam gelap gulita malam. Kini saya dapat melaksanakan rencana saya. Melarikan kuda ini adalah tugas yang jauh lebih sukar daripada membebaskan Bob dan mengambil jimat ketua suku. Saya tidak bermaksud mengambil kuda itu dengan cara yang dimaksud oleh Old Wabble. Kuda ini telah terlatih secara Indian. Ia takut sekali kepada orang kulit putih. Saya tidak sangsi bahwa dengan sekali lompat saja saya dapat naik ke atas punggungnya, akan tetapi saya tahu bahwa binatang itu akan memberi perlawanan. Dalam pada itu ia akan meringkih-ringkih dan akan membangunkan segala penghuni perkemahan. Lain daripada itu kuda itu tidak mempunyai pelana, bahkan tidak mempunyai tali kekang. Jadi saya akan terpaksa mempergunakan kekuatan paha saya belaka. Ia tentu akan lari, akan tetapi apa yang ditakutkan oleh Old Wabble, pasti akan terjadi, yakni, kuda itu akan lari membabi buta dan menerjang perkemahan. Dengan demikian maka besar kemungkinan bahwa saya akan jatuh sehingga akan patah tulang-tulang s aya. Tidak, saya harus mencobanya dengan cara yang lain. Untunglah saya mengetahui dengan tepat, bagaimana orang harus memperlakukan kuda Indian. Itu sudah saya pelajari dari Winnetou. Kuda itu harus menyangka bahwa saya seorang Indian. Sesudah itu matanya harus saya tutupi dengan kain. Ketika tadi saya bersua dengan wanita gila itu, maka saya ada melihat tumbuh-tumbuhan yang semerbak sekali baunya. Jikalau badan saya saya gosok dengan tumbuh-tumbuhan itu niscaya kuda ini akan mengira bahwa saya seorang Indian. Pemburu prairi yang cerdik harus pandai mempergunakan segala akal; jiwanya kerap kali bergantung kepada kecerdikan itu. Lain daripada itu saya telah melihat beberapa selimut Indian di muka kemah ketua suku. Selimut itu dapat saya pergunakan. Lebih dari itu saya tidak memerlukan apa-apa. Segera saya mengambil tumbuh-tumbuhan yang saya maksud tadi. Saya gosok badan saya, bahkan saya berguling-guling antara tumbuh-tumbuhan itu sehingga seluruh badan saya, tangan saya dan muka saya berbau tumbuh-tumbuhan itu. Karena daun tumbuh-tumbuhan itu maka kuda itu tidak dapat mengetahui bahwa saya seorang kulit putih. Kemudian saya pergi mengambil selimut orang Indian yang terletak di muka kemah ketua suku. Mata kuda itu saya tutupi dengan selimut dan sebuah selimut lagi saya pergunakan untuk menutupi badan saya, setelah topi saya saya simpan di bawah baju saya. Dengan demikian tidak adalah pakaian yang akan dapat menimbulkan curiga pada kuda itu. Dengan perlahan-lahan sekali kuda itu saya dekati. Dalam pada itu ia sudah berbaring kembali; ia berpaling ke arah saya, mendengus-dengus untuk mencium bau saya lalu... tetap tinggal berbaring di situ. Saya disangkanya seorang kulit merah! Usaha saya sudah separoh berhasil. "Tcha-at, tchat-at, manis, manis," kata saya dengan halus seperti kebiasaan orang Comanche; dalam pada itu tengkuknya saya belai-belai. Dibiarkannya saja saya berbuat begitu, bahkan rupa-rupanya ia merasa senang. Setelah pada perhitungan saya teman-teman saya telah sampai pada jalan masuk lembah ini, maka lasso yang dipergunakan orang untuk menambatkan kuda ini, saya potong dalam beberapa bagian dan dengan tali itu saya buatlah ikatan kepala kuda yang segera saya pasangkan. Dua utas tali yang agak panjang saya ikatkan di sebelah kiri dan kanan; itulah yang akan menjadi tali kekang. Dalam pada itu kuda itu sedikitpun tidak melawan. Kemudian saya melangkahkan kaki saya di atas punggungnya dan berkata dengan perlahan-lahan: "Naba, naba, - berdiri, berdiri!" Kuda itu mematuhi perintah saya. Untuk mencobanya saya suruh dia berjalan kian-kemari; dengan patuh ia mengikuti segala yang saya kehendaki. Untuk menjauhi perkemahan maka saya berjalan menyusur tepi lembah. Setelah perkemahan itu ada di belakang saya, maka kuda itu saya suruh berjalan lebih cepat lagi. Di jalan masuk lembah saya lihat bahwa teman-teman saya sudah tidak ada di situ lagi. Maka saya memekik secara Indian dan kuda itu segera berjalan dengan kencang. Mula-mula saya menyusur batang air, kemudian membelok ke kanan menuju ke prairie terbuka. Kuda ini ternyata bagus sekali. Setelah berjalan setengah jam lamanya, belum tampak sama sekali bahwa ia sudah lelah. Sekonyong-konyong saya mendengar orang berteriak di muka saya. Itu teman saya yang ingin mengetahui adakah saya yang datang. Saya menjawab dengan pekik juga; mereka berhenti menunggu saya. "AU devils, seorang kulit merah!" seru Old Wabble, demi ia melihat saya. "Ia mengejar Old Shatterhand tetapi Old Shatterhand sudah dapat lolos. Marilah kita serang." Saya melihat bahwa Old Wabble hendak mengambil bedilnya. Karena itu saya berseru: "Hai, jangan menembak, Sir! Saya masih ingin hidup terus." "Astaga! Itu suara Old Shatterhand!" "Suara siapa pula kalau bukan suara saya!" "Ya, betul, itu Old Shatterhand! Sir, saya tercengang-cengang!" "Sebab apa?" "Anda duduk dengan tenang di atas kuda yang belum Anda kenal. Itu bukan kuda yang hendak Anda ambil tadi!" "Lihatlah sendiri!" "Hm, ya! Bagaimana Anda dapat memaksanya menurut secepat itu?" "Saya tak perlu memaksa. Dengan sukarela ia menurut saya bawa ke mari." "Mustahil! Saya seorang ahli kuda, tak dapat Anda tipu." "Saya tidak menipu Anda. Apabila kuda ini harus saya paksa, tentu lain sekali tingkah-lakunya." "Sayang saya tidak dapat melihat dengan jelas karena terlalu gelap. Adakah kuda itu berpeluh, atau berbuih mulutnya? Saya ingin menyatakannya sendiri." Didekatkannya kudanya kepada kuda saya, lalu ia mencoba merabai kuda saya. Kuda itu mulai mendengus serta berdiri pada kaki belakangnya. "Jangan, Sir," kata saya, "Ia tak mau disentuh oleh orang kulit putih." "Akan tetapi Anda sendiri orang kulit putih juga!" "Ya, akan tetapi disangkanya orang kulit merah." "O, karena itu maka Anda menyamar diri dengan memakai selimut Indian! Cerdik benar. Makin lama saya makin percaya bahwa saya masih banyak sekali dapat belajar dari Anda. Tetapi, tetapi, bagaimana dengan bau Anda! Seorang Indian lain sekali baunya daripada seorang kulit putih. Karena bau itu maka ia akan mengetahui bahwa Anda bukan orang Indian." "Saya sudah mengubah bau saya. Ada cara yang mujarab untuk mengubah bau manusia." "Bagaimana caranya?" "Itu rahasia. Tetapi dalam beberapa jam saja bau itu akan hilang lagi, dan apabila saya cabut selimut ini maka ia akan mengetahui bahwa ia sudah saya tipu dan pasti akan memberi perlawanan. Dalam pada itu hari sudah siang dan kita akan ada di prairie terbuka. Di sana akan saya langsungkan perjuangan saya melawan kuda ini." "Saya ingin sekali melihat bagaimana Anda nanti akan mengalahkan kuda itu." "Mudah sekali. Hanya saya memerlukan tempat yang lapang, makin lapang makin baik. Tetapi janganlah kita terlalu banyak berbicara! Kaam Kulano ini harus kita tinggalkan sejauh-jauhnya. Saya akan berjalan di muka, agar kuda ini tidak menjadi gugup karena dekat pada orang kulit putih." Dalam pada itu saya menyusul Bob. Orang Negro itu segera berkata: "Mengapa Masser Bob tidak boleh berjalan di samping Massa Shatterhand? Masser Bob hendak mengucapkan terimakasih!" "Tidak perlu, Bob." "Dan ia hendak menceriterakan bagaimana orang-orang Indian itu dapat menangkap Masser Bob." "Kemudian saja. Sekarang belum saatnya untuk banyak berbicara. Jagalah agar Anda tidak terbelakang." "Oh... oh... kuda Anda baik sekali dan Bob sudah pandai menunggang kuda. Hatatitla dan Bob adalah sahabat baik dan berdua kami berjalan cepat sekali." Ya, kini Bob sudah jauh lebih pandai naik kuda daripada ketika ia untuk pertama kali duduk di atas pelana. Ketika itu ia berpegang erat-erat pada tengkuk kuda dan badannya selalu meluncur ke belakang sehingga acapkali ia jatuh di belakang ekor kudanya. Karena itu maka ia mendapat sebutan Sliding-Bob, artinya Bob yang meluncur. Akhirnya ia mendapat guru yang ahli, yakni Bloody Fox. Kini ia tidak pernah terbelakang lagi. Sejak kami meninggalkan Kaam-Kulano, kami tidak usah merasa khawatir kalau-kalau akan disusul oleh orang Comanche. Kuda kami semuanya bagus dan kencang larinya. Setelah beberapa jam kami berjalan tanpa berhenti, maka akhirnya kami berhenti juga oleh karena dari tempat itu ke Nargoletch Tsil, di mana kami akan menjumpai orang-orang Apache, kami masih harus berjalan sehari penuh. Kuda kami kami tambatkan dengan lasso yang panjang sekali agar mereka dapat makan rumput dengan leluasa. Kuda saya saya tambatkan agak jauh dari kuda-kuda yang lain, karena ia belum biasa kepada kuda-kuda itu. Demi kami sudah berkumpul, maka Bob bertanya: "Bolehkah sekarang Masser Bob menceritakan bagaimana ia ditangkap oleh orang Indian?" "Ya, silahkan," jawab saya, sebab saya tahu bahwa Bob tidak akan merasa puas sebelum ia diberi kesempatan untuk berceritera. "Saya heran mengapa Anda ditinggalkan oleh Bloody Fox." "Saya sama sekali tidak heran." "Itu saya tidak mengerti. Bukankah Anda pergi berburu?" "Ya, berburu." "Jadi Anda selalu bersama-sama dengan Bloody Fox." "Ya, bersama-sama," jawabnya dengan mengangguk. "Anda tertawan dan Bloody Fox dapat meloloskan diri?" "Ya." "Berapa banyak orang kulit merah yang menyerang Anda?" "Sepuluh, ditambah sepuluh, ditambah sepuluh lagi. Barangkali lebih banyak daripada itu. Bob tidak sempat menghitung dengan saksama." "Jadi kira-kira tigapuluh orang. Sepanjang pengetahuan saya Bloody Fox tidak takut mengejar tigapuluh orang kulit merah. Bukankah ia tahu bahwa Anda telah tertangkap?" "Barangkali Massa Fox tidak mengetahuinya." "Tidak? Tidakkah ia melihat?" "Tidak." "Akan tetapi Anda bersama-sama!" "Ketika orang Indian itu datang, Massa Fox tidak ada di tempat Masser Bob." "O, jadi Anda berpisah?" "Ya. Lama sekali kami mencari binatang perburuan, sampai jauh dari rumah, sampai ke Gunung Hujan, akan tetapi tidak bersua dengan seekor binatang pun." "Sampai ke Nargoletch Tsil? Justru tempat itulah tujuan kita sekarang." "Ya, betul, Nargoletch Tsil." "Anda berburu di sana?" "Ya, akhirnya kami menembak dua ekor bison. Kami potong-potong dagingnya dan kami iris menjadi lembaran daging yang nantinya akan kami masak menjadi dendeng. Lagi pula kami ada membawa kuda beban untuk mengangkat daging itu. Setelah daging itu kami jemur, maka kami mencari jejak bison lagi: Massa Fox pergi ke kiri, Masser Bob pergi ke kanan." "Itu tidak bijaksana. Seharusnya Anda harus pergi bersama-sama atau salah seorang harus tinggal menjaga kuda dan daging." "Ya, begitulah hendaknya. Massa Shatterhand selalu lebih mengetahui apa yang baik daripada Bloody Fox dan Masser Bob. Saya berjalan jauh sekali, akan tetapi tidak mendapatkan jejak bison. Akhirnya saya berbalik oleh karena hujan mulai turun. Sekonyong-konyong datang orang-orang Comanche dan saya sudah terkepung. Saya hendak melawan akan tetapi saya dapat ditangkapnya. Mereka bertanya apa maksud saya datang ke tempat itu, akan tetapi saya tidak mau memberi jawab. Saya dipukuli, akan tetapi mulut saya tetap terbungkam. Kemudian orang-orang Comanche itu menyuruh beberapa orang penyelidik mengikuti jejak saya. Kemudian mereka kembali, maka bersama-sama mereka pergi ke Gunung Hujan. Saya dibawanya serta. Segera saya mendengar tembakan. Sampai ke tempat di mana kami meninggalkan daging kami, saya melihat beberapa orang Indian terhampar di tanah, semuanya mati tertembak oleh Massa Fox; tetapi Massa Fox tidak ada di situ." "Jadi rupa-rupanya ia lebih dahulu balik ke tempat daging itu dan di sana ia diserang oleh orang-orang Comanche. Ia telah menembak beberapa orang, lalu melarikan diri." "Ya, ia sudah menghilang. Beberapa orang mengejar dia, akan tetapi kemudian kembali tanpa dapat menemukan Massa Fox." "Kemudian, apa yang diperbuat oleh orang-orang Indian itu?" "Masser Bob dikatakan pada kuda, daging itu diangkutnya, lalu kami pergi." "Ke mana?" "Kami berjalan hampir dua hari lamanya. Akhirnya Bob ditawan dalam sebuah kemah. Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka hendak mengambil Bloody Fox. Nanti Massa Fox dan saya akan mati pada tiang siksaan." "Hm! Lebatkah hujan itu?" "Lebat sekali. Baju saya basah kuyup." "Pukul berapa kira-kira semuanya itu terjadi?" "Ketika saya dan orang-orang Indian itu sampai ke Gunung Hujan, hari sudah mulai gelap." "Saya yakin bahwa Fox balik kembali untuk membebaskan Anda. Akan tetapi oleh karena hari sudah gelap maka ia tak dapat melihat jejak orang-orang Indian itu. Keesokan harinya jejak itu sudah hilang, sebab rumput yang terinjak oleh kaki kuda itu telah tegak kembali oleh hujan. Ia tidak mengetahui bahwa Anda telah berjumpa dengan orang-orang Indian dan telah ditangkapnya. Barangkali ia mengira bahwa Anda sesat. Ia mencari Anda, tetapi sia-sia. Sehari lamanya ia menunggu Anda balik kembali. Akan tetapi oleh karena Anda tidak datang, maka ia menduga bahwa Anda sudah lari karena dikejar orang kulit merah." "Ya, barangkali ia mengira begitu." "Anda disangka telah hilang." "Ya, pulang ke Ibu Sanna!" "Karena itu maka Bloody Fox pun pulang juga." "Akan tetapi demi Massa Fox melihat bahwa Bob tidak ada di rumah, apa yang akan dikerjakannya?" "Barangkali ia pergi lagi untuk mencari Anda. Siapa tahu di mana dan sampai berapa lama ia mencari Anda." "Akan tetapi nanti kami akan bertemu lagi. Bukankah Massa Shatterhand akan membawa Bob ke rumah Massa Fox?" "Ya, sebab orang-orang kulit merah hendak menyerang rumah Fox." "Mereka tidak akan berani! Mereka akan dibunuh dan ditembak oleh Masser Bob, semuanya!" Ia menggeretakkan giginya. Kemudian ia berkata lagi: "Ia, semuanya akan saya bunuh, sebab mereka telah memukul saya dan tidak memberi saya makan. Saya lapar sekali, akan tetapi apabila saya minta makan, maka saya ditertawakannya saja." "Nah, ambillah daging dari tas pelana saya. Makanlah sepuas-puasnya." "Ya, terimakasih, Bob lapar sekali." Ia makan dengan lobanya. Seluruh daging yang ada di tas pelana saya dihabiskannya. Kemudian ia menceriterakan panjang lebar apa yang dialaminya sebagai tawanan. Ceriteranya itu sama sekali tidak penting bagi kami. Setelah matahari terbit maka bangkitkan kami untuk menaiki kuda. "Kini ingin sekali saya mengetahui bagaimana sikap kuda Anda sekarang," kata Old Wabble. "Anda tentu tidak akan menyamar lagi, bukan?" "Ya, lemparkan ke mari." "Tidak sekarang, nanti kalau saya sudah duduk di atas punggungnya. Selimut itu nanti akan saya lemparkan kepada Anda." Kini saya mendekati kuda itu untuk membelai-belainya. Saya melihat bahwa binatang itu kini menaruh curiga dan menjadi gelisah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, mendengus-dengus lalu menarik-narik lasso. Bau tumbuh-tumbuhan itu sudah hilang, tetapi ia masih tertipu oleh selimut Indian yang saya pakai. Saya lepaskan ikatannya lalu saya naik. Lasso itu saya gulung-gulungkan pada leher kuda. Teman-teman saya mengamat-amati perbuatan saya dengan berdebar-debar, tetapi mereka menyingkir jauh-jauh, takut kalau-kalau akan diterjang oleh kuda itu apabila ia lari. Binatang itu mulai menggigil, itu adalah tanda bahwa ia akan memberi perlawanan. Dalam sekejap mata saja saya cabut selimut saya serta saya lemparkan ke arah Old Wabble. Dengan cepat sekali lasso saya belitkan pada punggung. Dengan tangan yang satu saya memegang tali kekang dan dengan tangan yang lain saya cabut topi saya dari bawah baju saya, lalu saya letakkan di atas kepala saya. Pada saat itu kuda itu memalingkan kepalanya dan demi ia melihat saya maka ia meringkih- ringkih lalu berdiri pada kaki belakangnya. Tali kekang saya tarik kuat-kuat, paha saya saya tekankan pada perutnya. Ia berdiri tegak pada kaki belakangnya. Kuda itu hampir saja jatuh terbalik. Saya dorong dia ke depan; dalam pada itu saya tarik ia ke sisi, sehingga hampir ia berputar. Kemudian ia hendak mengangkat kaki belakangnya: sia-sia belaka. Kini ia melompat-lompat, membungkukkan punggungnya, melompat ke atas dengan keempat kakinya. Kemudian ia berdiri dengan diam untuk menipu saya. Setelah itu dengan tiba-tiba ia melompat ke sisi untuk melemparkan saya; sia-sia juga! Kemudian dicobanya segala akal untuk melemparkan saya. Saya tetap duduk dengan tenang. "Bagus, bagus sekali, Sir!" seru Old Wabble. "Baik sekali duduk Anda. Kuda itu banyak sekali tingkahnya, rupa-rupanya ia sudah kemasukan setan." "O, ini baru permainan saja," jawab saya. "Nantilah sebentar, tingkahnya akan lebih hebat lagi!" Seakan-akan kuda itu dapat memahami perkataan saya, maka iapun berbaring dan menggulung-gulungkan badannya. Dalam pada itu keempat kakinya digerak-gerakkannya di udara. Tetapi saya tetap waspada. Ketika ia berbaring, maka saya melompat dengan kedua kaki saya di tanah, akan tetapi badan kuda itu masih di antara dua kaki saya. Ia berguling ke kiri, lalu berguling ke kanan, akan tetapi badannya selalu ada di antara kaki saya. Saya harus melihat dengan tajam dan harus mengindahkan segala gerak kuda itu. Dalam pada itu saya harus menjaga agar tidak dapat disepak dengan kakinya. Saya harus menerka apa yang akan diperbuat oleh kuda itu pada saat berikutnya. Begitulah beberapa lamanya kami mencoba tipu-menipu. Saya sudah mulai lelah. Kini binatang itu bangkit kembali dan saya terangkat ke atas, tetapi dalam pada itu tali kekang saya pegang erat-erat. "Bagus, bagus sekali," seru cowboy tua itu. "Thunderstorm, kuda itu sudah menjadi seperti setan. Anda cekatan sekali, Mr. Shatterhand, hanya Old Wabble saja dapat meniru perbuatan Anda." "Itu belum seberapa, Sir," seru saya. "Mula-mula saya biarkan dia berlelah-lelah, akan tetapi perhatikanlah, kini dia akan berlari. Naiklah Anda semuanya untuk mengikuti saya." Sedang saya berkata, kuda itu berulang-ulang melompat-lompat dan untuk kedua kalinya berguling-guling, kemudian bangkit lagi. Sampai kini kuda itu mencoba melawan dengan akal dan kecerdikan, akan tetapi saya yakin bahwa sebentar lagi ia akan memberi perlawanan dengan kekuatan badannya. Saya tarik lebih keras lagi tali kekangnya, lalu saya maju ke depan dan saya tekan perutnya dengan kedua paha saya. Kuda itu berdiri dengan diam. Saya memasang telinga saya. Saya menunggu sampai saya mendengar bunyi yang saya harapkan. Ya, saya mendengar bunyi itu. Ia mengerang-ngerang dan kedengaran oleh saya bunyi napasnya mulai terengah-engah; itulah tanda bahwa saya pasti akan menang apabila kekuatan saya tidak berkurang. Kuda itu hendak berdiri pada kaki belakangnya, hendak melompat dengan keempat kakinya, akan tetapi ia saya tekan perutnya lebih keras lagi, sehingga ia tidak dapat berbuat apa yang dikehendakinya. Ia mengerang lebih keras lagi, napasnya menjadi lebih terengah-engah. Lima menit lamanya kami berjuang secara itu. Kemudian mulutnya sudah berbuih. "Bagus, bagus!" seru Old Wabble dengan kagum. "Belum pernah saya melihat orang menguasai kuda seperti Anda!" Ya, mudah sekali mengatakannya, akan tetapi lain halnya apabila ia duduk di tempat saya. Paru-paru saya sudah mulai sesak, saya bersimbah peluh, akan tetapi saya tetap bertahan. Kini kuda itu hendak berguling lagi, akan tetapi tiada dapat. Sekarang saya beri tekanan lebih keras lagi dan... kekuatan manusia telah dapat mengalahkan kekuatan kuda. Kuda itu rebah. "Kagum, kagum saya!" seru Old Wabble. "Saya tidak akan dapat meniru Anda. Kini saya tahu. Sir, bahwa Anda jauh lebih pandai menunggangi kuda daripada saya." Old Surehand berdiam diri; akan tetapi matanya bersinar-sinar. "Bagus, bagus!" seru Bob. "Saya sudah sering sekali melihat Masser Shatterhand berbuat begitu, akan tetapi selalu dengan kuda liar." "Saya belum selesai," jawab saya. "Lihatlah kini ia tentu akan berlari." Saya berdiri dengan kedua kaki saya terlangkahkan di atas badan kuda, sambil membungkukkan badan saya dan memegang tali kekang di tangan saya. Kuda itu sadar kembali lalu bangkit dan saya terangkat ke atas pula. Beberapa saat lamanya ia berdiri dengan tiada bergerak. Dengan tiba-tiba ia melompat, lalu lari secepat-cepatnya. Saya tetap duduk dengan kokoh dan saya biarkan kuda itu berlari, asalkan ia tidak menyimpang dari arah yang kami tuju. Ketiga orang teman saya mengikuti saya dari belakang. Kemudian kuda itu mencoba sekali lagi untuk melemparkan saya, akan tetapi saya kuasai lagi seperti tadi sampai ia rebah lagi. Kini saya tahu bahwa ia tidak akan memberi perlawanan lagi. Saya menunggu sampai ketiga orang teman saya menyusul saya. Mereka menghentikan kudanya dan Old Wabble bertanya: "Hai, Anda melepaskan tali kekang dan kuda itu Anda biarkan berbaring begitu saja! Bagaimana apabila ia lari lagi?" "Ia tidak akan lari lagi, ia sudah saya kalahkan," jawab saya. "Jangan Anda sembrono. Sayang apabila sesudah segala susah payah itu ia akan lolos juga!" "Ia tidak akan lari lagi. Perhatikanlah! Saya tahu latihan orang Indian." Saya pegang kuda itu pada kepalanya sambil berkata: "Naba, naba - bangkitlah, bangkitlah!" Kuda itu bangkit. Perlahan-lahan saya mendekatinya seraya memberi perintah: "Eta, eta - ke mari, ke marilah!" Ia mengikuti saya, ke kanan, lalu ke kiri sampai saya berhenti. Maka iapun berhenti juga. "Luar biasa," seru Old Wabble. "Jikalau orang tidak menyaksikannya sendiri maka ia tak akan mau percaya!" "Nah, kini Anda mengakui bahwa kuda ini sudah saya jinakkan?" "Ya, ya!" "Dan kaki serta tangan saya tidak patah!" "Sudahlah! Saya tidak dapat menduga bahwa Anda telah dapat melebihi Old Wabble!" "Rupa-rupanya Anda mengira bahwa Anda penunggang kuda yang paling ulung di dunia ini! Ya, saya berani mengatakan bahwa saya melebihi Anda, akan tetapi bukan karena saya congkak, sebab saya mengakui juga bahwa ada penunggang kuda yang lebih cakap lagi daripada saya." "Astaga! Saya ingin bertemu dengan orang yang lebih pandai naik kuda daripada Anda!" "Saya sudah pernah menunggangi kuda yang harganya limapuluh ribu dollar atau lebih, itupun sekiranya kuda itu boleh dibeli orang. Anda boleh mencoba menaiki kuda Kirgis yang sudah terlatih, atau kuda Kurdis atau kuda Parsi yang dilatih menurut cara Partha kuno. Menurut pengertian orang di sini Anda adalah penunggang kuda yang ulung; akan tetapi di sana Anda akan ditertawakan orang." "Kirgis. Kurdis. Partha kuno.? Kata-kata apa itu? Anda sudah pernah menunggangi kuda-kuda itu?" "Ya, dan saya tidak pernah menjumpai kesulitan." "Hm, hm!" demikian orang tua itu menggerutu. "Saya selalu menyangka bahwa saya seorang penunggang kuda yang ulung dan kini ternyata tidak benar." "Bukan itu maksud saya, Mr. Cutter. Anda memang seorang penunggang kuda yang ulung, akan tetapi secara cowboy. Orang kulit merah lain pula cara menunggang kuda, bukankah begitu?" "Ya." "Oleh karena saya mengenal baik cara orang Indian menunggangi kuda, maka kuda ini dapat saya kalahkan, tidak lain. Jangan Anda lupakan bahwa di dunia ini masih banyak sekali bangsa penunggang kuda: orang Arab, orang Badui, orang Tuareg, orang Parsi, orang Turki, orang Kirgis, orang Mongol dan seterusnya dan setiap bangsa itu mempunyai cara masing-masing. Dapatkah seseorang yang pandai naik kuda menurut cara saja menyebut dirinya penunggang kuda yang paling ulung dan patutkah ia berkata: orang itu melebihi saya?" "Ya, saya mengerti, Sir! Tetapi saya mengerti juga bahwa maksud Anda ialah hendak mengatakan: jangan berlagak, Old Wabble!" "Bukan karena saya mengira bahwa saya lebih pandai daripada Anda, akan tetapi maksud saya hanyalah supaya Anda memperoleh pandangan yang lebih luas. Di Kaam Kulano tadi Anda hendak memberi pelajaran kepada saya, pada saat dan tempat yang tidak serasi." "Itu benar, Mr. Shatterhand!" jawabnya dengan terus terang. "Ya, saya selalu keras kepala, karena saya belum pernah bersua dengan orang yang lebih pandai daripada saya. Anda sudah menegur saya, bukan saja dengan kata-kata melainkan lebih-lebih dengan perbuatan dan teguran. Itu akan saya perhatikan benar." "Marilah kita meneruskan perjalanan kita." "Kita akan kembali ke Altschese Tschi?" tanya Old Wabble. "Tidak, kita tidak akan kembali ke Hutan Kecil?" "Ingatlah akan para penyelidik orang Comanche yang telah terbunuh di sana. Mereka tidak kembali ke perkemahan Vupa Umugi. Saya yakin bahwa ketua suku itu akan mengirimkan prajurit-prajuritnya untuk menyelidiki di mana mereka itu. Bolehkah mereka menjumpai jejak kita?" "Tidak, sebab dengan demikian maka mereka dapat mengikuti kita ke Gunung Hujan. Tetapi bagaimana halnya dengan Parker, Hawley dan Pisau Panjang? Bukankah mereka membuat jejak juga yang menuju ke Gunung Hujan?" "Itu kemarin; jejaknya tidak akan kelihatan lagi." "Jadi kita harus berjalan mengeliling; ke mana? Bukankah kita harus mengambil jalan antara H utan Kecil dan Air Biru? Dengan demikian maka orang- orang Comanche akan lebih lekas lagi menjumpai jejak kita." "Kita harus membelok lebih ke kanan lagi." "Jadi kita harus menyeberangi Rio Pecos lagi! Jalan itu panjang sekali." Kini Old Surehand berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya: "Anda ini benar-benar tidak dapat memungut pelajaran dari pengalaman, Old Wabble! Rupa-rupanya Anda selalu hendak menyanggah saja!" "Tidak, saya tidak akan membuka mulut saya lagi!" "Saya sependapat dengan Mr. Shatterhand. Jauh atau tidak, kita harus mengambil jalan yang mengeliling itu. Tidakkah Anda mengerti bahwa dengan demikian Old Shatterhand mendapat dua keuntungan sekaligus?" "Dua keuntungan bagaimana?" "Pertama, jejak kita tidak akan dijumpai orang." "Yang kedua?" "Nale Masiuv." "Nale Masiuv? Bagaimana?" "Hari ini hari yang ketiga." "Ya, dihitung dari hari kita ada di Air Biru maka hari ini ialah hari yang ketiga dan pada hari ini Nale Masiuv akan datang dengan membawa seratus orang prajurit. Jadi kita akan mencari jejak mereka?" "Ya," jawab saya. "Kita harus mengetahui sudah adakah ia di sana atau belum. Saya yakin bahwa setelah Nale Masiuv datang ke Air Biru, maka sekalian orang kulit merah itu akan berangkat ke Llano Estacado. Itu penting sekali bagi kita. Sejak saat ini kita harus membelok ke kanan. Marilah, Tuan- tuan!" "Saya tidak mempunyai bedil untuk menembak orang-orang Indian itu," seru Bob. "Anda akan saya beri bedil. Di Hutan Kecil kami telah merampas beberapa buah bedil; nanti Anda boleh memilih. Dan apa yang masih Anda perlukan lagi, pisau dan sebagainya, akan saya beri juga." Ketika saya membelai-belai kuda Comanche saya maka kuda itu tidak memberi perlawanan sama sekali. Saya periksai kukunya dan dia membiarkan saya berbuat begitu. Ketika saya naik ke atas punggungnya, maka ia berdiri dengan tenang. Pendek kata, kuda itu sudah mengakui saya sebagai tuannya. Old Wabble menggeleng-gelengkan kepalanya karena kagum, akan tetapi tidak berkata apa-apa. Kuda itu kini tidak takut lagi kepada kuda-kuda yang lain, sehingga kini saya dapat berjalan bersama-sama dengan teman-teman saya. Maka kami berganti-ganti berceritera. Old Surehand pun menceriterakan beberapa pengalamannya. Akan tetapi apa yang diceriterakannya itu lebih merupakan berita daripada kisah. Old Wabble mendapat kesempatan menyampaikan pelbagai pertanyaan yang cerdik, yang akan membuat orang biasa terpaksa menceriterakan asal-usulnya, akan tetapi Old Surehand selalu dapat menghindarinya dan saya mengetahui bahwa sedikitpun ia tidak menyinggung riwayat dirinya sendiri. Saya tidak mau memajukan pertanyaan yang dapat menimbulkan persangkaan bahwa saya ingin benar mengetahui rahasianya. Menjelang malam sampailah kami pada suatu tempat di tepi Rio Pecos yang jauhnya kira-kira satu mil Inggeris dari tempat di mana sungai itu bermuara di Air Biru. PERTEMUAN PEMBURU-PEMBURU PRAIRI YANG ULUNG DI PADANG PASIR Kami menyeberangi Rio Pecos dengan berenang, sebab hanya dengan demikian kami dapat menjauhi Air Biru, Tiba di seberang segera kami menjumpai jejak. "Ha," seru Old Wabble, "kini kita melihat tanda, bahwa Nale Masiuv sudah tiba di sini dengan prajurit-prajuritnya!" Old Surehand melayangkan pandangannya ke arah jejak itu lalu berkata: "Bukan Nale Masiuv." "Mengapa bukan?" "Berapa orang kulit merah yang akan dibawanya?" "Seratus." "Adakah ini jejak seratus orang berkuda?" "Ya, itu benar. Mungkinkah itu jejak pelopornya?" "Barangkali." "Kalau begitu sisa pasukannya masih akan datang dan jejak kita akan dilihatnya. Apa yang akan kita perbuat? Mereka tidak boleh tahu bahwa kita ada di sini." "Apa yang akan kita perbuat, itu harus ditetapkan oleh Mr. Shatterhand." Saya membungkukkan badan saya untuk mengamati jejak itu dengan lebih seksama, lalu berkata: "Ini jejak kira-kira duapuluh orang berkuda yang rupa-rupanya merasa aman, sebab mereka tidak berjalan berurutan. Jejak ini usianya paling sedikit empat jam. B arangsiapa datang ke mari sesudah kita, akan dapat membedakan jejak kita daripada jejak penunggang-penunggang kuda ini. Akan tetapi malam hari sudah dekat. Dan dalam gelap gulita mereka tidak akan dapat membedakannya. Jangan kita khawatir, marilah kita ikuti jejak ini." Tidak lama kemudian sampailah kami pada tempat di mana penunggang-penunggang kuda itu berhenti. Tempat itu dikelilingi oleh semak belukar pada pihak yang berlawanan dengan tepi sungai. Semak belukar itu tidak berapa lebat. "Kita hanya mengetahui bahwa jumlah mereka kira-kira duapuluh orang," kata saya, "selanjutnya tidak kita ketahui apa-apa lagi." "Jadi mereka itu adalah pasukan pelopor?" tanya Old Wabble. "Itu sangat saya sangsikan. Untuk apa Nale Masiuv membagi pasukannya dan mengirimkan pelopor? Itu hanya dilakukan orang kalau hendak mendekati musuh. Tidak demikianlah halnya di sini. Jadi saya kira mereka itu bukan pelopor, melainkan pasukan yang berdiri sendiri. Boleh jadi ini kelompok Schiba Bigk, ketua suku yang masih muda, yang harus pergi ke Air Biru jikalau ia hendak menyertai Vupa Umugi ke Llano Estacado." "Itu mungkin, Sir! Akan kita ikuti jejak ini?" "Itu tidak ada gunanya, bahkan akan membahayakan." "Tetapi bukankah kita harus berjalan ke hulu untuk menyeberang lagi." "Ya, akan tetapi tidak menyusur tepi sungai ini, supaya jangan ada kemungkinan kita akan berjumpa dengan orang kulit merah. Kita akan berjalan mengelilingi sedikit, sehingga baru kita sampai ke tempat penyeberangan apabila hari sudah gelap, jadi tidak akan dapat dilihat orang." "Itu baik sekali, akan tetapi berbahaya juga. Sebab apabila sebelum gelap ada orang Indian datang ke mari maka mereka akan melihat di mana kita meninggalkan jejak ini. Mereka akan mengikuti kita." "Kita tidak akan berbuat sebodoh itu. Kita baru menyimpang di tempat, di mana kita tidak akan membuat jejak. Dan tempat itu ialah ini. Adakah Anda melihat sela-sela di semak belukar itu?" "Apa gunanya, mereka akan melihat jejak kita juga." "Tidak. Kita tidak akan berjalan dengan perlahan-lahan, melainkan kita akan melompat. Kalau kuda kita bertumpu di sini, maka itu tidak akan dilihat orang, sebab tempat ini penuh dengan jejak dan rumput ini sudah terinjak-injak sama sekali. Kuda kita akan menjejak tanah lagi di balik sela itu. Bekas kaki kuda itu tidak akan dapat dilihat dari sini, oleh karena sela itu sangat sempit. Akan tetapi kita harus melompat tinggi supaya jangan kita mematahkan ranting atau daun." "Siapa yang akan melompat lebih dahulu?" "Saya! Ikutilah saya dan berbuatlah seperti saya!" Saya melompatkan kuda saya jauh ke atas semak-semak itu. Sampai di seberang saya tidak menunggu, melainkan berjalan terus untuk memberi tempat bagi teman-teman saya. Mereka semuanya melompat dengan selamat. Kemudian kami menyilang hutan belukar itu sampai kami tiba pada sebuah padang terbuka. Dari sana kami berjalan lurus-lurus ke arah tempat penyeberangan sungai. Kami harus hati-hati sekali, sebab dalam pada itu hari sudah menjadi gelap. Tempat itu tidak seberapa aman. Oleh karena Vupa Umugi mengharapkan kedatangan pasukan Nale Masiuv, maka di dekat tempat penyeberangan itu mungkin sekali kami akan menjumpai orang kulit merah. Karena itu kami turun, lalu meneruskan perjalanan kami dengan berjalan kaki sambil membimbing kuda kami pada tali kekangnya. Segera ternyatalah bahwa apa yang kami khawatirkan itu beralasan juga. Sebelum kami sampai ke tempat penyeberangan itu maka kami mencium bau api. Kami berhenti. Perlu kami selidiki dahulu, siapa yang membuat api itu. Itu akan saya kerjakan dengan Old Surehand. Kuda dan bedil kami kami serahkan kepada Old Wabble dan Bob. Bau api itu makin dekat dan dekat pada tempat penyeberangan itu api itu sudah kelihatan oleh kami. Siapa yang duduk pada api itu tiada dapat kami lihat, oleh karena tertutupi oleh semak-semak. Kami bersembunyi di belakang semak-semak dan dari sana melihat dua orang Indian duduk berhadapan. Mereka itu ialah orang Comanche. Untuk apa mereka duduk di sini? Apa maksud mereka membakar api itu? Jawabnya tidak sukar, Old Surehand sependapat dengan saya. Ia berbisik: "Nale Masiuv belum ada di sini. Jadi dugaan Anda benar, Sir." "Ya, mereka menunggu dia di sini." "Perlukah itu?" "Ya, Nale Masiuv adalah dari marga yang lain dan daerah perburuannya jauh letaknya dari sini. Karena ia tidak mengenal tempat penyeberangan ini. Kedua orang ini ada di sini untuk menunjukkan tempat ini kepadanya." "Untung kita datang kemari pada malam hari!" "Ya, pada siang hari mereka tentu akan melihat kita, sebab mereka niscaya sudah lama ada di sini." "Ya, mujur benar mereka tidak melihat kita. Walaupun mereka tidak akan dapat menangkap kita, akan tetapi mereka akan mengetahui bahwa kita masih ada di sini, padahal mereka selalu menduga bahwa kita telah meninggalkan tempat ini." Api ini adalah bukti bahwa mereka yakin bahwa kita sudah ada di pegunungan. Sekiranya mereka mengira bahwa kita masih ada di daerah ini, maka niscaya mereka tidak akan membuat api. Bodoh benar orang-orang ini, mereka tidak dapat mempergunakan otaknya. "Kita akan tinggal di sini?" "Saya kira begitu." "Itu pendapat saya juga. Mereka selama ini berdiam diri saja, akan tetapi ada pula kemungkinan bahwa mereka nanti akan bercakap-cakap juga." "Ya, barangkali kita akan mendengar sesuatu yang penting. Yang duduk di sebelah kanan itu seorang prajurit yang saya kenal. Ketika saya mendengarkan percakapan Vupa Umugi di Air Biru, ia duduk di sebelah ketua suku. Sekiranya mereka nanti berbicara, maka barangkali mereka akan mempercakapkan rencana mereka. Nah, dengarlah!" Orang Indian yang kami maksud tadi sudah mengatakan sesuatu, akan tetapi singkat sekali, lagi pula perlahan-lahan sehingga tidak dapat kami dengar dengan jelas, Orang kulit merah yang lain menjawab, akan tetapi tidak dapat kami dengar juga. Demikianlah mereka bercakap-cakap sebentar tanpa dapat kami ketahui apa yang dipercakapkannya. Kini kami meletakkan telinga kami pada tanah untuk dapat mendengar lebih jelas. Baru saja kami berbuat begitu maka Old Surehand sudah menyentuh lengan saya. Segera saya mengetahui apa maksudnya, sebab sayapun telah mendengar bunyi yang didengarnya. Bunyi itu ialah bunyi depak kuda. "Kuda kitakah itu?" tanya Old Surehand. "Bukan, bunyi itu asalnya dari sebelah hulu." "Kalau begitu mereka itu orang Comanche, sebab mereka sama sekali tidak berusaha untuk berjalan dengan hati-hati." "Ya, mereka ialah orang Comanche, akan tetapi mereka tidak tahu bahwa di sini ada orang kulit merah." "Tiadakah mereka melihat api ini?" " Tidak, bunyi ini datangnya dari jarak kira-kira delapanpuluh langkah dari sini dan di sebelah hulu ada semak-semak yang lebat yang menghalang- halangi cahaya api ini." "Akan tetapi mereka harus mencium bau api ini!" "Tidak dapat, angin datangnya dari arah mereka. Segera setelah mereka melihat api ini, maka mereka akan berhenti dan merangkak ke mari. Marilah kita tunggu dengan sabar. Kita pasti akan mendengar sesuatu." Tidak lama kemudian kami mendengar bunyi ranting bergerak di semak-semak di muka kami, lalu kami mendengar pekik hiiiiiih____Kedua orang kulit merah itu bangkit dengan terkejut. Mereka sudah hendak lari ke semak-semak di mana kami bersembunyi. Kami segera bangkit untuk mencari tempat persembunyian yang lain, akan tetapi segera kami mendengar orang berseru: "Vupa, Vupa?" Mendengar suara itu kedua orang kulit merah berhenti dan salah seorang dari mereka menjawab: "Umugi, Umugi!" Mereka kembali lagi ke tempatnya, lalu duduk. Kini mereka yakin bahwa yang datang itu bukanlah musuh. Vupa... Umugi, itulah kata pengenal mereka. Orang kulit merahpun telah meniru kebiasaan orang kulit putih mempergunakan kata pengenal. Sesudah itu kami tidak mendengar atau melihat apa-apa. Mereka yang datang itu rupa-rupanya meninggalkan kuda mereka dan sebentar kemudian tampillah mereka dengan membawa kuda mereka. Kami berbaring lagi. Yang datang itu hanya dua orang Indian. Mereka duduk di sebelah orang Comanche yang menjaga di tempat itu dan seketika lamanya mereka berdiam diri. Itu kebiasaan orang Indian. Setelah kira-kira lima menit maka orang Comanche yang sudah saya kenal itu berkata: "Saudara-saudara saya sudah kami nanti-nantikan. Vupa Umugi sudah hampir tidak sabar lagi menunggu Anda." "Seorang prajurit tidak boleh kehilangan kesabaran, bukankah begitu," tanya salah seorang yang baru datang itu. "Boleh, asalkan dia tidak memperlihatkannya. Kami sudah hampir setengah hari lamanya ada di sini. Anda datang sebagai pelopor? Apabila Nale Masiuv akan datang?" "Ia akan menyusul hari ini juga. Kami tidak datang sebagai pelopor, melainkan sebagai utusan. Bawalah kami ke Vupa Umugi, kami hendak berbicara dengan dia." "Sabarlah dahulu. Saudara-saudara tahu, bahwa ketua suku kami mempercayai saya sepenuhnya. Agar Vupa Umugi tidak akan marah, sebaiknya pesan itu Anda sampaikan kepada saya, supaya dapat saya teruskan kepada ketua suku kami." Kedua utusan itu berpandang-pandangan. Kemudian pembicara tadi menyambung: "Ya, kami tahu bahwa Anda adalah mulut dan telinga ketua suku Vupa Umugi. Karena itu Anda boleh mendengar apa yang sesungguhnya hanya boleh kami sampaikan kepada ketua suku Anda. Nale Masiuv tidak dapat datang dengan seratus orang prajuritnya." "Uf! Mengapa tidak?" "Oleh karena di jalan ia terbentur pada pasukan orang kulit putih, sehingga ia harus berperang." "Ada orang kulit putih di dekat sini?" "Tidak di dekat tempat ini, melainkan di seberang Mistake Canyon. Di sana kami menjumpai serdadu-serdadu kulit putih yang menyerang kami. Jumlah mereka sedemikian banyaknya sehingga kami harus lari. Banyak prajurit kami kena luka, bahkan banyak pula yang mati. Kami di kejar oleh serdadu- serdadu kulit putih itu, sehingga terpaksa kami memencar. Pada malam hari dari pasukan kami hanya tinggal limapuluh orang prajurit belaka." "Uf, uf, uf! Bukan kabar baik untuk Vupa Umugi! Barangkali ia terpaksa menunda perjalanannya ke Llano Estacado; boleh jadi ia akan pergi ke Mistake Canyon untuk membalas." "Justru itu jangan hendaknya diperbuat! Itulah pesan Nale Masiuv yang harus saya sampaikan kepada Vupa Umugi. Pasukan kulit putih itu bukan penjelajah hutan, melainkan tentara. Sekiranya kita dapat mengalahkan mereka dan ada satu orang saja dari mereka dapat meloloskan diri serta pulang ke bentengnya, maka tentara orang kulit putih akan mengirimkan beratus-ratus serdadu baru untuk menghukum kita. Ya, kami pun insaf bahwa kami harus membalas, akan tetapi harus sedemikian sehingga tak seorang serdadupun akan balik ke pangkalannya, melainkan mereka harus mati semuanya." "Jadi Nale Masiuv sudah mempunyai rencana?" "Ya, rencana itu harus saya sampaikan kepada Vupa Umugi." "Bolehkah saya mendengarnya?" "Anda sekalian boleh mendengarnya. Serdadu-serdadu orang kulit putih itu harus dipikat mengikuti kita ke Llano Estacado supaya di sana mati kehausan." "Uf, uf! Itu suatu rencana yang tentu akan disetujui oleh ketua suku kami. Anjing-anjing kulit putih ini harus binasa semuanya. Tidak seorangpun boleh balik ke bentengnya untuk menceriterakan apa yang terjadi." "Pendapat saudaraku itu benar. Karena itu perjalanan ke Llano Estacado tidak boleh ditangguhkan, melainkan harus kita mulai dengan segera. Jikalau kita hendak membawa orang-orang kulit putih itu ke padang pasir yang kering, maka kita sendiri tidak boleh kehausan, kita memerlukan air dan air itu akan kita dapati di rumah Bloody Fox. Tempat tinggal Fox yang mengandung air itu harus kita rebut sebelum serdadu-serdadu orang kulit putih itu kita bawa ke Llano Estacado." "Bagaimana caranya memikat mereka sampai ke padang pasir itu?" "Schiba Bigk sudah sampai ke mari?" "Petang tadi ia datang dengan duapuluh orang prajurit." "Itu bagus. Ia tahu jalan ke tempat air di padang pasir itu. Vupa Umugi harus memberikan kepadanya sejumlah prajurit yang diperlukan untuk merebut tempat air itu dan menangkap Bloody Fox. Sementara itu Vupa Umugi harus menunggu di sini sampai Nale Masiuv datang untuk menggabungkan diri dengan dia. Nale Masiuv telah mengirimkan dua orang utusan ke kampungnya yang harus mengambil seratus orang prajurit lagi. Pasukan baru itu harus mengikuti tentara kulit putih dari belakang, tetapi tidak boleh menampakkan diri sampai orang-orang kulit putih itu sudah ada di padang pasir. Kini ia sudah mengumpulkan sisa prajurit-prajuritnya yang terpencar dan segera ia akan menyerang tentara orang kulit putih itu. Akan tetapi ia akan menghindari peperangan yang sebenarnya; tujuannya ialah akan berangsur-angsur mengundurkan diri sampai ke Air Biru dan apabila sudah sampai ke sana maka ia akan berjalan mengeliling serta menggabungkan diri dengan bala-bantuannya yang seratus orang itu. Itu tidak sukar, sebab kita berhadapan dengan serdadu, bukan dengan penjelajah hutan. Orang-orang kulit putih itu akan mengira bahwa pasukan Vupa Umugi adalah pasukan yang dikejarnya dan mereka akan tetap mengira bahwa yang dikejarnya itu ialah Nale Masiuv dengan prajurit-prajuritnya. Pasukan Anda harus mengundurkan diri juga, akan tetapi orang-orang kulit putih itu harus selalu dapat melihat Anda. Akan tetapi jikalau mereka datang menyerang maka, Anda menyingkir sampai anjing- anjing kulit putih itu dapat Anda bawa ke gurun. Vupa Umugi harus berjalan terus, Nale Masiuv mengikuti pasukan orang kulit putih itu dari belakang; dengan demikian maka tentara orang kulit putih itu terjepit antara dua pasukan kulit merah. Vupa Umugi harus terus-menerus mengundurkan diri; ia tak perlu merasa khawatir, karena kita mempunyai air; orang kulit putih itu tidak. Mereka semuanya akan mati kehausan, tetapi kedua suku kita tidak akan kehilangan seorangpun. Bagaimana pikiran saudara, maukah kiranya Vupa Umugi menyetujui rencana ini?" "Pasti. Dan sekiranya ia menaruh keberatan, maka saya yakin bahwa ia akan dipaksa oleh rapat kaum tua." "Kalau begitu marilah kita segera pergi ke Air Biru, agar saya dapat berbicara dengan ketua suku Anda Saya tergesa-gesa sekali, oleh karena Nale Masiuv menunggu jawab Vupa Umugi." "Saudara saya harus menaruh sabar sebentar. Rencana itu baik sekali. Pasukan orang kulit putih itu tak dapat tidak tentu akan binasa, akan tetapi masih ada kesulitan yang harus kita selesaikan. Schiba Bigk akan berangkat lebih dahulu untuk merebut waha di padang pasir. Akan tetapi saya belum mengerti bagaimana kita akan mendapatkan tempat air itu?" "Schiba Bigk akan kembali untuk menunjukkan jalan itu kepada kita." "Dapatkah ia berbuat begitu? Bagaimana kalau ia menjumpai halangan?" "Itu sudah dipikirkan juga oleh Nale Masiuv. Di sebuah bukit yang akan kita lalui sebelum kita masuk ke Llano, ada sebuah kolam yang bernama Suksma Lestavi. Di antara prajurit-prajurit Comanche Anda tentu ada yang mengetahui tempat itu." "Suksma Lestavi? Saya tahu tempat itu, sebab sudah beberapa kali saya mengunjunginya." "Nah, tugas Schiba Bigk yang pertama ialah membuat persiapan yang kita perlukan agar dari sana kita nanti dapat mencari jalan ke tempat air itu. Di sana banyak semak belukar dan pohon-pohonan; Schiba Bigk dan prajurit-prajuritnya akan memotong sejumlah tonggak yang nanti akan dipancangkan di pasir dengan maksud untuk menunjukkan kepada Vupa Umugi jalan yang menuju ke rumah Bloody Fox." "Uf! Jadi dengan cara penjahat-penjahat kulit putih menyesatkan musafir di padang pasir!" "Ya, tepat! Jadi kalau kita sampai ke Suksma Lestavi maka kita akan mendapati tonggak-tonggak yang akan menunjukkan jalan." "Serdadu-serdadu kulit putih akan mengikuti kita dari belakang dan dengan demikian mereka akan sampai pula ke tempat air." "Tidak! Tadi saudara saya telah menyebut cara penyamun-penyamun kulit putih menyesatkan musafir yang hendak menyeberangi Llano Estacado. Tentu ia tahu pula bagaimana mereka menyesatkan musafir-musafir itu!" "Ya, tonggak-tonggak itu dicabutnya dan dipancangkannya kembali di tempat lain." "Nah, kita harus meniru cara orang kulit putih itu. Saya ulang sekali lagi siasat kita: kita pergi ke waha Bloody Fox, minum sepuas-puasnya serta mengisi kantong air kita dan memberi kuda kita kesempatan untuk minum, lalu kita balik kembali sampai beberapa jauh. Di sana kita mencabut tonggak Schiba Bigk, lalu kita pancangkan kembali ke arah yang berlainan, yakni ke arah di mana serdadu-serdadu itu tidak akan mendapatkan air. Kalau Vupa Umugi mau menyetujui rencana menjadi milik orang Comanche untuk selama-lamanya, melainkan kita akan menangkap B loody Fox dan membinasakan sekalian serdadu kulit putih itu." "Percayalah, bahwa Vupa Umugi akan menyetujui rencana Nale Masiuv. Howgh!" "Marilah kita segera berangkat ke Air Biru, sebab kami harus lekas-lekas kembali ke tempat di mana Nale Masiuv menunggu kami." "Ya, tetapi api ini harus kita padamkan dahulu. Kalau prajurit-prajurit Anda tidak akan datang hari ini, maka tak ada gunanya kami menunggu di sini. Anda akan kami antarkan menyeberangi sungai." Maka keempat orang Indian itu pergilah; kedua orang prajurit Nale Masiuv menunggangi kuda dan kedua prajurit Vupa Umugi berjalan kaki. Old Surehand dan saya berpandang-pandangan, walaupun dalam gelap gulita itu kami tak dapat melihat muka masing-masing. Apa yang telah kami dengar tadi adalah sangat penting bagi kami. "Sekiranya saya seorang Indian, maka saya berseru Uf, uf, uf!" kata Old Surehand. "Nah, tidakkah sudah saya katakan tadi bahwa kita akan mendengar sesuatu yang penting?" "Itu benar. Nale Masiuv bukan orang yang bodoh!" "Saya sudah pernah bermalam di perkemahan tentara yang dimaksud tadi. Hm, jadi mereka sudah menyerang Nale Masiuv! Komandan tentara itu tidak sangat simpatik; ia seorang yang tinggi hati, yang patut mendapat pelajaran. Akan tetapi apa yang direncanakan oleh Nale Masiuv itu tidak boleh kita biarkan." "Jadi Anda sudah bertemu dan berbicara dengan dia?" "Ya." "Adakah ia mengetahui juga siapa Anda?" "Tidak." "Kalau begitu saya dapat mengerti mengapa ia bersikap congkak terhadap Anda, sebab Anda pandai benar memperolok-olokkan orang. Bagaimana pendapat Anda tentang rencana Nale Masiuv itu?" "Tidak dapat saya katakan rencana yang lihai." "Ya, penjelajah hutan tidak akan dapat terjebak dalam perangkap itu, akan tetapi lain halnya dengan seorang opsir kavaleri. Pada hemat saya mungkin sekali ia tertipu oleh orang-orang Comanche itu." "Bukan hanya mungkin sekali, melainkan saya yakin bahwa mereka akan mengikuti orang-orang Comanche itu ke padang pasir Jikalau saya katakan bahwa rencana itu bukan rencana yang lihai, maka maksud saya ialah bahwa rencana itu belum sempurna. Sekiranya kita yang membuat rencana serupa itu, niscaya kita atur lebih sempurna." "Bagaimana kalau Vupa Umugi tidak menyetujui rencana itu?" "O, mustahil ia akan menolaknya." "Sebenarnya kita harus pergi ke Air Biru untuk melihat atau kalau dapat, mendengarkan apa yang akan diputuskan. Bagaimana pendapat Anda?" "Itu sudah sewajarnya, akan tetapi ada dua sebab yang melarang kita berbuat begitu." "Apakah sebab-sebab itu?" "Pertama saya sudah yakin bahwa Vupa Umugi akan menyetujuinya, jadi kita tidak usah bersusah-susah mendengarkan percakapan mereka. Kedua kita tidak boleh membuang-buang waktu. Saya yakin bahwa Schiba Bigk besok pagi-pagi, bahkan mungkin malam ini juga, akan berangkat ke Suksma Lestavi. Kita harus mendahului dia. Kita harus cepat-cepat pergi ke Nargoletch Tsil untuk mengetahui adakah orang-orang Apache sudah ada di sana. Sekiranya mereka sudah ada, maka kita akan berhenti sebentar di sana sekedar untuk memberi kuda kita kesempatan melepaskan lelahnya, akan tetapi sebelum fajar menyingsing kita harus meneruskan perjalanan kita ke Llano Estacado." "Anda tahu tempat yang oleh orang Comanche itu disebut Suksma Lestavi?" "Lebih daripada itu. Jikalau saya pergi ke rumah Bloody Fox atau pulang dari sana, maka saya selalu berhenti di situ. Dalam bahasa Apache tempat itu disebut Gutesnonti Khai, artinya sama benar, yakni Pohon Seratus." "Menilik namanya, di sana ada hutan!" "Bukan hutan sebenarnya hutan. Jumlah pohon-pohonan tidak seberapa banyak, kebanyakan pohon den, semacam cemara yang banyak bercabang. Ranting pohon itu baik sekali untuk dipergunakan sebagai tongkat yang dapat dipancangkan ke dalam pasir. Tetapi, marilah kita kembali ke tempat kita. Kita harus menyeberangi sungai ini selama tempat penyeberangan itu tidak terjaga." "Hampir setengah abad kami menunggu," demikian Old Wabble menyambut kami. "Sekiranya kami harus menunggu lebih lama lagi, maka saya akan menyusul Anda." "Untuk membahayakan kami?" jawab saya. "Justru itulah kebiasaan yang harus Anda tinggalkan mulai dari saat ini. Itu suatu cacat yang akan dapat membinasakan Anda!" "Tidak mungkin! Saya masih mempunyai akal sehat." Ya, ia tidak insaf bahwa sikap yang sedemikian itu adalah suatu cacat. Walaupun usianya sudah lanjut sekali, akan tetapi ia masih sangat tidak hati- hati, seperti seorang cowboy yang masih muda. Kami menyeberang, lalu berjalan dengan perlahan-lahan menyusur tepi sungai. Bintang gemerlapan di langit sehingga kuda kami dengan mudah sekali dapat mencari jalan yang baik. Lagi pula kami dapat berjalan dengan langsung ke Gunung Hujan tanpa berjalan mengeliling. Menjelang tengah malam sampailah kami kepada tempat yang terjadi daripada beberapa bukit yang sangat rendah. Kaki bukit itu ditumbuhi dengan semak-semak. Demi kami memasuki semak-semak itu, maka kami mendengar orang berseru dalam bahasa Apache; "Tarku - siapa itu?" "Old Shatterhand," jawab saya. "Orvan ustah orkon da - kemarilah!" Seorang Indian tampil ke muka untuk mengamat-amati saya. "Ya, itu Old Shatterhand, pemimpin besar orang Apache," katanya. "Kami telah memasang penjagaan pada beberapa tempat untuk menghadang Anda." "Prajurit-prajurit Apache sudah ada semuanya?" "Ya, semuanya tigaratus orang." "Dengan membawa bekal perjalanan?" "Daging dan tepung cukup untuk perjalanan beberapa minggu." "Siapa pemimpin Anda." "Entschar Ko, Api Besar, sahabat Winnetou. Saudara saya Old Shatterhand telah mengenal dia." "Pisau Panjang dengan dua orang kulit putih sudah ada di tengah-tengah Anda?" "Ya, mereka sudah datang dan sudah menceriterakan segala perbuatan Old Shatterhand. Saudara-saudara saya boleh mengikuti saya." Kami dibawanya memasuki sebuah lembah dan sebentar kemudian sampailah kami pada perkemahan orang Apache. Entschar Ko bukan saja sahabat Winnetou, melainkan sahabat saya juga. Kami berpeluk-pelukan, kemudian ia menerangkan bahwa seluruh pasukan Apache itu diserahkannya kepada pimpinan saya. Kami ceriterakan dengan singkat bagaimana kami berhasil membebaskan Bob. Karena lama sekali mereka menunggu kedatangan kami, maka mereka merasa cemas; karena itu makin bertambah besar kegirangan hati mereka sekarang. Kami tidak usah berunding. Semuanya tahu bahwa kami harus pergi ke Llano Estacado. Entschar Ko kami beritahu apa yang kami dengar dari keempat orang Comanche tadi dan oleh karena kami harus lekas-lekas tidur, maka Entschar Ko membuat persiapan sedemikian sehingga apabila kami bangun segera kami dapat berangkat. Ketika keesokan harinya matahari terbit, kami sudah jauh dari Gunung Hujan dan pasukan kami bergerak dengan kecepatan yang lebih daripada lumayan melalui dataran ke puncak bukit dari mana kami menurun ke padang pasir. Di antara bukit-bukit itu ada beberapa sungai kecil-kecil yang memuntahkan airnya ke dalam tanah pasir: air itu seakan-akan merembes masuk ke tanah di bawah pasir yang timbul lagi sebagai sebuah kolam di tempat kediaman Bloody Fox. Old Surehand senang sekali bergaul dengan orang-orang Apache. Ia melihat bahwa orang-orang Indian itu mendapat latihan secara militer. Ia merasa kagum melihat orang-orang Apache mengatur pengangkutan dan perbekalan mereka secara efisien. Sedang kami berjalan berdampingan, saya ceriterakan kepadanya betapa besar usaha Winnetou untuk menjadikan pasukan Mescalero itu suatu pasukan pilihan yang berdisiplin. Menjelang petang kami memanjati tanah bukit yang saya sebut di muka tadi. Pasukan itu saya bawa ke sebuah lembah yang sudah saya kenal dari dahulu. Di sana kami berhenti melepaskan lelah. Di lembah itu ada sebuah batang air kecil yang airnya cukup banyak untuk mengisi kantong-kantong air kami. Lembah ini letaknya hampir seperempat hari perjalanan di sebelah selatan Pohon Seratus, yang nanti akan dipergunakan oleh orang-orang Comanche sebagai pangkalan dari mana mereka hendak menyesatkan tentara kulit putih ke padang pasir. Kami segera masuk ke Llano Estacado dan berjalan ke arah Utara. Demi matahari terbenam, kami berhenti di tengah-tengah gurun. Sejauh mata memandang hanya pasir belaka yang tampak sekeliling kami. Walaupun kami tak perlu merasa khawatir akan diserang dengan tiba-tiba oleh musuh, namun kami memasang penjagaan. Kemudian kami pergi tidur setelah kuda kami, kami beri minum dan makan jagung dari perbekalan orang-orang Apache. Karena hawa pada malam hari sejuk sekali, maka nyenyak benar kami tidur dan ketika keesokan harinya kami bangun, maka badan kami sudah segar sekali. Jalan yang kami tempuh ini melalui beberapa hutan kaktus. Kami harus berjalan dengan hati-hati sekali agar kuda kami jangan menyentuh atau menginjak duri kaktus. Akhirnya sampailah kami kepada sebuah hutan kaktus yang luas sekali. Di sini kami terpaksa berhenti karena hutan kaktus itu memanjang seakan-akan tidak ada hingganya. Barangsiapa terbentur pada hutan kaktus yang luas ini dan tidak mengenal daerah padang pasir ini maka celakalah ia, karena ia tidak akan dapat mencari jalan keluar lagi dan tidak akan mendapatkan air untuk melepaskan dahaganya. Siang tadi matahari memancarkan sinarnya yang panas terik. Angin panas yang mengandung butir-butir pasir, seakan-akan menyambuki muka kami. Tugas saya berat sekali; saya adalah satu-satunya yang mengetahui jalan ke rumah Bloody Fox dan saya merasa betapa besar tanggung jawab yang saya pikul. Hawa yang mengandung butir-butir pasir itu sedemikian tebalnya sehingga kami tak dapat melihat lebih daripada sepuluh langkah. Walaupun saya yakin bahwa saya selalu mengikuti arah yang tepat, namun selalu ada faktor yang dapat membingungkan saya. Saya melihat padang kaktus baru, yang dahulu tidak ada di tempat itu, sebaliknya ada pula tempat yang sudah gundul di mana dahulu tumbuh pohon-pohonan kaktus. Betul Bob dapat membantu saya, akan tetapi saya tahu bahwa Bob tidak pernah keluar rumah seorang diri saja, melainkan selalu menemani Bloody Fox dan tidak pernah ia mempergunakan pancainderanya, melainkan selalu percaya saja kepada tuannya. Dengan demikian saya insaf bahwa Bob tidak akan dapat memberi bantuan kepada saya. Walaupun begitu terpaksalah saya berpaling kepada Bob dan menanyai dia. Setelah mengadakan tanya-jawab yang berulang-ulang maka akhirnya dapatlah saya mengetahui apa yang sebenarnya sudah tadi harus diberitahukan kepada saya. Bloody Fox telah memperluas dan memperkuat pagar hutan kaktus yang dipergunakannya untuk menyembunyikan dan melindungi tempat tinggalnya. Dengan segala susah payah ia telah menanam pohon kaktus yang baru. Lagi pula tempat masuk ke pekarangan Bloody Fox, sekarang sudah tertutup oleh pohon kaktus yang baru. Jalan masuk ke pekarangan Bloody Fox itu dahulu ada dua, sebuah di sebelah Barat dan yang sebuah lagi di sebelah Utara, akan tetapi kedua pintu itu sekarang sudah ditutup rapat-rapat. Ia telah membuat jalan masuk yang baru di sebelah Timur. Pintu itu terjadi daripada beberapa sela-sela di antara pohon-pohon kaktus yang sedemikian sempitnya sehingga orang asing tidak akan mengira bahwa sela-sela itu adalah pintu masuk ke tempat yang mengandung air. Kini saya mengetahui di mana saya harus mencari jalan masuk itu. Orang-orang Apache saya suruh menunggu di luar. Karena itu saya suruh mereka membuat tempat berhenti. Teman-teman saya orang kulit putihpun saya minta tinggal di situ juga. Hanya Bob seorang saja yang saya minta menemani s aya. Kuda kami pacu dan dengan cepat sekali kami mengelilingi hutan kaktus itu ke arah Timur Hutan itu sedemikian luasnya sehingga perjalanan mencari tempat masuk itu memakan waktu kira-kira satu jam. Akhirnya kami mendapati celah-celah yang harus kami masuki. Kami harus berjalan perlahan-lahan, kadang-kadang membelok ke kanan, kemudian membelok ke kiri, lalu ke kanan lagi, sesudah itu ke kiri lagi dan begitu seterusnya beberapa kali berulang- ulang. Akhirnya kami melihat pohon-pohonan dan sebentar kemudian kami sudah sampai ke dekat rumah Bloody Fox. Di depan rumah itu kami melihat seorang perempuan. Demi Bob melihat perempuan itu maka ia memacu kudanya sambil berseru: "Ibu Sanna, ibu Sanna! Oh_ oh_ oh! Ibu Sanna, ini Bob! Bob datang!" Wanita itu menoleh dan demi ia melihat Bob, maka segera ia berlari-lari dengan tangan terbuka. Bob menghentikan kudanya melompat ke tanah, lalu memeluk ibunya. Teriak Bob itu kedengaran orang yang ada di dalam rumah. Pintu rumah dibuka orang dan segera tampillah seseorang yang menyaksikan pertemuan ibu dan anak itu tanpa bergerak sedikitpun. Orang itu berpakaian secara Indian, akan tetapi ia tidak memakai bulu burung rajawali dan tidak memakai tanda- tanda kebesaran, walaupun tampak dengan nyata bahwa ia seorang bangsawan Indian. Rambutnya yang panjang tersanggulkan di atas kepalanya, akan tetapi rambut itu jatuh ke bawah sampai ke punggungnya. Pada lehernya tergantung sebuah kantong jimat yang sangat indah, sebuah pipa perdamaian dan tiga buah kalung daripada kuku dan gigi beruang grizzly yang berasal dari beruang yang pernah dibunuhnya. Kulitnya berwarna kuning coklat. Orang itu ialah Winnetou, ketua suku Apache. Namanya di kenal orang di mana-mana dan sudah menjadi buah bibir di daerah Barat. Setiap orang mengenal sifat dan perangainya; ia terkenal sebagai orang yang jujur yang setia, yang cerdik lagi gagah berani. Ia adalah sahabat dan pelindung daripada setiap orang yang memerlukan pertolongan, baik orang kulit putih maupun orang kulit merah. Sebaliknya ia adalah musuh dan lawan daripada setiap orang yang berperangai jahat dan bersikap tidak jujur. Setiap orang akan merasa berbahagia apabila ia dapat menyebut orang ini sahabatnya! Sementara itu saya mendekat dengan perlahan-lahan. Winnetou mendengar bunyi depak kuda saya. Ia menoleh serta melihat saya. Wajahnya tidak berubah, badannya tidak bergerak, akan tetapi matanya bersinar-sinar dan berseri-seri. Saya turun dari kuda saya. Kami berpeluk-pelukan. Kemudian Winnetou memegang kedua belah tangan saya, mundur selangkah serta melayangkan pandangnya ke seluruh tubuh saya sambil berkata: "Saudara saya Shatterhand masih tetap sehat, segar dan kuat seperti sediakala. Adakah Anda mendapatkan surat saya di Sierra Madre?" Saya menjawab: "Saudara saya Winnetou sudah menyegarkan hati saya lagi. Sudah lebih daripada empat bulan lamanya kita tidak berjumpa. Di Sierra saya telah mendapatkan surat Anda pada batang pohon tahun. Surat itu sudah saya baca dan kini saya datang kemari dengan tigaratus orang Apache, dipimpin oleh Pintschar Ko yang gagah berani, yang sebentar lagi akan menyerahkan pimpinan itu kepada Anda. Bloody Fox tidak ada di rumah?" "Setiap hari ia keluar mengelilingi hutan kaktus untuk menyongsong Anda. Kini ia sedang keluar dan_ ha, lihatlah itu!" Ia segera berhenti berbicara sambil menunjuk ke arah dari mana saya tadi datang. Saya melihat beberapa orang menunggang kuda, di antaranya Old Surehand, Old Wabble, Parker, Hawley dan Entschar Ko. Di depan mereka berjalan Bloody Fox, berpakaian sebagai vaqueros Mexico. Ia tidak memakai ikat pinggang, melainkan membelitkan sebuah selempang merah yang disimpulkannya di sebelah kiri. Pada selempang itu saya melihat sebuah pisau bowie dan dua buah pistol yang bertatahkan perak. Ia memakai topi sombrero dan di atas lututnya ia memegang sebuah bedil Kentucky yang berlaras dua. Di sebelah kiri dan kanan pelananya ada tergantung dua buah kelopak kulit yang melindungi kakinya terhadap tusukan tombak dan panah. Walaupun ia bermisai, namun usianya belum lebih daripada duapuluh tahun. Wajahnya menunjukkan bahwa ia adalah seorang muda yang baik hati, yang berbudi sabar dan berperangai riang gembira. Sungguhpun begitu Bloody Fox ini ialah anak muda yang di kenal orang di daerah padang prairi sebagai Avenging Ghost, hantu pembalas, yang seluruh pelurunya selalu mengenai setiap perampok padang pasir tepat di tengah-tengah dahinya. Fox melompat dari atas punggung kudanya, lalu berlari-lari ke arah saya dengan mengulurkan tangannya. Setelah ia berjabatan tangan dengan saya dan menyampaikan ucapan selamat datang, maka ia berpaling kepada Winnetou: "Sekali ini saya telah mendapatkan apa yang saya cari. Yang saya dapati bukan saja prajurit-prajurit Apache, melainkan ada juga beberapa orang yang sangat masyhur yang dibawa oleh saudara Shatterhand kemari. Dapatkah Winnetou menerka siapa orang-orang itu?" Ketua suku Apache itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian Fox memperkenalkan teman-teman saya: "Ini Old Surehand, seorang daripada pemburu-pemburu orang kulit putih yang paling masyhur Ia datang ke daerah ini sengaja untuk berkenalan dengan ketua suku Apache dan di tengah jalan secara kebetulan sekali ia berjumpa dengan Old Shatterhand." Kini kedua orang itu berhadapan muka. Mereka pandang-memandangi: kemudian Winnetou mengulurkan tangannya yang segera dijabat oleh Old Surehand. Winnetou berkata: "Barangsiapa dibawa oleh Shatterhand ke mari maka ia saya sambut dengan segala senang hati. Nama Anda tidak asing lagi bagi saya; kini saya merasa berbahagia dapat bertemu muka dengan Anda." Old Surehand menjawab dengan beberapa perkataan saja. Saya melihat bahwa ia memandang Winnetou dengan rasa hormat. "Dan ini," demikian Bloody Fox melanjutkan perkataannya. "Ini adalah Old Wabble, raja cowboy. Ia sudah menolong Old Shatterhand dan Old Surehand membebaskan Bob." Dengan tersenyum Winnetou mengulurkan tangannya sambil berkata: "Nama Old Wabble pun tidak asing bagi ketua suku Apache. Old Wabble terkenal sebagai orang yang sangat cerdik, sebagai pengendara kuda yang ulung dan sebagai orang yang gemar sekali merokok sigaret." Muka cowboy tua itu bersinar-sinar, akan tetapi baru saja ia mendengar perkataan Winnetou yang paling akhir itu maka dahinya berkerut dan iapun berseru: "Thunderstorm, itu benar sekali! Akan tetapi sudah berbulan-bulan lamanya bibir saya tidak pernah menyentuh sigaret. Ya, siapa membawa sigaret ke daerah yang terpencil ini?" Kemudian Bloody Fox memperkenalkan Parker dan Hawley yang kedua-duanya disambut oleh Winnetou dengan ucapan selamat datang. Bloody Fox baru saja menyelesaikan perjalanannya mengelilingi hutan kaktus untuk menyongsong saya dan orang-orang Apache. Ketika saya dan Bob pergi ke sebelah Timur maka Fox berjalan dari sebelah Utara ke Selatan melalui sebelah Barat. Di sana ia menjumpai orang-orang Apache beserta teman- teman saya orang kulit putih. Orang-orang kulit putih itu segera mengatakan nama mereka, lalu mereka dipersilahkan oleh Bloody Fox untuk mengikuti dia ke rumahnya. B anyak sekali yang hendak saya ceriterakan kepada Winnetou dan Fox; demikian pula mereka berdua ingin sekali bercakap-cakap dengan saya. Akan tetapi kami tidak sempat berbuat begitu, sebab kami harus segera menaruh perhatian kepada soal orang Comanche. Bob dan Sanna membawa kuda kami ke kolam air untuk memberi mereka minum. Kami hendak masuk ke rumah untuk berunding. Di ruang muka kami melihat sebuah meja dan dua buah bangku, semuanya terbuat daripada papan kayu yang kasar. Kami duduk di atas bangku itu. Fox masuk ke rumahnya untuk menyiapkan hidangan. Walaupun hidangan itu sangat lezat dan minuman yang diberikan kepada kami sangat sejuk, namun perhatian teman-teman saya hanya tertarik oleh alam di luar rumah. Mereka melihat dengan keheran-heranan betapa indahnya firdaus di tengah-tengah gurun pasir itu! Di muka rumah itu ada sebuah kolam yang garis- tengahnya kira-kira delapanpuluh langkah panjangnya. Kolam itu penuh berisi air yang bening dan jernih. Di atas air itu beterbangan pelbagai jenis capung yang mengejar-ngejar serangga. Di tepi kolam itu kuda kami sedang makan jenis rumput yang halus, lunak dan segar. Dekat pada kolam itu kami melihat pelbagai jenis pohon-pohonan; ada pohon palma, ada pohon buah-buahan seperti pohon amandel; pohon jeruk dan sebagainya. Di sebelah kanan rumah itu ada sebuah padang jagung yang melurus sampai ke belakang rumah. Beberapa ekor burung kakatua sedang bertengkar memperebutkan butir jagung. Rumah Bloody Fox sebenarnya tidak seberapa besar, akan tetapi cukup besar untuk keperluan Bloody Fox. Pekarangan rumah Fox ini cukup luasnya dan karena Fox membuat saluran ke segala jurusan untuk mengalirkan air kolam itu ke pekarangannya, maka dapatlah ia berkebun dan segala yang ditanamnya tumbuh dengan subur, sehingga hasilnya lebih dari mencukupi untuk memenuhi segala kebutuhan Bloody Fox dan dua orang temannya. Old Surehand, Old Wabble, Parker dan Hawley telah mendengar dari mulut saya betapa indahnya tempat ini, akan tetapi apa yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri melebihi dugaannya. Mereka memuji-muji Bloody Fox. Tuan rumah itu akhirnya mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah untuk melihat isinya. Pintu depan ditumbuhi dengan pelbagai tumbuh-tumbuhan yang merambat. Keempat dinding kamar yang kami masuki itu terbuat daripada rumput kering yang diperkuat dengan lumpur yang berasal dari kolam tadi. Atap rumah terjadi daripada anyaman rumput juga. Lantai kamar itu ditutupi dengan kulit beruang. Pada sebuah dinding tergantung pelbagai jenis senjata api. Beberapa buah peti dipergunakannya sebagai lemari. Di sana kami melihat sebuah meja dengan beberapa buah kursi semuanya buatan Fox sendiri. Perhiasan yang paling indah ialah sebuah tengkorak bison putih yang sangat tebal mulutnya. Inilah "pakaian" Avenging Ghost. Apabila Fox pergi ke padang pasir untuk menghukum "stakemen" (yaitu penyamun dan perampok orang kulit putih, yang menyesatkan dan membunuh musafir yang tidak bersalah), maka selalu ia mengenakan pakaian itu. Karena itulah maka ia selalu dilukiskan orang sebagai hantu Llano Estacado yang bertubuh bison putih! Sebelah-menyebelah tengkorak bison putih itu ada kami lihat pisau dalam jumlah yang besar. Itulah senjata yang dirampasnya daripada stakemen yang telah dibunuhnya dengan tembakan yang tepat mengenai tengah-tengah dahi mereka. Di kamar itu ada pula tiga buah tempat tidur yang terjadi daripada kulit beruang yang diikatkan pada tiang. Di bawah tempat tidur Bloody Fox ada sebuah lubang di mana ia menyimpan peti yang berisi mesiu. Di tembok sebelah utara ada tergantung beberapa kantong air. Kantong air itu selalu dibawanya apabila ia pergi ke padang pasir untuk menyelamatkan musafir yang tersesat. Demikianlah lukisan "pulau di padang pasir" dan rumah yang berdiri di tengah-tengah pulau itu. Belum sempat kami berunding maka kami dipersilahkan makan di luar. Makanan itu lezat sekali dan kamipun sangat lapar, akan tetapi walaupun begitu kami makan dengan cepat agar segera dapat memulai perundingan. Sebelum itu B loody Fox masuk ke rumah dan segera kembali membawa sebuah kotak yang terbuat daripada karton. Kotak itu diberikannya kepada Old Wabble sambil berkata: "Mr. Cutter, ini untuk Anda, karena saya menghendaki agar tamu-tamu saya merasa senang di rumah saya." Old Wabble menerima kotak itu dan ditimbang-timbangnya di atas telapak tangannya. Kemudian ia berkata: "Bagaimana saya akan merasa senang dengan kotak ini? Apakah isinya?" "Bukalah dan lihatlah isinya." Old Wabble membuka tutup kotak itu lalu_ memekik kegirangan. "Astaga! Sigaret, sigaret! Tuan-tuan, ini sigaret! Banyak sekali, saya kira ada limapuluh batang! Ini Anda berikan semuanya kepada saya, Mr. Fox?" "Ya." "Semuanya? Limapuluh batang? Thunderstorm! Anda adalah anak muda yang sangat dermawan, orang yang sangat mulia! Ke marilah, Anda akan saya peluk." B enar-benar B loody Fox dipeluknya. Kemudian ia mengambil sebatang sigaret yang segera disununya (dinyalakan?). Asap sigaret itu dikepul- kepulkannya dengan segala kesenangan. Sesungguhnya sudah sewajarnya ia mengedarkan kotak sigaret itu untuk mengajak teman-temannya merokok juga; akan tetapi ia tidak berbuat begitu, oleh karena sedemikian gemar ia mengisap rokok sehingga tak sampai hati ia membagi-bagi rokok itu dengan teman-temannya. Winnetou memandang saya dengan tersenyum; ia tidak dapat mengerti, bahwa ada orang yang sebesar itu nafsunya sehingga ia melupakan kesopanan. PERCAKAPAN DENGAN SCHIBA BIGK Angin padang pasir yang panas itu sudah mulai reda. Matahari sudah mengayun. Hari terang cuaca dan tidak lama kemudian kami dapat melihat matahari terbenam sebagai bola merah. Apakah yang besok akan disinari oleh matahari itu di daerah padang pasir ini? Semuanya itu memenuhi hati kami. Kini kami mulai berunding. Lebih dahulu saya menceriterakan kepada Winnetou apa yang telah saya alami sejak kedatangan saya di Sierra Madre. Oleh karena ceritera saya itu meliputi pengalaman teman-teman saya juga, maka untuk memperoleh gambaran yang jelas tak usahlah Winnetou menanyai teman-teman saya lagi. Setelah saya selesai, maka ia berkata: "Jadi Vupa Umugi ada membawa seratus limapuluh orang prajurit di Saskuan Kui." "Semuanya ada seratus limapuluh empat orang. Jumlah itu harus dikurangi dengan enam, sebab Pisau Panjang telah membunuh enam orang Comanche di Altschese Tschi." "Nale Masiuv akan memperkuat mereka dengan seratus orang prajurit?" "Dari jumlah itu banyak yang terbunuh atau kena luka. Akan tetapi ia telah mengirimkan dua orang utusan untuk mengambil seratus orang prajurit lagi." "Berapa orang prajurit yang dibawa oleh Schiba Bigk?" "Duapuluh orang." "Dengan demikian maka kita akan menghadapi kira-kira tigaratus orang musuh. Di luar pekarangan ml kita telah menyediakan prajurit Apache yang kira-kira sama besar jumlahnya. Dengan demikian maka kita sudah setanding dengan mereka." "Bukan hanya setanding saja!" seru Old Wabble. "Bahkan kita lebih unggul daripada mereka. Saya telah melihat prajurit-prajurit Apache: mereka bersenjata lengkap dan mereka sudah terlatih baik sekali. Duaratus orang Apache dapat mengalahkan tigaratus orang Comanche dengan mudah. Lagi pula pasukan Apache itu masih diperkuat dengan beberapa orang kulit putih. Winnetou, Old Shatterhand dan Old Surehand saja sudah dapat mengacau- balaukan sepasukan musuh. Fox, Parker, Hawley dan saya tidak usah disebut-sebut lagi. Biarkanlah mereka datang! Mereka akan kita tembak semuanya sehingga tak seorangpun akan dapat melihat kembali wigwamnya." Winnetou menatap muka Old Wabble dengan pandang yang mengandung kesungguhan serta menjawab: "Saya tahu, bahwa saudara saya orang kulit putih adalah musuh daripada sekalian orang kulit merah. Ia memandang orang Indian sebagai pencuri, perampok dan pembunuh. Ia lupa bahwa orang kulit merah itu hanya mengangkat senjatanya untuk melindungi hak miliknya atau membalas segala kejahatan yang telah dilakukan terhadapnya. Old Wabble belum pernah memberi ampun kepada orang kulit merah yang jatuh ke tangannya. Ia sudah terkenal di daerah Barat ini sebagai pembunuh Indian, akan tetapi apabila ia menggabungkan diri dengan Old Shatterhand dan Winnetou, maka ia hendaknya mengubah perangainya. Kalau tidak, maka kami akan terpaksa berpisah dengan dia. Kami adalah sahabat dari segala orang kulit merah dan orang kulit putih dan apabila kami menghadapi musuh, maka kami tidak memandang warna kulitnya. Seberapa dapat musuh itu akan kami kalahkan tanpa menumpahkan darah. Old Wabble menyebut dirinya seorang Kristen, akan tetapi mengapa ia gemar sekali menumpahkan darah. Adakah itu sesuai dengan ajaran agama Kristen?" Orang Apache yang biasanya suka berdiam diri itu kini berpidato dengan panjang lebar. Itu adalah bukti bahwa ia menaruh simpati kepada Old Wabble. Cowboy tua itu menundukkan kepalanya. Akhirnya ia mengangkat kepalanya lagi lalu berkata: "Orang kulit merah yang sampai kini saya jumpai adalah bajingan semuanya." "Itu saya sangsikan. Dan sekiranya itu benar, maka siapakah yang membuat mereka menjadi bajingan?" "Bukan saya." "Bukan Anda? Mereka itu menjadi bajingan karena tingkah laku orang kulit putih. Bukankah Old Wabble orang kulit putih juga?" "Ya, itu betul. Dan saya kira saya adalah orang kulit putih yang tidak usah merasa malu memandang orang yang jujur!" "Tetapi saya mengira, bahwa sebenarnya jauh lebih baik bagi orang kulit merah sekiranya mereka tidak melihat Anda! Kata Anda, semua orang Comanche harus ditembak mati. Saya berpendapat bahwa seberapa boleh jangan kita membunuh seorangpun. Tiadakah saudara saya Old Shatterhand s ependapat dengan s aya?" "Sama sekali," jawab saya. "Anda tahu, bahwa saya sependapat dengan Anda." Old Wabble masih juga mencoba membela diri. "Akan tetapi mereka hendak menyerang B loody Fox dan kita harus menolong tuan rumah kita. Bukankah itu hanya dapat kita jalankan apabila kita memberi perlawanan?" "Kita dapat memberi perlawanan dengan pelbagai cara, Mr. Cutter," jawab saya. "Biarkanlah Winnetou berbicara, maka Anda akan mendengar bahwa tanpa mempergunakan kekerasan kita dapat menghalang-halangi rencana orang-orang Comanche itu Saya tahu beberapa akal yang lain." "Ya, Anda akan mempergunakan akal Anda, yaitu tipu muslihat Anda yang sudah masyhur itu!" Jawabnya itu diucapkannya dengan lagak mengejek. Karena itu tidak dapat saya setujui. Akan tetapi tak usah saya mengecam dia, karena pada saat itu Parker menyela. "Saya kira lebih baik Anda berdiam diri saja, Old Wabble! Anda melihat bahwa sayapun tidak membuka mulut saya. Jikalau Mr. Shatterhand dan Winnetou sedang berbicara, saya kira tidak ada gunanya orang lain memperdengarkan pendapatnya apabila pendapat itu tidak diminta. Anda sudah lebih daripada sepuluh kali berjanji akan menurut kehendak Mr. Shatterhand. Apabila Anda tidak mau menepati janji Anda, maka akan kita lakukan apa yang sudah seringkali kita katakan: kita pergi dan Anda kita tinggalkan di sini!" Istilah "kita tinggalkan" yang sudah pernah saya katakan sekali saja, kini rupa-rupanya sudah menjadi pemeo. Mendengar Parker mengucapkan perkataan itu maka Old Wabble menjadi marah sekali. Ia berseru: "Tutup mulutmu! Pendapat Anda tidak diminta. Jikalau saya tidak boleh berbicara, maka sudah pasti Anda harus berdiam diri! Saya belum pernah menerima seekor kijang sebagai hadiah dan mengatakan bahwa saya telah menembaknya!" "Dan saya belum pernah menggantang asap, tetapi sungguhpun begitu belum pernah pula saya menjalankan perbuatan yang bodoh seperti yang Anda lakukan di Saskuan Kui, di mana Anda...." "Cukup," demikian saya menyela, "jangan kita bertengkar mulut tentang perkara-perkara yang remeh. Masih banyak soal-soal yang lebih penting menantikan keputusan kita. Perundingan kita tadi terputus. Kita telah mengetahui bahwa kita mempunyai pasukan yang sama besarnya dengan pasukan orang Comanche. Kekuatan kita setanding dengan kekuatan orang-orang Comanche. Old Wabble tidak salah ketika ia mengatakan bahwa kita lebih unggul. Akan tetapi saya tidak setuju bahwa kita adalah pahlawan yang tak terkalahkan oleh orang kulit merah. Kita lebih unggul oleh karena kita dibantu oleh tigaratus orang prajurit Apache yang semuanya berkumpul di sini, padahal orang Comanche telah memecah pasukan mereka menjadi pasukan- pasukan kecil. Lagi pula musuh kita berhadapan juga dengan tentara kavaleri orang kulit putih." "Pendapat saudara saya selalu tepat," ujar Winnetou. "Schiba Bigk akan datang lebih dahulu dengan pasukan kecil yang akan menyerang rumah ini beserta penghuninya dan akan memancangkan tonggak di tanah pasir. Kemudian menyusul Vupa Umugi untuk mengubah tempat tonggak itu dan membawa serdadu-serdadu kulit putih ke tempat di mana mereka akan mati kehausan. Serdadu-serdadu kulit putih itu akan diikuti dari belakang oleh pasukan Nale Masiuv, yang akan menghalang-halangi mereka balik ke tempat asal mereka. Tugas kita yang pertama ialah mengepung pasukan Schiba Bigk serta mengalahkan mereka tanpa menumpahkan darah. Saya kira Old Shatterhand dapat menyetujui perkataan saya." "Dengan segala kerelaan hati," jawab saya. "Saya kira jumlah pasukan Schiba Bigk tidak lebih daripada limapuluh orang. Jikalau pasukan kecil itu dikepung oleh tigaratus orang prajurit Apache, maka mereka akan insaf bahwa tidak ada gunanya sama sekali mereka memberi perlawanan." Walaupun Old Wabble telah beberapa kali menerima teguran, namun ia tak dapat menutup mulutnya. Ia berkata: "Betulkah jumlah pasukan itu hanya limapuluh orang?" "Anda lupa bahwa orang-orang Comanche tidak tahu bahwa kita ada di sini. Mereka menyangka hanya akan berhadapan dengan penghuni waha ini." "Hm, ya, itu mungkin. Akan tetapi mengepung pasukan itu bukanlah pekerjaan yang semudah Anda kira." "Pekerjaan itu mudah sekali. Mereka harus kita giring dan kita desak ke hutan kaktus, di sana mereka akan terjepit sehingga tak akan dapat lolos. Tak perlu kita membuat lingkaran bulat; setengah lingkaran saja sudah cukup. Jikalau mereka tidak gila, maka mereka akan insaf bahwa mereka tak akan dapat memberi perlawanan." "Bagaimana kalau mereka memberi perlawanan juga?" "Dalam hal yang demikian saya akan berbicara dengan Schiba Bigk. Ia sudah berhutang budi kepada saya. Ia pernah menjadi tamu Fox dan pada ketika itu ia telah memberikan janjinya tidak akan membuka rahasia waha ini. Itu sudah cukup untuk memaksa dia mendengarkan perkataan saya." "Mudah-mudahan Anda tidak akan salah sangka. Anda mengetahui sendiri bagaimana ia memegang janjinya. Ia berjanji tidak akan membuka rahasia waha ini, akan tetapi ia hendak membawa tigaratus orang prajurit Comanche kemari! Mudah-mudahan tak usah terlalu lama kita menunggu kedatangannya." "Besok malam ia akan datang." "Dan kita akan mengepung dia pada malam hari?" "Barangkali mungkin juga pada siang hari. Makin lekas ia datang, makin lekas juga kita dapat mengepung dia." "Tetapi kita harus mengetahui dengan tepat bilamana ia datang. Jadi kita harus mengirimkan mata-mata yang akan pergi mengintai." "Itu kesalahan yang besar sekali, sebab jejak pengintai itu akan menimbulkan kecurigaan mereka." "Hm. Tetapi bagaimana kita dapat mengetahui adakah mereka sudah datang dan bilamana...." Di sini Winnetou memenggal perkataan Old Wabble. "Saudara tua saya boleh percaya bahwa Old Shatterhand tahu apa yang dikatakannya dan apa yang diperbuatnya. Schiba Bigk sudah pernah datang kemari. Dari sini ia langsung pergi ke Gutesnonti Khai. Kini ia ada di tempat itu juga untuk membuat tonggak yang akan dipancangkannya di tanah pasir. Ia akan mengambil jalan yang ditempuhnya juga dahulu. Kita harus menyongsong dia, akan tetapi memilih jalan menyisi yang sejajar dengan jalan itu. Dengan demikian kita akan melihat dia dan tak dapat dilihatnya. Jikalau dia sudah lalu, maka kita berbalik dan akan kita giring dia ke hutan kaktus yang tidak dapat dilintasinya. Di sana mereka akan kita tangkap. Saya rasa bahwa itulah yang dimaksud oleh saudara Shatterhand." "Ya. Itulah rencana saya," jawab saya. Sampai sekian Bloody Fox berdiam diri saja. Kini ia mengangkat bicara: "Saudara saya Winnetou mau kiranya memperkenankan saya memajukan pertanyaan. Schiba Bigk akan bersikap hati-hati supaya tidak terlalu pagi kedatangannya diketahui oleh penghuni rumah ini. Dan jikalau kita menyisi, lalu mengambil jalan yang sejajar dengan jalan yang akan ditempuh oleh Schiba Bigk, maka kita tak boleh terlalu mendekat supaya tidak akan dilihat oleh pasukan orang Comanche itu. Tidak adakah kemungkinan bahwa mereka akan lalu dengan tiada kita lihat?" "Tidak." "Akan tetapi di padang pasir ini tidak ada jalan yang dapat kita sebut sebenar jalan. Yang dikatakan jalan itu sebenarnya tak lain daripada arah belaka. Oleh karena padang pasir ini luas sekali, maka saya kira ada pula kemungkinan bahwa orang akan menyimpang dari arah yang tepat. Tiadakah mungkin bahwa Schiba Bigk akan menyimpang juga dan dengan demikian justru akan terbentur pada kita?" "Tidak. Barangkali saudara saya Old Shatterhand mau menerangkan kepada saudara saya Fox, apa sebabnya maka saya menjawab dengan tidak." Fox berpaling kepada saya dengan pandang yang mengandung pertanyaan; teman-teman saya yang lain berbuat begitu juga. Karena itu saya memberi keterangan: "Orang kulit putih dapat menyimpang dari arah yang tepat, orang kulit merah tidak. Orang kulit merah mempunyai bakat dan kecakapan untuk mengetahui arah yang tepat. Dalam hal itu ii seperti burung yang dari jarak berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus mil, dapat menemukan sarangnya. Dalam pada itu saudara saya hendaknya jangan lupa bahwa pasukan pertama orang Comanche ini mempunyai tugas yang lain pula, yaitu memancangkan tonggak di tanah pasir. Oleh pekerjaan itu maka mereka akan lengah terhadap kemungkinan akan menjumpai musuh. Saya percaya bahwa mereka akan jatuh ke tangan kita. Maka mereka tidak akan kita bawa ke rumah ini, melainkan kita ikat di luar hutan kaktus dan di sana kita jaga baik-baik sampai semuanya selesai." "Dan akan kita apakan tonggak-tonggak itu? Dulu ada dikatakan bahwa tonggak-tonggak itu akan kita ubah tempat dan arahnya." "Itu akan kita lakukan juga supaya Vupa Umugi sesat." "Ke mana?" "Hm, ke suatu tempat di mana dapat kita kepung dengan mudah. Hutan kaktus ini letak dan bentuknya sudah sedemikian berubah sejak saya meninggalkannya paling akhir, sehingga saya pada saat ini tidak dapat mengatakan di mana ada tempat yang serasi bagi maksud kita itu." "Bolehkah saya memajukan usul? Kira-kira satu hari perjalanan di sebelah tenggara tempat ini ada sebuah hutan kaktus yang luas, di mana tanah pasir ini menjorok ke dalam bentuk segitiga. Kalau orang berjalan dengan perlahan-lahan maka untuk mencapai ujung tanah pasir yang menjorok itu orang memerlukan lebih kurang dua jam.?" "Masih muda atau sudah tua pohon-pohon kaktus itu?" "Bercampur; akan tetapi sangat lebat." "Kalau begitu tak ada tempat yang lebih baik untuk maksud kita. Bagaimana pendapat saudara saya Winnetou?" Ketua suku Apache itu menganggukkan kepalanya, lalu menjawab dengan tenang: "Orang-orang Comanche akan kita giring ke sana." "Nah, kalau begitu untuk hari ini perundingan kita sudah selesai. Selanjutnya kita harus menantikan perkembangan lebih lanjut. Matahari sudah sampai ke kaki langit. Kita harus beristirahat supaya besok pagi segar kembali, demikian juga kuda kita." Kami pergi memeriksa kuda kami dan memberi mereka apa yang mereka perlukan. Winnetou pergi ke anak buahnya yang berkemah di luar hutan kaktus. Mereka dibawanya masuk untuk memberi kuda mereka kesempatan minum dan makan. Kemudian kami pergi tidur di atas kulit binatang yang sudah disediakan oleh Ibu Sanna. Sebagian besar tidak dapat tidur dengan segera. Saya berbaring di sebelah Winnetou dan mendengarkan kisahnya tentang pengalamannya sejak kami berpisah. Saya mendengar Old Wabble dan Parker melanjutkan pertengkaran mulut mereka dengan berbisik-bisik. Di luar kami mendengar bunyi langkah orang Apache yang sedang memelihara kuda mereka. Ketika keesokan harinya pagi-pagi saya bangun, Winnetou sedang mencuci badannya di pinggir kolam. Sanna sibuk sekali menyiapkan sarapan kami. Teman-teman saya yang lain masih tidur, akan tetapi sebentar kemudian mereka sudah bangun semuanya. Prajurit-prajurit Apache datang lagi memberi kudanya minum serta mengisi kantong air mereka. Setelah kami selesai makan sarapan, maka kami keluar, pergi ke tempat perhentian prajurit-prajurit Apache. Sementara itu mereka sudah selesai juga makan sarapan. Kami sudah siap sedia. Sebagian dari pasukan Apache itu kami tinggalkan untuk menjaga dan melindungi waha. Bloody Fox tinggal bersama-sama dengan pasukan kecil itu. Maka kamipun berangkat. Kemarin kami datang dari arah Barat-daya. Kini kami berjalan ke arah Barat, sebab di sanalah letak Gutesnonti Khai. Kami sudah dapat menduga garis jalan mana yang akan ditempuh oleh pasukan Schiba B igk. Kami menyisih kira-kira setengah mil Inggeris dari garis itu, lalu membelok mengambil jalan yang kira-kira sejajar dengan garis jalan orang-orang Comanche. Karena hari terang cuaca, maka jarak setengah mil itu masih kami pandang terlalu dekat. Maka kami menjauh lagi kira-kira sampai jarak hampir satu mil. Dalam padang pasir yang terbuka itu orang dapat melihat sangat jauh. Dalam pada itu kami mempunyai keuntungan terhadap orang-orang Comanche, sebab Winnetou dan saya ada mempunyai teropong untuk melihat jauh. Setelah lewat tengah hari maka pasukan kami kami suruh menjauh lagi, sedangkan Winnetou, Old Surehand dan saya lebih mendekat. Dalam pada itu kami tidak berdekat-dekatan, melainkan mengambil jarak, akan tetapi sedemikian sehingga dengan berteriak kami dapat saling memanggil. Kira-kira pukul satu saya mendengar Winnetou berteriak. Ia melihat dengan teropongnya sambil melambai-lambaikan tangannya memanggil Old Surehand dan saya. Demi kami ada di dekatnya maka Winnetou berkata: "Di kaki langit sebelah sana ada seorang menunggang kuda yang tidak dapat kita lihat dengan mata biasa." "Orang Indian?" tanya Old Surehand. "Itu belum dapat saya ketahui. Silahkan saudara saya melihat dengan teropong saya." Old Surehand memasang teropongnya sambil mengikuti arah yang ditunjuk oleh Winnetou, Saya mempergunakan teropong saya. "Ya, itu seorang yang menunggang kuda," ujar Old Surehand, "akan tetapi saya tidak pula dapat membedakan adakah ia orang kulit merah atau orang kulit putih." "Orang kulit merah," kata saya. "Kalau begitu teropong Anda jauh lebih baik daripada teropong Winnetou." "Bukan begitu. Sayapun tidak dapat membedakannya dengan nyata. Tetapi saya berani mengatakan bahwa ia adalah seorang Comanche, seorang prajurit dari pasukan Schiba Bigk, barangkali Schiba Bigk sendiri." "Uf! Uf! Mengapa saudara saya mengira begitu?" "Ia tidak berjalan seorang diri. Saudara saya Winnetou boleh mengarahkan teropongnya ke arah dari mana penunggang kuda itu datang, jadi agak ke arah kiri sedikit. Di sana dapat Anda lihat lebih banyak penunggang kuda lagi. Dan di seberang mereka ada titik-titik kecil yang bergerak kian kemari; itu orang yang berjalan kaki. Tahukah saudara saya orang kulit merah mengapa titik-titik itu bergerak kian-kemari?" "Ya, berkat keterangan saudara Shatterhand tadi maka saya tahulah sebab itu. Mereka ialah orang-orang yang memancangkan tonggak di tanah pasir. Untuk dapat berbuat begitu mereka harus turun dari atas kudanya." "Tepat! Old Surehand, Anda tahu bahwa di antara orang-orang Comanche itu hanya ada seorang yang mengetahui jalan ke waha Bloody Fox." "Ya, Schiba Bigk," jawab Old Surehand. "Ia bukan saja pemimpin mereka, melainkan bertugas sebagai penunjuk jalan juga. Karena itu maka saya tahu bahwa orang yang pertama kali kita lihat itu tadi dan yang berjalan di depan sekali tak lain daripada Schiba Bigk. Ia memelopori mereka, Sedang sekali-kali berhenti sampai ada tonggak terpancangkan. Lihatlah! Winnetou boleh memasang teropongnya lagi; ia akan melihat bahwa mereka yang berjalan kaki tadi kini sudah naik ke atas kudanya lagi. Mereka sudah selesai memasang tonggak, maka kini melanjutkan perjalanannya. Mereka berjalan cepat sekali; akhirnya tidak kelihatan lagi. Mereka menghilang ke arah sana." "Dapatkah Anda menghitung jumlah mereka, Sir," tanya Old Surehand kepada saya. "Tidak, akan tetapi saya kira jumlah mereka tidak lebih daripada limapuluh orang." "Apa yang kita perbuat sekarang?" "Kita berjalan terus sebentar; nanti kita membelok ke arah Utara sampai menjumpai jejak mereka. Kemudian kita ikuti sampai kita memperoleh tempat yang serasi untuk mengepung mereka." Kami menggabungkan diri dengan pasukan kami. Setelah mereka kami beritahu apa yang sudah kami lihat, maka kami melaksanakan rencana kami. Sepuluh menit kemudian kami sudah melihat jejak orang-orang Comanche itu. Jejak itu terang sekali: itu menandakan bahwa mereka merasa aman. Lain daripada jejak kuda kami melihat juga jejak manusia dan ada kami lihat di pasir garis-garis panjang yang ditimbulkan oleh tonggak yang diseretnya di belakang mereka. Kuda kami kami larikan dengan kencang sampai kami dapat melihat orang-orang Comanche dengan teropong kami. Kini kami memperlambat jalan kami. Jarak dari tonggak yang satu sampai tonggak yang lain kira-kira ada satu kilometer dan kalau orang-orang kulit merah itu melanjutkan pekerjaan itu dengan kecepatan dan irama yang sama, maka sebelum malam kita akan sampai ke hutan kaktus. Pada dugaan saya Schiba Bigk bermaksud menyerang penghuni waha itu pada malam hari. Bahwa kini ia akan dapat tiba di tempat Bloody Fox pada siang hari itu rupa-rupanya tidak mencemaskan ketua suku Comanche itu. Tentu ia mengira bahwa orang kulit putih belaka tidak akan dapat melawan limapuluh orang kulit merah. Saya berjalan antara Winnetou dan Old Surehand, mereka berdua berdiam diri. Di belakang kami kami mendengar Old Wabble bercakap-cakap dengan suara yang keras sekali dengan Parker dan Hawley, Cowboy tua itu rupa-rupanya tidak dapat menutup mulutnya. Old Wabble membuat pelbagai perhitungan serta mengucapkan pelbagai pendapat dan dugaan tentang apa yang akan terjadi nanti. Teman-temannya menyangkal, akan tetapi cowboy tua itu menolak setiap sangkalan mereka. "Saya berpendapat," demikian kata Old Wabble, "bahwa tak mungkin kita akan dapat menangkap bedebah-bedebah itu, jikalau kita tidak berbuat lebih bijaksana daripada sekarang. Sekiranya saya yang menjadi pemimpin pasukan ini dan mempunyai hak memberi perintah, maka saya tahu apa yang harus saya kerjakan. Saya tidak akan membuang waktu, melainkan akan memberi perintah mengejar mereka dan menembak mereka sampai prajurit yang terakhir." "Ah, bodoh sekali Anda. Old Wabble! Orang-orang Comanche itu akan mendengar kita datang dan mereka akan lari berpencaran." "Apa! Mereka akan kita susul dan kita tangkap." "Bagaimana kita dapat menangkap semuanya, kalau mereka memencar. Jika ada seorang saja yang lolos, maka segala rencana kita akan gagal. Bukankah begitu Mr. Shatterhand?" Saya menoleh serta menjawab: "Ya. Tetapi biarkanlah Mr. Cutter berbicara sampai puas. Ia tidak dapat memahami maksud Winnetou. Karena itu tidak boleh ia kita kecam." Cowboy tua itu memandang saya dengan pandang yang mengandung pertanyaan. Oleh karena ia tidak berani mengucapkan pertanyaannya, maka saya berkata lagi: "Winnetou tahu bahwa kira-kira satu jam perjalanan dari sini ada sebuah lembah kecil yang terletak di jalan ke waha. Lembah itu agak panjang dan dalam, sehingga barangsiapa ada di dalamnya tidak dapat melihat apa yang ada di pinggir lembah. Orang-orang Comanche itu akan kita biarkan berjalan sampai mereka masuk ke dalam lembah itu." Kini Winnetou menyela: "Saudara saya memberi saya kehormatan yang tidak pada tempatnya, sebab rencana itu adalah rencananya sendiri. Itu telah dikatakannya kepada saya kemarin malam sebelum kami tertidur. Rencana itu saya setujui sepenuhnya. Orang-orang Comanche akan kita tangkap di dalam lembah itu." "Anda tidak akan memperkenankan salah seorang dari mereka berbicara lebih dahulu?" Ketika saya mengucapkan pertanyaan itu, Winnetou berpaling kepada saya, lalu bertanya: "Saudara saya hendak menanya Schiba Bigk?" "Ya." "Anda menduga bahwa ia mau mengatakan apa yang hendak Anda ketahui? Schiba Bigk masih muda, akan tetapi cerdik sekali. Saya tahu bahwa Old Shatterhand pandai menyusun kata-katanya dan cerdik sekali dalam menanya orang. Schiba Bigk tahu juga dan karena itu ia akan berdiam diri." "Ia akan berbicara, sebab ia akan menyangka bahwa saya datang bukan sebagai musuh, melainkan secara kebetulan saja saya bertemu dengan dia. Saya akan masuk ke dalam lembah ini dari sebelah depan, supaya ia mengira bahwa saya baru datang dari rumah Bloody Fox. Tentu ia akan menyangka juga bahwa saya tidak melihat jejaknya dan tidak mengetahui apa maksudnya. Ia akan menduga bahwa ia dapat menangkap saya dengan mudah. Karena itu ia akan lengah dan tidak terlalu mengindahkan kata-kata yang diucapkannya. Dengan demikian maka ada kemungkinan besar saya akan dapat mendengar apa yang hendak saya ketahui." "Saya mengerti. Apa gunanya saudara mencari bahaya? Apa yang hendak didengarnya sekarang dapat didengarnya juga besok tanpa mengambil risiko." "Saya kira lebih besar manfaatnya apabila keterangan itu saya peroleh sekarang. Dan soal bahaya, saudara saya Winnetou bukankah sudah tahu bahwa saya tidak pernah memasuki sesuatu bahaya tanpa saya pikirkan masak-masak lebih dahulu." "Sudahkah Anda pikirkan pula bahwa apabila orang-orang Comanche itu melihat kami, maka mereka akan mempergunakan Anda sebagai sandera." "Itu tidak saya lupakan; saya mempunyai perisai yang dapat saya pergunakan untuk menangkis segala serangan. Perisai itu ialah Schiba Bigk." "Uf, uf! Saya insaf bahwa saya tidak perlu memberi peringatan kepada saudara saya orang kulit putih. Saya tidak merasa cemas." "Saya akan merundingkan dengan Anda siasat yang harus kita jalankan. Lembah itu memanjang dari Barat ke Timur. Anda melihat bahwa orang-orang Comanche itu sudah masuk ke dalam lembah, maka pasukan kita ini hendaknya Anda bagi dalam empat bagian yang segera berpisah. Bagian pertama berjalan cepat-cepat mengeliling ke arah Timur. Di sana mereka harus menjaga ujung lembah itu. Old Surehand memimpin bagian yang kedua; tugasnya ialah menjaga tepi Selatan. Entschar Ko membawa bagiannya ke tepi sebelah Utara. Old Wabble memimpin bagian yang keempat, yang akan menjaga tempat masuk lembah ini. Dengan demikian maka musuh kita sudah terkepung dari segala pihak. Tentu saja hendaknya Anda jaga jangan sampai mereka dapat melihat Anda. Sekiranya Anda mendengar letusan bedil-pembunuh-beruang saya, maka hendaknya Anda sekalian menampakkan diri. Saya yakin bahwa tidak seorangpun akan dapat lolos. Dapatkah saudara saya orang kulit merah menyetujui rencana ini?" "Ya," jawabnya dengan singkat. Old Surehand rupa-rupanya masih menaruh keberatan. Ia berkata: "Maaf, Sir, bahwa saya memberanikan diri untuk menyela. Bukankah Anda mengambil risiko yang terlalu besar? Apa daya Anda terhadap peluru musuh?" "Saya akan mengelak." "Sir, mudah sekali mengatakannya, akan tetapi menjalankannya...? Yakinlah bahwa kepercayaan saya terhadap Anda tidak terhingga, akan tetapi demikian besar sayang saya kepada Anda, sehingga." Winnetou segera menyela: "Winnetou tidak kurang sayangnya kepada Old Shatterhand, akan tetapi Winnetou membiarkan dia menjalankan rencananya. Saudara saya Old Surehand hendaknya jangan merasa khawatir; empat mata akan mengamat-amati dan melindungi Old Shatterhand, yaitu mata Anda dan mata saya." "Dan mata saya juga," seru Old Wabble dengan berlagak. Ia merasa bangga telah saya beri tugas memimpin sebagian dari pasukan kami dan ia sudah membulatkan hatinya untuk mematuhi segala perintah. "Awas, bedebah-bedebah orang kulit merah itu, sekiranya berani menyentuh badan Anda; peluru saya akan merebahkan mereka. It's clear!" Pernyataan yang jantan itu perlu saya koreksi sedikit. Saya berkata: "Ingat-ingat. Mr. Cutter! Jangan Anda berbuat terlalu gegabah atau terlalu tergesa-gesa. Jikalau Anda sekarang saya beri tugas yang bertanggung- jawab, maka itu mempunyai maksud yang tertentu, yakni untuk mengetahui adakah Anda sanggup menjalankan sesuatu tugas sesuai penuh dengan perintah. Jikalau sekali ini Anda mengecewakan saya lagi, maka yakinlah bahwa Anda selanjutnya tidak akan saya beri tugas lagi." "Maksud Anda sudah cukup jelas bagi saya. Saya akan mematuhi segala perintah Anda." "Itu baik. Sekarang saya akan minta diri, supaya dapat saya sampai ke ujung lembah ini pada waktu yang tepat." Saya membelok ke kanan, lalu memacu kuda saya sampai binatang itu berlari sekuat-kuatnya. Demi saya mengira bahwa orang-orang Comanche itu tidak akan dapat melihat saya maka saya membelok ke kiri dan berjalan cepat-cepat ke arah ujung lembah. Kemudian ternyata bahwa perhitungan saya tepat sekali. Ketika saya kira-kira sudah ada di tengah-tengah lembah, maka saya melihat orang-orang kulit merah itu masuk. Mereka tidak memancangkan tonggak pada jalan masuk lembah; karena itu maka mereka tak usah berhenti, melainkan berjalan cepat- cepat ke arah saya. Betapa herannya demi mereka melihat saya! Saya menghentikan kuda saya dan berbuat seakan-akan sayapun heran menjumpai orang- orang kulit merah itu. Saya mengangkat bedil saya. Mereka pun mengangkat senjatanya dan dengan segera mengepung saya. Kemudian saya turunkan bedil saya dan mengancam: "Berhenti! Barangsiapa hendak menghalang-halangi saya, akan saya tembak! Prajurit-prajurit Indian dari suku manakah.. " Saya tidak menyelesaikan perkataan saya, melainkan dengan tercengang-cengang memandang muka ketua suku. "Uf! Uf! Old Shatterhand!" katanya dengan heran sambil ia menghentikan kudanya. "Hai, mungkinkah itu?" seru saya, "Schiba Bigk, ketua suku Comanche yang gagah perwira." "Ya," jawabnya. "Adakah Old Shatterhand dibawa angin ke savanna ini? Prajurit-prajurit orang Comanche mengira bahwa ia tidak ada di daerah ini." Saya tak berhenti-henti memandang dia, sampai akhirnya ketua suku itu tidak tahu dengan lagak apa semestinya ia menegur saya. Dahulu kami adalah sahabat. Saya masih mempunyai hak penuh menuntut persahabatan dari dia. Tetapi kini terpaksa menjadi musuh saya. "Siapa yang mengatakan kepada saudara saya orang kulit merah, bahwa saya tidak ada di daerah ini?" jawab saya. Ia membuka mulutnya, barangkali hendak mengatakan bahwa itu didengarnya dari Vupa Umugi, akan tetapi sekonyong-konyong berubah pikirannya dan ia menjawab: "Seorang pemburu kulit putih mengatakan kepada saya bahwa ia bertemu dengan Old Shatterhand di daerah Barat yang jauh letaknya dari daerah ini." Ia berdusta. Pandangan prajurit-prajuritnya terarahkan kepada saya dan pandangan itu mengandung permusuhan. Saya berbuat pura-pura tidak mengetahuinya. Sayapun berbuat juga seakan-akan saya tidak pernah melihat mereka di Air Biru. Dengan tenang sekali saya turun dari atas kuda saya, lalu duduk serta berkata: "Saya sudah pernah mengisap calumet persahabatan dengan Schiba Bigk, ketua suku Comanche. Hati saya senang sekali berjumpa dengan dia setelah sekian lamanya berpisah. Jikalau sahabat dan saudara bertemu muka, biasanya mereka bersalam-salaman dengan ramah-tamah. Adat istiadat orang Indian tidak memperkenankan kita menyimpang dari kebiasaan itu. Saudara saya orang kulit merah saya persilahkan turun dan duduk di sebelah saya agar saya dapat bercakap-cakap." Pandang orang-orang Comanche itu kini mengandung ancaman. Mereka bersiap-siap untuk menyerang saya, akan tetapi Schiba Bigk memberi isyarat supaya mereka mundur Air mukanya menunjukkan bahwa ia bersedia menuruti undangan saya. Ia bersedia berbicara dengan saya, dengan maksud untuk menanyai saya. Jadi ia mempunyai maksud yang sama dengan saya. "Kata-kata Old Shatterhand itu mengandung kebenaran," katanya. "Apabila dua orang ketua suku yang bersahabat bertemu, mereka harus bersalam- salaman." Ia lalu duduk berhadapan dengan saya. Demi prajurit-prajuritnya melihat perbuatannya, maka merekapun turun, lalu duduk mengelilingi kami. Dalam pada itu ada beberapa orang prajurit yang hendak duduk di belakang saya. Itu harus dihalang-halangi. Karena itu saya berkata dengan suara keras sehingga semuanya dapat mendengar: "Adakah di antara putera-putera Comanche yang bersifat pengecut sampai mereka tidak berani melihat muka Old Shatterhand? Saya tidak percaya. Lagi pula saya tidak suka bersikap tidak sopan dengan menghadapkan punggung saya kepada seorang prajurit yang gagah berani." Akal saya itu berhasil. Mereka duduk dalam setengah lingkaran; semuanya dapat saya amat-amati. Mereka mengurungkan maksudnya untuk menyerang saya. Saya tidak berteman dan mereka yakin bahwa saya sudah jatuh ke tangan mereka. Saya mengambil pipa perdamaian saya dari kalung leher saya, lalu saya isi dengan tembakau seraya berkata: "Saudara saya Schiba Bigk boleh mengisap calumet dengan saya, supaya saya dapat mengetahui bahwa Old Shatterhand masih dipandangnya sebagai s ahabat." Ia mengangkat tangannya untuk menunjukkan bahwa ia menolak ajakan itu, lalu menjawab: "Schiba Bigk pernah merasa bangga mempunyai saudara kulit putih yang masyhur, akan tetapi ia ingin mengetahui adakah Old Shatterhand masih benar-benar sahabatnya?" "Mengapa Anda sangsi?" tanya saya dengan heran. "Karena saya mendengar bahwa Old Shatterhand menjadi musuh orang Comanche. Bukankah Old Shatterhand telah mengunjungi Saskuan Kui? Apa maksud Anda datang ke sana?" " Tidak mempunyai maksud apa-apa. Saya kebetulan saja lalu di sana. Saya bermaksud hendak bermalam di sana untuk berjalan terus keesokan harinya." "Jadi Anda tidak berbuat apa-apa di sana?" "Ya, ada. Saya melihat bahwa orang-orang kulit merah yang berkemah di sana telah menangkap seorang kulit putih. Orang kulit putih itu sudah saya bebaskan. Kemudian saya mendengar dari orang kulit putih itu bahwa orang-orang Comanche yang menawan dia itu adalah dari marga Naiini." "Dengan kulit putih itu tidak berbuat apa-apa terhadap orang Comanche. Sekiranya ia orang Comanche yang ditawan oleh orang kulit putih, padahal ia tidak berdosa, maka ia akan saya bebaskan juga dari tangan orang kulit putih. Old Shatterhand adalah sahabat dari sekalian orang baik-baik dan musuh dari semua yang jahat. Ia tidak memandang warna kulit." "Karena itu maka Anda sudah menjadi musuh orang Comanche!" "Tidak, sebab keesokan harinya saya sudah berunding dengan Vupa Umugi, ketua suku Comanche Naiini. Saya sudah mengikat tali persahabatan dengan dia. Ia tawanan saya akan tetapi saya bebaskan." "Tahukah Anda apa sebabnya orang-orang Comanche itu berkemah di Saskuan Kui?" "Bagaimana saya dapat mengetahuinya? Saya tidak menanyakannya. Barangkali mereka ada di sana untuk menangkap ikan." "Tahukah Anda di mana orang-orang Comanche itu sekarang?" "Saya hanya dapat menduga saja. Mereka tentu pergi ke arah Barat, melintasi Mistake Canyon untuk membantu orang-orang Comanche yang terancam oleh tentara kulit putih." "Uf!" serunya. Dalam pada itu ia tersenyum. Prajurit-prajuritnya melihat ke arah saya dengan pandang yang mengatakan bahwa saya sudah bersikap bodoh. Kemudian Schiba Bigk melanjutkan perkataannya: "Anda ditemani oleh beberapa orang kulit putih?" "Ya." "Ke mana mereka pergi?" "Ke Barat." "Dan Anda kini ada di sebelah Timur Air Biru! Apakah sebabnya?" "Saya mendengar bahwa serdadu-serdadu kulit putih yang ada di dekat Mistake Canyon itu sedang bermusuhan dengan prajurit-prajurit Comanche Sebagai seorang kulit putih sebenarnya saya harus membantu serdadu-serdadu itu. Akan tetapi oleh karena saya sahabat orang kulit merah, maka saya ingin menjauhkan diri. Itulah sebabnya maka saya berjalan ke arah Timur." "Ke Air Biru lagi?" Tentu saja ia ingin mengetahui adakah saya pergi ke Air Biru lagi. Saya menjawab: "Untuk apa saya kembali ke Air Biru? Saya pergi ke Llano Estacado untuk mengunjungi saudara saya B loody Fox. Anda mengenal dia, sebab Anda sudah pernah menjadi tamunya dan sudah pernah mengisap pipa perdamaian dan pipa persahabatan dengan dia." "Anda membawa orang-orang kulit putih lain ke rumah Bloody Fox?" "Mengapa Anda bertanya demikian, padahal Anda tahu bahwa kita telah berjanji kepada Bloody Fox tidak akan membuka rahasia tempat tinggalnya? Dapatkah saya membawa orang asing ke rumah Bloody Fox?" "Di mana teman-teman Anda orang kulit putih itu sekarang?" "Ketika saya berpisah, mereka hendak pergi ke El Paso." "Anda menjumpai Bloody Fox di rumahnya?" "Ya." "Di mana ia sekarang?" "Di rumahnya." "Lekas benar Anda meninggalkan dia. Tidakkah ia meminta Anda tinggal lebih lama lagi dengan dia?" "Ya. Tepat seperti dahulu ketika Anda dengan saya menjadi tamunya. Akan tetapi saya sudah menjawab sekian banyak pertanyaan dan Anda mengetahui yang hendak Anda ketahui. Marilah kita sekarang mengisap calumet." "Tunggu sebentar!" Saya berbuat sebagai anak yang dapat ditanyai tanpa menginsafinya. Bigk melihat kepada teman-temannya dengan pandang yang mengandung kepuasan. Kini ia benar-benar percaya bahwa ia sudah menjadi lebih cerdik daripada saya. Karena itu maka ia mengucapkan perkataan "tunggu sebentar" dengan lagak memerintah. Kemudian ia berkata lagi: "Sejak kita berpisah sudah lewat beberapa minggu dan beberapa bulan. Dalam waktu yang selama itu pandangan manusia berubah. Anak kecil menjadi dewasa, menjadi kuat dan bijaksana. Sebaliknya Old Shatterhand kini sudah menjadi anak kecil. Anda membiarkan saya menanyai Anda seperti orang dewasa menanyai anak kecil yang belum lagi berakal atau sebagai wanita tua yang otaknya sudah menjadi kering. Mata Anda sudah menjadi kabur dan telinga Anda sudah menjadi tuli. Anda sedikitpun tiada mengetahui siapa kami ini dan apa yang kami kehendaki." "Uf! Demikian berbicara seorang anak muda dengan siapa saya dahulu telah pernah mengisap pipa perdamaian?" "Itu bahasa seorang anak muda yang sekarang sudah menjadi seorang prajurit yang masyhur. Calumet sudah tidak berguna lagi, sebab Anda bukan sahabat saya lagi, melainkan sudah menjadi musuh saya yang harus saya bunuh. Anda telah membebaskan tawanan kami." "Tawanan Anda? Saya membebaskan orang kulit putih itu dari tangan orang-orang Comanche Naiini. Anda termasuk marga lain." "Orang Naiini adalah saudara kami: musuh mereka adalah musuh saya. Tidakkah Anda mengenal prajurit-prajurit yang duduk di muka Anda ini?" "Bukankah mereka itu prajurit dari marga Anda?" "Hanya duapuluh orang dari mereka. Selebihnya ialah orang Naiini, yang Anda lihat di Air Biru. Kami telah menggali kapak peperangan terhadap semua orang kulit putih dan Anda adalah orang kulit putih juga. Tahukah Anda kini apa yang dapat Anda harapkan?" "Saya tahu. Saya akan naik ke atas kuda saya dan berjalan terus dengan tenang." "Old Shatterhand benar-benar sudah menjadi anak kecil. Anda adalah tawanan saya dan Anda akan mati pada tiang siksaan." "Saya bukan tawanan Anda dan saya tidak akan mati oleh karena Anda menghendakinya. Saya akan mati asalkan itu dikehendaki oleh Manitou." Mereka tidak mengerti mengapa saya menjawab dengan segala ketenangan. Saya tidak bergerak; saya tidak memberi mereka alasan untuk menduga bahwa saya akan lari atau akan melawan. Karena itulah maka mereka tidak memegang senjata mereka. Dalam pada itu mereka tidak mengetahui bahwa mereka semuanya saya intai dengan mata saya yang tajam. Dengan tertawa kecil ketua suku itu bertanya: "Adakah Anda mengira bahwa Anda dapat melawan? Tidakkah Anda melihat bahwa Anda berhadapan dengan lima kali sepuluh orang prajurit yang gagah berani?" "Adakah Old Shatterhand pernah menghitung jumlah musuhnya?" "Jadi Anda mengandalkan bedil khasiat Anda?" Dalam sekejap mata saja bedil H enry saya sudah ada di tangan saya. Saya melompat, lalu berdiri di belakang kuda saya yang memberi perlindungan kepada saya. Saya berseru: "Ya, itu yang saya andalkan. Barangsiapa menyentuh senjatanya, dengan segera akan saya tembak! Anda tahu bahwa dengan bedil ini saya dapat menembak terus-menerus." Semuanya itu saya kerjakan dengan sedemikian cepatnya sehingga mereka masih duduk dalam sikapnya semula waktu saya menyelesaikan percakapan saya. Saya melihat seorang menggerakkan tangannya untuk memungut bedilnya. Tetapi demi ia melihat bahwa bedil saya saya bidikkan kepadanya, ia menarik tangannya kembali. Mereka ternyata masih sangat takut kepada bedil khasiat saya. Kini saya tahu apa yang akan datang, yakni serangan, mula- mula dengan kata-kata saja. Itulah yang saya harap-harapkan, oleh karena saya ingin mendengar apa yang hendak saya ketahui. Tidak seorangpun berani mengulurkan tangannya ke arah senjatanya. Karena itu dapat saya harapkan bahwa mereka akan berusaha dengan pelbagai ancaman supaya saya dengan sukarela menyerah. Pembaca hendaknya jangan mengira bahwa saya bertindak terlalu sembrono. Saya mengenal benar-benar adat kebiasaan orang kulit merah dan saya tahu betapa besar takut mereka kepada bedil saya. Lain daripada itu saya telah melihat ke arah pinggir lembah di muka saya. Di sana tampak oleh saya Old Surehand dan Winnetou. Dari tempat itu empatpuluh laras bedil mengancam orang-orang Comanche ini, walaupun itu tidak diketahuinya. Mereka yang memegang bedil-bedil itu bersembunyi di belakang pasir sehingga tidak dapat dilihat. Di atas dinding lembah di belakang saya bersembunyi ialah pasukan Entschar Ko. Mereka sudah siap. Dengan demikian saya tidak usah merasa khawatir. Apa yang sudah saya duga benar-benar terjadi. Ketua suku itu mencoba membujuk-bujuk saya supaya menyerah, "Pshaw!" katanya dengan tertawa kecil. "Kami tahu bahwa bedil Anda dapat ditembakkan terus-menerus, akan tetapi Anda tidak mungkin dapat melepaskan limapuluh tembakan sekaligus. Anda dapat membunuh tiga atau empat orang prajurit kami, akan tetapi akhirnya Anda akan kami tangkap juga." "Pshaw!" demikian saya menjawab dengan tertawa. "Saya tidak takut akan limapuluh orang prajurit Comanche. Ayo, kemarilah! Jikalau saya mundur maka setiap prajurit Comanche yang mengikuti saya, akan saya tembak; tidak ada orang yang berani menghalang-halangi saya." "Tetapi Anda tidak akan dapat lolos. Kami hanya merupakan kelompok dari pasukan yang besar." "Bohong!" "Bukan bohong, melainkan kebenaran!" demikian jawabnya. "Hendak ke mana Anda lari?" "Ke Bloody Fox." "Justru dia akan kami serang dan dengan demikian Anda akan jatuh ke tangan kami juga." "Kalau begitu saya akan pergi ke arah Barat!" "Ke arah sana hanya ada satu jalan saja. Dengan demikian maka Anda akan lari ke arah Suksma Lestavi. Di sana Anda akan terbentur pada pasukan Vupa Umugi." "Saya tahu. Akan tetapi ia baru akan datang tiga hari lagi." "Anda tidak tahu! Besok malam ia sudah ada di sana." "Pada malam hari tidak mungkin mereka dapat menangkap saya." "Kalau Anda tidak tertangkap, maka Anda akan disergap oleh Nale Masiuv yang akan menyusul setengah hari kemudian. Lagi pula di sebelah sana ada sebuah padang yang luas, sehingga Anda akan lekas tampak. Ke mana Anda dapat menghindari sekian banyak prajurit? Jikalau akal Anda masih belum hilang sama sekali, maka Anda akan menyerah." "Old Shatterhand akan menyerah?!! Pada siapa? Kepada seorang budak seperti Anda? Adakah Anda seorang budak? Anda adalah seorang gadis kecil yang masih suka menangis, yang sebenarnya masih patut didukung oleh ibunya. Anda tidak selayaknya bergaul antara orang dewasa yang menyebut dirinya prajurit!" Menyebut seorang Indian orang tua atau gadis kecil adalah suatu penghinaan yang besar sekali, Schiba Bigk melompat dengan marah serta berteriak tanpa membuat gerak untuk mencabut pisau atau bedilnya: "Anjing, mau Anda saya bunuh? Sepatah kata saja maka lima puluh orang prajurit akan menyerang Anda!" "Satu tanda saja maka dalam dua menit Anda akan mati semuanya jikalau Anda tidak menyerah!" Sambil mengucapkan kata-kata itu saya menarik picu bedil pembunuh beruang saya. "Berilah kami buktinya," jawabnya dengan mengejek. "Ayo, kerjakanlah. Saya ingin melihat siapa yang akan datang membantu Anda." "Itu akan segera Anda lihat. Perhatikanlah!" Tembakan saya meletus. Pada saat itu saya mendengar pekik peperangan orang Apache dan dari lereng lembah di muka saya saya melihat lebih daripada tujuh puluh orang Apache berlari-lari ke arah tempat saya. Kuda mereka ditinggalkannya di atas. Di belakang saya pekik sorak itu dijawab pula dengan pekik Apache. Dari sebelah kiri datanglah Winnetou dengan pasukannya dan dari sebelah kanan Old Wabble. Orang-orang Comanche itu menjadi kaku karena terkejut. "Lucutilah senjatanya dan ikatlah mereka!" seru Winnetou. Segera mereka itu diikat semuanya dan terbaringkan di tanah. Setiap orang Comanche dijaga oleh lima atau enam orang Apache. Kini orang-orang Comanche itu meraung-raung dan memberi perlawanan, akan tetapi semuanya sudah tertangkap. "Sir, adakah saya mengecewakan Anda?" tanya Old Wabble. "Tidak," jawab saya. "Tetapi jangan hendaknya Anda merasa bangga, sebab itu perbuatan yang sangat mudah saja." "Ya, ya, jikalau saya tidak berbuat salah maka Anda katakan bahwa itu hanyalah permainan kanak-kanak belaka; it's clear!" Ia berpaling dengan kecewa. Kini lembah itu penuh dengan kuda dan manusia. Kuda kami tambatkan semuanya dan kini kami beristirahat. Tawanan-tawanan itu kami kumpulkan pada satu tempat. Ketua sukunya saya suruh pisahkan dari prajurit-prajuritnya, agar mereka tidak akan dapat mendengar apa yang akan saya bicarakan dengan dia. Saya tidak hendak merendahkan dia di mata anak buahnya. Sekiranya mereka dapat mendengar apa yang saya katakan kepadanya, maka untuk selanjutnya akan hilanglah kewibawaannya. Lagi pula saya tahu bahwa peristiwa ini sudah merugikan kekuasaan dan kewibawaannya. Menurut kebiasaan gentlemen tidaklah baik apabila saya kini akan membalas penghinaannya. Jadi saya harus berdiam diri. Akan tetapi dalam hal ini lain benar keadaannya. Anak muda Indian ini mempunyai bakat yang baik, akan tetapi budi pekertinya perlu diberi arah yang benar, agar ia lebih berguna bagi anak buahnya daripada seorang ketua suku yang kasar dan bengis belaka. Maka saya duduklah di sisinya. Teman-teman saya saya beri isyarat agar meninggalkan kami. Schiba Bigk memalingkan kepalanya serta memejamkan matanya. "Nah," kata saya "saudara muda saya masih juga hendak mengatakan bahwa ia seorang prajurit yang ulung dan masyhur?" Ia tidak menjawab, akan tetapi rupa-rupanya ia tidak menduga bahwa perkataan saya itu akan saya ucapkan dengan suara yang ramah, sebab dengan segera air mukanya yang muram itu berubah menjadi lebih terang. "Masihkah Schiba Bigk berpendapat bahwa Old Shatterhand adalah perempuan tua?" Ia tidak bergerak dan tidak menjawab. Maka saya melanjutkan perkataan saya: "Ayah saudara muda saya bernama Tevua Schohe, artinya Bintang Api. Saya ialah sahabat dan saudara ayahnya. Bintang Api ialah satu-satunya prajurit Comanche yang saya sayangi." Kini ia membuka matanya sedikit serta mengerlingkan matanya ke arah saya, akan tetapi masih tetap bungkam. "Bintang Api meninggal karena dibunuh oleh orang-orang kulit putih. Hati saya merana ketika saya mendengar berita itu. Bersama-sama kita membalas kejahatan itu dan rasa kasih sayang saya terhadap Bintang Api kemudian pindah kepada anaknya." Ia menoleh ke arah saya serta mengangkat mukanya, akan tetapi ia tetap berdiam diri. Saya berkata lagi: "Nama Old Shatterhand dikenal orang di mana-mana; Schiba Bigk masih seorang kanak-kanak yang tidak dikenal orang. Akan tetapi saya melindungi Anda, sebab saya mengingini agar putera muda Comanche ini akan menjadi seorang laki-laki yang jantan seperti ayahnya. Menjadi orang yang halus budinya dan setia hatinya, orang yang tajam akalnya dan kuat tangannya. Kemudian Anda saya bawa mengarungi padang pasir ini, Anda saya tolong mengalahkan segala musuh; saya bawa ke rumah Bloody Fox dan selama kita bersama-sama menumpang di sana saya menjadi guru Anda. Jikalau saya berbicara kepada Anda, maka suara saya itu seakan-akan suara ayah Anda dan apabila saya memegang tangan Anda maka muka Anda berseri-seri kegirangan seakan-akan tangan itu ialah tangan ibu Anda. Dewasa itu Anda kasih akan saya." "Uf, uf," katanya perlahan-lahan; matanya mulai berlinang-linang. "Kemudian saya mengisi calumet dan bersama-sama kita mengisap pipa perdamaian dan persahabatan. Saya saudara tua dan Anda saudara muda, sebab kita bersama-sama mempunyai satu bapak, Manitou yang berjiwa besar, seperti yang sudah saya ceriterakan kepada Anda. Anda saya perkenankan melihat isi hati saya dan kepercayaan saya. Saya telah menanamkan benih di dalam hati Anda dan saya berharap mudah-mudahan benih itu akan tumbuh menjadi tanaman yang subur." "Uf, uf, uf!" katanya dengan perlahan-lahan sekali; rupa-rupanya ia berusaha keras untuk menahan air matanya. "Apakah jadinya dengan benih itu? Benih itu sudah menjadi kering, karena tidak mendapat air dan cahaya matahari." "Ke, ke, tidak, tidak!" jawabnya, tetapi dalam pada itu ia memalingkan kepalanya lagi seakan-akan merasa malu. "Ha, ha, ya, ya!" kata saya. "Apakah yang terjadi dengan sahabat muda saya! Ia tidak tahu terima kasih, ia menjadi lawan saya yang mengejek saya dan hendak membunuh saya. Bukankah itu menyedihkan sekali, karena Anda telah menjadi prajurit muda yang hanya tahu undang-undang prairi yang keras. Ketika Anda tadi mengutuki dan mengejek saya, saya tidak merasa terhina, tetapi saya merasa sedih sekali bahwa Anda sudah melupakan pelajaran saya dan sudah menjadi orang dengan siapa saya tidak akan dapat berjabat tangan lagi. Salah siapakah itu?" "Nale Masiuv dan ketua-ketua suku yang lain," jawabnya sambil berpaling lagi ke arah saya. "Segala yang Anda ajarkan kepada saya saya ceriterakan kepada mereka, akan tetapi saya ditertawakannya dan mereka berkata: 'Old Shatterhand sudah kehilangan akalnya dan sudah menjadi pendeta.'" "Sekiranya saya benar-benar menjadi pendeta maka saya akan sangat bergirang hati dan merasa berbahagia! Jadi Anda telah merasa malu bersahabat dengan Old Shatterhand?" "Ha, ha, ya, ya," jawabnya dengan mengangguk. "Sesungguhnya sekarang saya harus merasa malu telah bersahabat dengan Anda; akan tetapi tidak begitu halnya, melainkan saya merasa sedih sekali. Akan Anda apakan saya sekiranya saya jatuh ke tangan Anda?" "Anda akan kami ikat pada tiang siksaan." "Tetapi saya tidak berbuat jahat terhadap Anda! Anda hendak membunuh saya. Sekarang Anda sudah menjadi tawanan saya. Apakah yang akan saya perbuat terhadap Anda pada dugaan Anda?" Ia membangkitkan badannya lalu menatap muka saya serta berseru: "Katakanlah sendiri bagaimana Anda hendak membalas!" "Membalas! Seorang Kristen tidak boleh membalas, sebab ia tahu bahwa Manitou yang bersikap rahman dan rahim akan membalas segala perbuatan manusia dengan semestinya. Anda akan menjadi tawanan kami untuk beberapa hari kemudian Anda akan kami bebaskan." "Saya tidak akan Anda bunuh, tidak akan Anda siksa dahulu?" "Tidak, Anda akan kami ampuni." Ia menarik napas panjang lalu berbaring kembali, akan tetapi seketika bangkit lagi dan memandang saya dengan mata yang berkilat-kilat: "Barangkali Old Shatterhand mengira bahwa saya mengucapkan pertanyaan itu oleh karena saya takut akan menderita sakit." "Tidak. Saya tahu bahwa Anda tidak menghiraukan penderitaan sakit jasmaniah. Saya tahu bahwa kesakitan batinlah yang memaksa Anda mengucapkan pertanyaan itu. Bukankah begitu?" "Itu benar." "Saya masih hendak menyampaikan satu pertanyaan lagi kepada sahabat muda saya. Tetapi boleh jadi Anda tidak akan memahami pertanyaan saya. Tadi Anda mengira bahwa Anda adalah bijaksana dan pandai sekali, karena sudah dapat menanyai saya; akan tetapi saya sudah mengetahui segala- galanya oleh karena saya sudah mendengarkan percakapan orang-orang Naiini di Air Biru dan mendengarkan pula percakapan utusan Nale Masiuv. Dengan tiada Anda duga segala jawab saya itu sesungguhnya mengandung pertanyaan dan tanpa Anda insafi pertanyaan itu sudah Anda jawab semuanya. B ukan saya yang Anda tanyai, melainkan Anda yang saya tanyai. Anda merasa bangga dan Anda mengira bahwa Anda kini sudah lebih cerdik daripada saya; sungguhpun begitu Anda telah memberitahukan kepada saya apa yang sebenarnya harus Anda rahasiakan, yakni Anda telah mengatakan bahwa Vupa Umugi besok malam akan sampai ke Suksma Lestavi, bahwa Nale Masiuv akan menyusul setengah hari kemudian. Bagaimanakah hal itu harus diterangkan." "Saya tidak tahu." "Tetapi saya tahu Anda merasa malu bersahabat dengan Old Shatterhand dan Anda merasa malu telah memperhatikan ajaran Old Shatterhand, akan tetapi tanpa Anda insafi keduanya sudah Anda kandung di dalam hati Anda. Ketika saya tadi berhadapan dengan Anda maka dalam pandangan Anda, saya adalah pihak yang sudah dikalahkan, tetapi sekaligus pihak yang menang juga. Hati Anda memberontak terhadap diri Anda sendiri dan memaksa Anda mengatakan apa-apa yang sebenarnya harus Anda rahasiakan. Mengertikah Anda?" "Tidak mengerti benar, akan tetapi akan saya pikirkan masak-masak. Apakah nasib saya sekiranya ketua-ketua suku yang lain mengetahui bahwa saya telah membuka rahasia mereka?" "Anda tidak membuka rahasia apa-apa. Semuanya sudah saya ketahui lebih dahulu. Ketika Vupa Umugi berunding dengan majelis kaum tua di Air Biru, maka percakapannya telah saya dengar dan saya mengetahui bahwa mereka hendak menyerang Bloody Fox. Selanjutnya saya mendengarkan juga percakapan antara dua orang utusan Nale Masiuv dengan dua orang penjaga Naiini yang menunggu di dekat api unggun. Lagi pula saya telah mendengarkan percakapan-percakapan yang dikirimkan Vupa Umugi ke Hutan Kecil. Ya, Winnetou sudah lama mengetahui bahwa Anda hendak menyerang Bloody Fox; karena itu maka ia lekas-lekas pergi ke Llano Estacado untuk membantu Fox." "Uf, Uf! Winnetou! Itulah sebabnya maka ia sekarang ada di sini dengan sekian banyak prajurit orang Apache!" "Agar Anda jangan menyesali diri, saya mau berterus terang. Kami tahu juga bahwa Anda hendak memikat serdadu-serdadu kulit putih ke padang pasir ini. Tonggak-tonggak yang Anda pancangkan di tanah pasir ini akan menunjukkan jalan ke waha Bloody Fox kepada Vupa Umugi dan pasukannya. Kemudian tonggak-tonggak itu akan dipindahkan, sehingga apabila serdadu-serdadu itu datang maka mereka akan sesat. Di belakang tentara itu akan menyusul pasukan Nale Masiuv yang tugasnya menghalang-halangi serdadu-serdadu itu balik ke pangkalannya. Saya tahu juga bahwa Nale Masiuv telah menyuruh dua orang ke kampungnya untuk mengambil bala bantuan sebanyak seratus orang prajurit." "Uf! Uf! Anda jauh lebih pandai daripada kami atau Manitou lebih sayang kepada Anda dan membantu Anda melawan kami." "Manitou tidak memandang bulu; kasih sayang Manitou merata kepada orang kulit putih dan orang kulit merah, akan tetapi siapa mematuhi Manitou dan bertindak sesuai dengan kehendaknya, maka ia akan diperlindunginya terhadap setiap bahaya dan akan diberinya akal dan kebijaksanaan supaya mengalahkan musuhnya. Prajurit-prajurit orang Comanche akan kami tangkap semuanya." "Ya, sekarang saya tidak sangsi lagi. Akan Anda apakan tawanan sebanyak itu?" "Mereka akan kami ajak menjadi orang baik-baik lagi, kemudian mereka akan kami bebaskan." "Walaupun mereka itu musuh Anda?" "Orang Kristen mungkin mempunyai musuh, akan tetapi ia tidak boleh mempunyai sikap bermusuhan. Pembalasannya harus berupa pengampunan." Ia memalingkan kepalanya dan menarik napas panjang seakan-akan ia merasa sakit batinnya. "Ya, orang kulit putih dapat bersikap begitu; orang kulit merah tidak boleh dan tidak dapat bersikap demikian!" "Anda salah! Justru prajurit orang kulit merah yang paling berani, paling jantan dan paling masyhur selalu bersikap seperti yang saya katakan tadi." "Siapa yang Anda maksud?" "Siapa lagi lain daripada Winnetou? Anda selalu memulai penyerangan, akan tetapi sungguhpun begitu kemarin malam Winnetou masih berkata bahwa seberapa mungkin kami harus menghindari pertumpahan darah. Ia tidak menghendaki menumpahkan darah seorang Comanchepun. Ia yakin bahwa orang- orang kulit merah akhirnya akan binasa apabila mereka tidak berhenti-henti saling berperang. Manitou orang kulit merah ialah Manitou yang meminta darah dan menuntut pembebasan. Manitou yang tidak memberi ketenangan kepada jiwa orang kulit merah di padang perburuan abadi, melainkan di sanapun orang-orang kulit merah akan terus berkelahi dan bunuh-membunuh tanpa berakhir. Sebaliknya Manitou kami memberi perintah yang membuat sekalian orang yang percaya kepadanya merasa damai berbahagia di dunia ini dan akan mencapai kebahagiaan abadi di akhirat." "Maukah Old Shatterhand mengatakan kepada saya bagaimana bunyi perintah itu?" "Bunyinya ialah: kita akan memuja dia dan semua orang akan mengasihi sesamanya seperti kita mengasihi diri kita sendiri, biarpun mereka itu musuh atau sahabat kita." "Musuh kita juga?" tanyanya sambil memandang saya dengan keheran-heranan. "Kalau begitu maka saya harus mengasihi orang Apache yang hendak membunuh saya, seperti saya mengasihi ayah saya dan diri saya sendiri?" "Ya. Dengan rasa kasih sayang yang besar, yang tidak dapat dipecah-pecah atau dipisah-pisah." "Kalau begitu kasih sayang serupa itu hanya dapat dimiliki oleh orang kulit putih. Bagi seorang prajurit kulit merah tidak akan mungkinlah mengasihi musuhnya." "Ingatlah akan Winnetou! Winnetou dan saya dahulu adalah musuh yang sebesar-besarnya, tetapi kini kami sudah menjadi saudara dan setiap saat bersedia mengorbankan jiwanya untuk menolong, membantu atau menyelamatkan saudaranya. Anda adalah musuh Winnetou, akan tetapi ia mau mengampuni Anda, walaupun Anda telah mengancam jiwanya dan jiwa anak buahnya. Anda dibebaskan kembali walaupun dia tahu bahwa Anda akan tetap membenci dia. Sudah berulang-ulang kali saya menyaksikan bahwa Winnetou mengalahkan musuhnya yang hendak membunuh dia. Jiwa musuhnya itu ada di tangannya, ia berhak membunuhnya, akan tetapi selalu ia memberi ampun. Karena itulah maka ia dihormati orang dan menjadi masyhur ke mana-mana. Karena itu pula maka saya berani mengatakan bahwa bagi seorang prajurit kulit merahpun mungkin juga untuk mengampuni musuhnya, untuk menunjukkan kasihnya kepadanya. Saya ingin sekali melihat saudara muda saya ini menjadi orang seperti Winnetou." Ia menutupi dahinya dengan kedua belah tangannya, berdiam diri sebentar, lalu berkata: "Biarlah Old Shatterhand meninggalkan saya seorang diri di sini. Saya hendak berbicara dengan diri saya sendiri. Saya ingin bertanya kepada hati sanubari saya adakah mungkin saya menjadi orang seperti Winnetou, ketua suku orang Apache." Permintaannya saya penuhi. Saya sadar bahwa Schiba Bigk saya tinggalkan dengan kesedihan di dalam hatinya. Saya mendapatkan teman-teman saya serta melihat bahwa Winnetou, Entschar Ko dan teman-teman saya orang kulit putih sedang berunding. Saya tahu bahwa Winnetou berdiam diri saja, sebab saya mengetahui kebiasaannya, yakni apabila saya menemani dia maka tiada mau ia membentangkan pendapatnya sebelum saya mendapat kesempatan untuk berbuat begitu. "Ha, mujur sekali Anda datang, Old Shatterhand," kata Old Wabble. "Kami sedang merundingkan apa yang harus kita kerjakan, akan tetapi kami tidak memperoleh kata sepakat. Kami ingin mendengar pendapat Anda. Bilamanakah kita akan berangkat?" "Sekarang juga," jawab saya. "Ke mana? Ke waha?" "Ya, tetapi tidak semuanya. Kita harus membagi pasukan kita. Tonggak yang menunjukkan jalan ke waha itu hendaknya selekas-lekasnya kita cabut serta kita pindahkan ke tempat yang menunjukkan arah ke hutan kaktus yang disebut oleh Bloody Fox kemarin." "Siapakah yang akan mengerjakannya? Saya ingin ikut." "Itu tidak dapat. Pekerjaan itu harus dilakukan oleh orang Indian, sebab jejak yang ditinggalkan oleh mereka tidak boleh menimbulkan curiga Vupa Umugi. Jumlah merekapun tidak boleh kurang atau lebih daripada jumlah orang Comanche yang sudah kita tawan. Karena itu maka Winnetou akan melaksanakan tugas itu bersama-sama dengan limapuluh orang prajurit Apache. Tonggak-tonggak yang sudah terpancangkan itu harus dicabutnya semua; mereka harus berjalan kembali ke Gutesnonti Khai." Baru saja selesai saya berbicara, maka ketua suku Apache itu sudah bangkit serta bertanya: "Masih adakah pesan lain bagi saya? Saya harus pergi." "Hanya sebuah peringatan belaka. Karena Anda tidak tahu letak hutan kaktus itu, maka saya hendak memberi petunjuk kepada Anda, agar Anda berjalan ke arah Tenggara, Kemudian Bloody Fox akan saya suruh membantu Anda. Itulah pesan saya, lain tidak." Winnetou dan saya tidak pernah memerlukan perundingan yang panjang. Lima menit, sesudah itu ia sudah berangkat dengan limapuluh orang Apache, semuanya menuju ke Pohon Seratus. "Orang yang luar biasa!" kata Old Wabble dengan kagum. "Winnetou tidak memerlukan keterangan yang panjang lebar untuk mengetahui apa yang harus dikerjakannya. Kami akan Anda beri tugas apa, Mr. Shatterhand?" "Tidak apa-apa. Kita segera pergi ke waha. Di sana Anda akan menjaga tawanan-tawanan ini dan menunggu sampai Anda mendapat berita dari saya." "Jadi Anda akan pergi." "Ya. Saya harus pergi ke Pohon Seratus untuk mengintai kedatangan orang Comanche. Mr. Surehand akan menemani saya." "Bolehkah saya ikut? Saya berjanji tidak akan membuat kesalahan." Sebenarnya saya lebih senang apabila ia tidak ikut, sebab pengalaman saya dengan dia membuktikan bahwa orang tua itu tidak mengenal disiplin, akan tetapi ia merintih sebagai kanak-kanak sehingga akhirnya saya harus mengalah: "Ya, apa boleh buat. Anda boleh ikut. Akan tetapi apabila Anda membuat kesalahan lagi, maka Anda tahu sendiri apa akibatnya. Anda harus membuat jejak secara orang Indian. Jadi sepatu Anda harus Anda tukarkan dengan mocasin." "Dari mana saya akan mendapatkan mocasin itu?" "Dari tawanan-tawanan kita. Mereka tentu mau menolong Anda." "Hm! Kaki mereka semuanya seperti kaki kanak-kanak saja." Itu benar. Kaki Old Wabble memang kaki raksasa. Kami harus berangkat. Orang-orang Comanche itu saya suruh naik, lalu saya suruh ikat kakinya pada kuda. Mereka menurut saja, oleh karena mereka insaf bahwa perlawanan tidak akan memberi hasil. Ketua sukunya hendak saya perlakukan secara lain. Karena itu saya berkata kepadanya: "Saya sudah menaruh kepercayaan penuh kepada saudara saya Schiba Bigk. Saya akan merasa sedih, sekiranya saya paksa mengikat badannya seperti saya menyuruh ikat prajurit-prajuritnya. Jikalau sekiranya ia saya perkenankan berjalan dengan kami tanpa terikat, masihkah ia hendak mencoba melarikan diri?" "Pertanyaan itu sukar sekali dijawab. Anda hendak menangkap prajurit-prajurit Comanche semuanya. Jikalau saya dapat melarikan diri serta memberitahukan maksud Anda kepada mereka, tentu mereka tidak akan jatuh ke tangan Anda. Karena itu maka adalah kewajiban saya untuk berusaha melarikan diri." "Kata-kata itu membuktikan bahwa Anda bukan saja seorang prajurit yang gagah berani, melainkan Anda orang yang jujur juga. Walaupun begitu saya tidak hendak mengikat Anda." "Uf!" katanya dengan tercengang. "Kalau begitu saya akan lari!" "Pshaw! Bahkan apabila kita hanya berdua saja maka Anda tidak akan dapat lari. Anda melihat sendiri berapa banyak teman saya. Lagi pula saya mempunyai akal yang akan mengikat Anda kepada saya lebih erat daripada segala ikatan dengan tali. Jimat Anda akan saya ambil." "Uf! Uf!" serunya. "Ya, jimat Anda akan saya rampas. Jikalau Anda hendak melarikan diri, maka seluruh bedil kami akan terbidikkan kepada Anda. Sekiranya tidak sebuah pelurupun mengenai Anda, maka Anda akan dikejar oleh dua ratus orang berkuda. Andaikata mereka tidak dapat menangkap Anda, maka jimat ini akan saya binasakan dan dengan demikian jiwa Andapun akan binasa." Ia menundukkan kepalanya dan ketika saya mengambil jimatnya, ia tidak memberi perlawanan sama sekali. Ia berusaha sekeras-kerasnya menyembunyikan pikirannya, akan tetapi ia tidak dapat menipu saya. Matanya mengatakan kepada saya bahwa ia akan mengambil segala risiko, bahkan risiko kehilangan jimatnya, untuk mencoba melarikan diri. Sesungguhnya ada alasan yang cukup bagi saya untuk mengikat dia, akan tetapi itu tidak saya lakukan, sebab saya ingin mengetahui apa sebabnya ia mau menyalahi adat-istiadat orang Indian untuk meloloskan diri, yaitu pandangan orang Indian terhadap jimat. Mungkinkah pelajaran saya sudah membekas benar sehingga ia telah mengingkari ajaran orang Indian tentang padang perburuan abadi? Apabila jimat itu tidak mempunyai arti lagi baginya, maka ia tentu tidak percaya lagi akan adanya padang perburuan abadi. Karena itu maka Schiba Bigk akan saya coba. Ia tidak saya ikat, akan tetapi ia akan saya jaga benar-benar supaya usahanya untuk melarikan diri tidak akan berhasil. Cara yang sebaik- baiknya untuk mencapai maksud itu ialah memberi kesempatan kepadanya untuk melarikan diri pada saat yang saya tentukan sendiri. Dengan demikian saya akan tetap waspada. Sekiranya tipu saya itu mengena, maka ia segera dapat saya tangkap kembali. Ketika kami mulai berjalan, maka saya berjalan di belakang sekali, untuk menyiapkan lasso saya sekiranya lasso itu nanti saya perlukan. Kemudian saya pergi ke depan dan berjalan di muka. Schiba Bigk saya minta berjalan di sebelah saya. Saya bercakap-cakap dengan dia sambil pura-pura tidak mengindahkan dia. H ari makin lama makin menjadi gelap. Saya memperlambat jalan kuda saya sehingga lambat laun kami berdua berjalan di belakang sekali. Hari bertambah gelap lagi. Schiba Bigk berjalan di sebelah kanan saya. Saya membungkukkan badan saya ke arah kiri seakan-akan hendak membetulkan kedudukan pelana saya. Dengan demikian maka saya menghadapkan punggung saya kepada dia. Jikalau kemungkinan ini tidak dipergunakannya untuk melarikan diri, maka saya yakin bahwa ia tidak hendak lari lagi. Dengan tangan kanan saya memegang lasso saya. Pada saat itu saya mendengar depak kaki kuda menggeser pasir. Saya tahu bahwa itulah bunyi yang ditimbulkan oleh kaki kuda yang memutar badannya. Segera saya tegak lagi. Saya melihat Schiba Bigk berlari kencang-kencang ke arah yang berlawanan dengan arah kami. Pada saat itu juga kuda saya sudah saya balikkan dan dengan cepat saya mengejar Schiba Bigk. Tidak sia-sia kuda saya bernama Hatatitla. Kilat. Jalannya jauh lebih kencang daripada kuda Schiba Bigk. Belum lewat satu menit maka saya sudah sedemikian dekatnya pada pelari itu sehingga dapat saya melemparkan lasso saya. "Berhenti!" seru saya. "Uf! Uf!" jawabnya dengan suara yang nyaring. Itu berarti tidak, tidak terpikir oleh saya untuk berbuat begitu. Pada saat itu lasso saya sudah melayang di udara. Simpulnya sudah turun mengelilingi badan dan tangannya. Dengan cepat lasso itu saya tarik dan saya hentikan kuda saya. Oleh sentakan lasso itu maka orang Indian itu terjatuh dari atas kudanya. Saya melompat ke tanah lalu berlutut di dekatnya. Ketua suku Comanche itu tidak bergerak sedikitpun. "Masih hidupkah saudara muda saya?" tanya saya, sebab ada kemungkinan bahwa tulang tengkuknya patah. Kecelakaan serupa itu seringkali terjadi. Ia tidak menjawab. "Jikalau Schiba Bigk tidak mau berbicara, maka ia akan saya ikatkan kepada kudanya sebagai mayat. Jikalau dengan demikian badannya akan merasa sakit, maka itu salahnya sendiri." "Saya masih hidup," jawabnya, "Anda luka?" "Tidak." "Kalau begitu panggil kuda Anda." Kuda itu sudah berjalan terus sedikit. Ketua suku itu bersiul keras dan kuda itu datang. "Kini saya terpaksa mengikat saudara muda saya. Itu salahnya sendiri." Saya ikat tangannya lalu saya suruh naik ke atas kudanya. Kemudian kedua kakinya saya ikat di bawah perut kuda. Selanjutnya tali kekangnya saya ikatkan kepada tali kekang saya. Karena itu kuda itupun tidak akan dapat lepas. Lasso saya saya belitkan pada bahu saya, lalu saya naik lagi serta berjalan cepat-cepat menyusul pasukan saya. Teman-teman saya sudah berhenti dan menunggu saya. Old Surehand, Wabble, Parker, Hawley dan Entschar Ko menyongsong kami. "Syukur Anda sudah balik," seru raja cowboy itu. "Di mana Anda selama itu, Old Shatterhand? Orang kulit merah itu mencoba melarikan diri?" "Ya." "Nah, salahkah saya? Bukankah sudah saya katakan bahwa orang-orang kulit merah itu tidak dapat dipercayai? Saya harap ia sudah diikat?" "Semuanya seperti yang Anda kehendaki, Mr. Cutter." "Mengapa itu Anda ucapkan dengan lagak yang mengejek, Sir?" "Oleh karena tadi ia sudah saya ikat juga." "Itu tidak ada saya lihat!" "Adakah ia terikat dengan tali atau terikat dengan mata saya, itu bagi saya sama saja." "Ai, kalau mata Anda sama dengan tali, maka jangan hendaknya Anda melihat ke bawah, jangan-jangan mata Anda akan terinjak oleh kuda; it's clear!" Sekarang saya dapat berjalan di belakang, sebab peristiwa itu tidak akan terulang lagi. Walaupun begitu saya pergi ke muka, oleh karena tanpa pimpinan saya pasukan ini tidak akan dapat menemukan jalan yang tepat. Hari sudah pukul enam. Kira-kira satu setengah jam kemudian sampailah kami ke tempat perhentian orang-orang Apache yang tinggal di dekat waha bersama-sama dengan Bloody Fox. Bloody Fox ingin sekali mengetahui bagaimana hasil usaha kami, akan tetapi sebentar kemudian jawabnya sudah diberikannya sendiri: "O, Anda membawa pasukan orang Comanche, jadi Anda sudah bersua dengan mereka dan mempersilahkan mereka mengikuti Anda. Schiba Bigk ada juga?" "Ya," jawab Old Wabble. "Masakan kami akan membawa orang-orang kulit merah itu tanpa pemimpinnya! Nanti akan saya ceriterakan juga bagaimana kami menyergap mereka. Akan tetapi lebih dahulu kami harus memberi kuda kami minum. Itu perlu sekali." Itu benar. Karena itu saya turun, lalu melepaskan ikatan Schiba Bigk. "Jikalau saudara saya orang kulit merah mengira bahwa ia dapat menyerang Bloody Fox, maka dugaannya itu salah sekali. Daerah ini sudah berubah sama sekali. Oleh karena Anda hendak melarikan diri, maka Anda tidak boleh melihat jalan masuk yang baru." Matanya saya tutup dengan kain, lalu saya tuntun dia masuk ke pekarangan Bloody Fox. Teman-teman saya orang kulit putih dan Entschar Ko mengikuti kami. Tawanan-tawanan kami kami serahkan kepada orang-orang Apache. Teman-teman saya duduk mengelilingi meja di pekarangan. Schiba Bigk saya bawa masuk ke dalam rumah lalu saya ikat. "Saudara saya terpaksa saya ikat; itu salahnya sendiri," kata saya. "Sekiranya ia mau berjanji tidak akan berusaha melarikan diri, maka ia tidak akan saya ikat." "Janji itu tidak boleh saya berikan," jawabnya. "Saya adalah seorang ketua suku Comanche dan oleh karena prajurit-prajurit kami terancam oleh bahaya, maka saya harus lari demi saya mendapat kesempatan." "Kesempatan itu tidak akan ada!" "Tadi kesempatan itu ada! Sekiranya kuda saudara saya orang kulit putih jalannya tidak lebih kencang daripada kuda saya, maka saya sudah lolos." "Betul-betul percayakah Anda? Saya sangka akal Anda lebih tajam. Mula-mula kita berjalan di depan sekali. Mengapakah saya kemudian membawa Anda berjalan di belakang pasukan kami?" "Oleh karena Anda mengira bahwa Anda sudah menguasai saya." "Tidak, bahkan sebaliknya. Karena saya tahu bahwa Anda hendak mencoba melarikan diri. Untuk apakah saya membungkukkan badan saya ke sebelah kiri kuda saya?" "Oleh karena ada bagian pelana Anda yang rusak atau oleh karena pelana Anda salah duduknya." "Tidak, melainkan hendak memberi Anda kesempatan melarikan diri." "Uf!" serunya dengan heran. "Old Shatterhand hendak menghalang-halangi saya lari akan tetapi ia memberi kesempatan!" "Tidakkah Anda mengerti? Justru oleh karena saya hendak menghalang-halangi Anda lari maka saya memberi Anda kesempatan untuk berbuat begitu. Sekiranya Anda lari pada suatu saat saya tidak bersiap-siap, maka niscaya Anda akan dapat lolos, oleh karena hari gelap. Dengan demikian maka saya harus bersiap-siap dan itu hanya dapat saya jalankan apabila saat yang sebaik-baiknya saya tetapkan sendiri. Dengan begitu maka Anda dapat segera s aya susul." "Uf, uf! Benarlah apa yang dikatakan prajurit-prajurit kulit merah dan prajurit-prajurit kulit putih: Old Shatterhand tidak dapat ditipu, melainkan ia selalu menipu Anda. Anda harus mengucap syukur bahwa kuda saya lebih kencang larinya daripada kuda Anda, sehingga saya dapat mempergunakan lasso. Sekiranya saya tidak dapat menyusul Anda maka saya akan terpaksa menembak Anda." "Schiba Bigk tidak takut akan mati!" "Itu saya tahu, akan tetapi bukankah Anda hanya mempunyai maksud untuk memberitahu orang-orang Comanche. Dapatkah itu Anda kerjakan apabila Anda mati tertembak? Anda terlalu tergesa-gesa. Lagi pula saya heran mengapa Anda lupa bahwa jimat Anda sudah ada pada saya! Berhasil atau tidak usaha Anda untuk melarikan diri, namun jiwa Anda sudah hilang untuk selama-lamanya." "Old Shatterhand mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak percaya!" Saya segera menjawab: "Apa yang saya percaya, tidaklah penting; soalnya ialah adakah Anda sendiri percaya." "Tidak. Dahulu saya percaya, akan tetapi kepercayaan itu sudah hilang sejak saudara saya Old Shatterhand menceriterakan kepada saya adanya Manitou yang berjiwa besar, yang menciptakan segala ummat manusia, yang membagi-bagikan kasih sayangnya sama rata kepada setiap manusia. Tidak seorangpun dapat mencabut jiwa orang lain. Dalam yang baka tidak ada orang yang memerintah dan orang yang di perintah, tidak ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Bagi Manitou yang rahman dan rahim semua jiwa adalah sama. Di sana hanya ada kasih sayang yang abadi dan perdamaian yang abadi. Tidak ada perang, tidak ada perburuan dan tidak ada pula penumpahan darah. Maka di manakah letak padang perburuan yang disebut-sebut oleh dukun-dukun kami?" Kata-kata itu diucapkannya dengan segala gairah. Hati saya merasa senang sekali. Justru itulah yang ingin saya ketahui! Benih yang dahulu saya tanamkan di dalam hatinya, kini sudah bertunas dan berakar. "Ha, jikalau demikian pikiran Anda, maka jimat inipun tidak ada artinya lagi bagi Anda," kata saya, pura-pura dengan tiada mempunyai maksud apa-apa. "Jimat itu adalah tanda bahwa saya seorang prajurit, lain tidak." "Kalau begitu tidak ada gunanya sama sekali saya menahannya. Jimat ini saya berikan kembali kepada Anda." Maka jimat itu saya ambil dari leher saya, lalu saya kalungkan kepada lehernya. Kemudian saya meneruskan pembicaraan saya: "Karena Anda berniat hendak melarikan diri, maka saya terpaksa masih memperlakukan Anda sebagai musuh, akan tetapi di antara empat dinding ini Anda akan saya beri kebebasan." "Jadi ikatan saya hendak Anda lepaskan?" "Itu akan dikerjakan oleh Bob." "Orang Negro? Orang Negro akan menyentuh diri saya? Tiadakah Anda tahu bahwa prajurit kulit merah tidak boleh disentuh badannya oleh seorang Negro!" "Dan tiadakah Anda tahu bahwa Manitou yang berjiwa besar menciptakan segala ummat manusia dengan rasa kasih sayang yang sama besarnya, dengan tidak mengindahkan adakah mereka hitam, merah atau putih warna kulitnya?" Schiba Bigk menundukkan kepalanya dengan kemalu-maluan. "Dan apa keberatan Anda terhadap Bob?" kata saya selanjutnya. "Ia menemani saya ketika saya menyelamatkan jiwa Anda. Anda tidak kurang berhutang budi kepadanya. Ia selama ini adalah manusia yang jauh lebih baik daripada Anda. Ia tidak pernah berbuat seakan-akan ia bersahabat dengan orang lain jikalau ia sebenarnya bersikap bermusuhan. Anda berhutang budi terhadap Bloody Fox; jiwa Anda telah diselamatkannya; Anda telah mengisap pipa perdamaian dan pipa persahabatan dengan dia, akan tetapi sungguhpun begitu kini Anda datang kemari untuk mengusir dia dari rumahnya dan akhirnya hendak membunuh dia. Katakanlah dengan terus terang, siapakah yang lebih tinggi budi pekertinya, dia atau Anda?" Ketua suku Comanche itu tidak menjawab. "Anda berdiam diri. Itu mengandung makna yang jelas, Pikirkanlah dalam-dalam apa yang Anda dengar malam ini. Anda saya beri kesempatan yang cukup untuk berpikir. Saya akan pergi." Kata-kata saya itu tadi tidak selalu enak didengarkan, akan tetapi maksud saya baik dan saya berharap mudah-mudahan kata-kata itu akan membekas dalam hatinya. Saya keluar, lalu memanggil Bob. Saya tahu bahwa Bob dapat saya andalkan; hanya perlu saya terangkan apa tugasnya. Tawanan itu harus dijaga baik-baik, akan tetapi tidak boleh disiksa. "Kemari Bob," kata saya. "Ada sesuatu hal yang penting yang hendak saya sampaikan kepadamu. Saya tahu bahwa engkau orang yang kuat lagi berani, bukankah begitu?" "Oh ya, oh! Bob orang yang berani dan kuat?" "Orang yang cerdik juga." "Sangat cerdik." "Dengarkanlah. Saya memerlukan kekuatan, keberanian dan kecerdikanmu. Kamu telah melihat bahwa Schiba Bigk saya bawa masuk ke dalam kamar. Ia ingin keluar, artinya ia ingin melarikan diri. Karena itu ia harus dijaga baik-baik. Itu adalah tugasmu." "Masser Bob akan duduk di sampingnya slang dan malam dan tidak akan melepaskannya dari pandangannya." "Itu tidak perlu. Anda boleh melepaskan ikatannya; ia boleh berjalan dengan bebas di dalam kamar, akan tetapi ia tidak boleh meninggalkan kamar itu." "Oho, ia tidak boleh meninggalkan kamar! Demi ia berani menjengukkan hidungnya ke luar kamar, maka hidung itu akan ditampar oleh Masser Bob." "Jangan. Tamparan merupakan penghinaan yang sebesar-besarnya bagi seorang kulit merah." Dengan kemalu-maluan Bob menjawab: "Oh, hm, oh! Itu patut disayangkan! Masser Bob tidak boleh membiarkan ia ke luar kamar, akan tetapi tidak pula boleh menamparnya! Masser Bob akan melepaskan ikatannya, akan tetapi akan menahannya juga di dalam kamar." "Ya," kata saya dengan tertawa, "tugas itu tidak mudah. Ia tidak akan terikat, ia Anda beri makan dan minum secukupnya, akan tetapi ia tidak boleh meninggalkan kamar ini, tidak boleh ke luar pintu dan tidak boleh pula ke luar jendela, akan tetapi kamu tidak boleh pula memukul dia." "Tidak boleh menembak juga?" "Sama sekali tidak! Anda hanya boleh mempergunakan kecerdikan Anda." Ia berpikir sejenak lalu menjawab dengan tersenyum: "Oh, oh, oh! Masser Bob memang orang yang cerdik! Bob tahu apa yang harus diperbuatnya. Akan saya katakanlah itu?" "Tidak, saya tidak perlu mengetahuinya, tetapi saya yakin bahwa Anda tidak akan mengecewakan saya." "Anda akan puas! Masser Bob mempunyai akal yang cerdik; Schiba Bigk boleh berjalan dengan bebas di dalam kamar, akan tetapi tidak boleh ke luar; saya tidak akan memukul dan tidak akan menembak. Masser Bob akan mempergunakan kecerdikannya. Massa Shatterhand akan menyaksikannya!" "Itu baik, Bob. Kalau saya nanti datang kembali, mudah-mudahan saya dapat memuji kecerdikanmu." Dengan sengaja saya tidak mau mengetahui apa akal Bob itu. Saya tidak mau ikut memikul tanggung jawab terhadap apa yang akan diperbuat oleh orang Negro itu. Sekiranya ia berbuat sesuatu tanpa saya ketahui yang dapat menyinggung perasaan Schiba Bigk, maka suku Comanche itu tidak boleh mengukurnya dengan ukuran yang sama sekiranya saya mengetahuinya atau saya memerintahkannya. Saya pergi mendapatkan Bloody Fox untuk membicarakan siasat selanjutnya. Ia sedang bercakap-cakap dengan Old Surehand. Serta ia melihat saya, maka ia menyambut saya dengan perkataan: "Saya telah mendengar bahwa saya mendapat tugas untuk menyongsong Winnetou guna menunjukkan kepadanya dan kepada orang-orang Apache yang mengikutinya jalan yang harus ditempuhnya. Bilamanakah saya harus berangkat?" "Malam ini juga; kalau dapat secepat-cepatnya." "Di mana saya akan bertemu dengan dia?" "Itu tidak dapat saya katakan dengan tepat, akan tetapi dapat kita hitung. Ia kembali ke Pohon Seratus mengikuti jejak yang dibuat oleh pasukan Schiba B igk. Oleh karena ia harus mencabut tonggak dan membawanya ke Pohon Seratus, maka Winnetou niscaya akan memerlukan lebih banyak waktu daripada apabila ia tidak usah tiap-tiap kali berhenti." "Pekerjaan itu dapat dilakukannya pada malam hari, sebab bulan akan segera terbit," demikian ia menyela. "Ya, dan karena itu maka pada hemat saya barangkali menjelang petang ia sudah akan sampai ke Pohon Seratus." "Di sana ia harus memberi minum kepada kudanya dan akan melepaskan lelah beberapa waktu." "Betul, akan tetapi ia tidak akan tinggal lama di sana. Pokoknya ialah bahwa kuda-kuda itu mendapat air; perkara kelelahan saya kira tidak akan seberapa dihiraukannya, sebab ia tahu bahwa di tengah jalan ia dapat berhenti melepaskan lelah sekehendak hatinya. Tadi saya katakan kepadanya bahwa dari Pohon Seratus ia harus berjalan ke arah Tenggara. Andaikata ia setiap kilometer harus memancangkan tonggak dan tidak terlalu tergesa-gesa, saya kira dapat kita hitung pada tempat mana Anda dapat menjumpai dia." "Nah kalau begitu saya rasa saya tidak memerlukan keterangan lebih lanjut. Masih ada pesan lagi, Mr. Shatterhand?" "Ya, Vupa Umugi akan mengikuti dia dari belakang, karena itu ia hanya boleh menjumpai jejak-jejak Indian." "Sepatu saya akan saya tukar dengan mocasin. Saya mempunyai persediaan beberapa pasang, oleh karena dalam daerah ini saya harus mempunyai persediaan yang cukup." "Aha, bolehkah saya meminjam sepasang?" "Saya juga," kata Old Surehand. "Itu lebih baik daripada meminjam dari tawanan kita orang Comanche sebab mocasin mereka tidak berapa baik." "Ya, silahkan memilih sendiri: saya mempunyai pelbagai ukuran. Biarlah saya ambil." Ia masuk ke dalam rumah, lalu datang kembali membawa mocasin-mocasin Indian yang ternyata ada yang sesuai bagi Old Surehand dan bagi saya. Lain halnya dengan Old Wabble, sebab kaki Old Wabble luar biasa besarnya. Karena itu cowboy tua itu saya suruh minta tolong kepada Entschar Ko. "Kembali kepada soal Winnetou, yang diperlukannya sekali ialah air minum. Saya melihat bahwa Anda mempunyai banyak kantong air." "Ya," jawab Fox. "Kantong-kantong itu akan segera saya isi, akan tetapi tiada dapat saya membawa semuanya. Bolehkah saya membawa beberapa orang Apache?" "Tentu saja, akan tetapi jangan terlalu banyak, sebab jangan-jangan Vupa Umugi nanti dapat melihat bahwa ia mengikuti pasukan yang lebih banyak jumlahnya daripada pasukan Schiba Bigk. Dalam pada itu ada satu hal yang terlintas dalam pikiran saya. Mula-mula saya bermaksud hendak pergi dengan Mr. Surehand dan Old Wabble saja, akan tetapi saya pikir bahwa sebaiknya saya membawa juga limapuluh atau enampuluh orang Apache." "Mengapa membawa orang sebanyak itu?" tanya Old Surehand dengan heran. "Sepanjang pengetahuan kita Vupa Umugi akan datang lebih dahulu. Saya mendengar dari Schiba Bigk bahwa ia akan datang besok malam. Tentu ia akan bermalam di Pohon Seratus. Ia hendak memikat tentara kavaleri di belakangnya. Nale Masiuv akan menyusul setengah hari kemudian. Tentara kavaleri itu tentu saja akan datang lebih dahulu daripada Nale Masiuv, karena Nale Masiuv mendapat tugas untuk mengikuti tentara kulit putih itu dari belakang." "Jadi pasukan kavaleri itu barangkali akan datang lusa pagi-pagi." "Begitulah dugaan saya juga. Kalau pasukan kavaleri itu sudah pergi mengikuti Vupa Umugi, maka Nale Masiuv akan datang dan mengikuti mereka. Maksud saya ialah membiarkan lalu pasukan-pasukan kulit merah itu serta mengepung mereka dalam perangkap yang sudah kita sediakan bagi mereka...." "Ya, itu jalan yang sebaik-baiknya," demikian Bloody Fox menyela. "Itu tidak mudah. Perhatikanlah bahwa yang hendak kita kepung di dalam hutan kaktus itu ialah dua pasukan Indian yang berlainan." "Apa kesukarannya?" "Pasukan kavaleri itu akan terjepit antara mereka." "Ya. Itu benar!" seru Old Surehand. "Dengan demikian maka kita akan mengepung pasukan kulit merah bersama-sama dengan pasukan kavaleri dan dengan demikian maka akan sia-sia belaka usaha kita!" "Orang-orang Comanche akan dapat menyergap pasukan kavaleri itu dan dengan demikian mereka akan mempunyai sandera. Karena itu kita tidak akan bertiga saja, melainkan akan membawa pasukan orang Apache. Nale Masiuv tidak akan kita masukkan dalam perangkap kita, melainkan akan kita tangkap di Pohon Seratus." "Itu bagus sekali, Sir," kata Bloody Fox. "Akan tetapi barangkali Nale Masiuv disertai oleh seratus limapuluh orang prajurit. Bagaimana Anda hendak menangkap pasukan sebesar itu hanya dengan limapuluh atau enampuluh orang Apache saja?" "Itu usaha yang sembrono. Tidak, saya akan menghadapi pasukan Nale Masiuv dengan pasukan yang lebih besar, yaitu pasukan kavaleri itu akan saya ajak bersama-sama menyerang pasukan Nale Masiuv. Entschar Ko akan saya beritahu, bahwa... ah, itu dia sudah datang!" Pemimpin muda orang Apache itu datang dengan Old Wabble. Ia saya minta memilih prajurit-prajurit Apache yang akan menyertai kami. Dalam pada itu raja cowboy memandang saya dengan pandang yang mengandung kekecewaan. Karena itu saya bertanya: "Ada apa, Sir? Anda tidak enak badan?" "Saya tidak merasa senang!" katanya sambil menunjuk ke arah kakinya. "Ah! Mocasin Anda terlalu kecil?" "Ya, orang-orang kulit merah itu kakinya seperti kaki kanak-kanak saja. Mocasin yang terbesarpun masih terlalu kecil bagi saya. Bagaimana saya dapat memperbesar sepatu Indian ini?" "Anda dapat membuat lubang." "Aha! Itu baik sekali! Betul jari saya akan menjorok keluar, akan tetapi itu tidak apa." Segera ia mencabut pisaunya lalu membuat lubang pada mocasinnya, tidak lama kemudian kami sudah siap sedia. "Adakah saudara saya kulit putih masih hendak memberi perintah lagi?" tanya Entschar Ko. "Katakanlah kepada prajurit-prajurit Apache yang tinggal di sini bahwa mereka harus memasang penjagaan sepanjang jalan masuk ke waha ini. Schiba Bigk saya serahkan kepada Bob. Ia tidak terikat, akan tetapi tidak boleh meninggalkan rumah ini. Sekiranya ia melarikan diri maka ia harus ditangkap oleh penjaga-penjaga yang akan bertugas sepanjang jalan masuk itu." "Apa yang harus kami kerjakan apabila ia lari?" "Anda tangkap dan Anda ikat." "Jikalau ia memberi perlawanan?" "Anda harus mempergunakan kekerasan. Saya tak hendak menyiksa dia, akan tetapi ia tidak boleh lolos. Jikalau tidak ada akal lain, maka ia harus mati. Terhadap tawanan-tawanan orang Comanche yang lain hendaknya Anda bersikap keras juga." Kini sudah tidak ada lagi yang akan saya pesankan kepada Entschar Ko. Bulan sudah terbit, maka dengan segera berangkatlah kami. Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net Dengan ini selesailah jilid II. Jikalau ingin mengetahui bagaimana pertemuan dengan Vupa Umugi, pasukan tentara kavaleri dan Nale Masiuv itu berakhir, maka saya persilahkan pembaca membaca sambungan jilid ini, yaitu kisah pengembaraan Dr. Karl May, Llano Estacado jilid III. Dalam jilid itu pembaca akan mengetahui juga bagaimana akhirnya Old Wabble menjadi musuh Old Shatterhand.